Cara Mengembalikan File Yang Ter-Delete Atau Terhapus Komputer


Pengguna komputer seringkali tidak sengaja menghapus file-file yang mereka simpan karena serangan virus atau bug lalu bingung memulihkan file-file itu.

"Tak perlu panik. Ada kemungkinan file-file Anda masih utuh, di suatu tempat di cakram (data). Dan jika Anda bertindak cepat maka Anda mungkin dapat memulihkan semuanya," sebut Mike Williams dari TechRadar.

Berikut 10 aplikasi pemulih file-file yang telah terhapus di hard-disk:

1. Recuva Free. Aplikasi ini tersedia dalam versi portable. Aplikasi itu akan bertanya jenis file apa yang dicari dan di mana harus dicari sebelum memindai sistem komputer secara menyeluruh.

2. Undelete 360. Aplikasi gratis ini tidak mempunyai sejumlah fitur bermanfaat seperti penyaring file, penampil file, dan lainnya. Tapi, Undelete 360 tidak membatasi jumlah file yang dapat dipulihkan.

ANAK KITA ATAU SEKOLAHNYA YANG BERMASALAH ?

Keluarga Indonesia yg berbahagia,

Ternyata anak-anak kita itu dirancang dengan kekuatan dan kecepatan berpikir yg sangat tingkat tinggi, jika dibandingkan dengan Prossesor (otaknya) Komputer mungkin setara dengan Pentium Core I3 atau I5 (Kecepatan tertinggi note book saat ini) atau bahkan lebih hebat lagi.

Namun sayangnya kekuatan dan kecepatan para orang tua dan guru sering kali berada jauh di bawah itu semisal komputer ada di kecepatan Pentium 3 atau mungkin malah dibawahnya lagi (kecepatan komputer 10-20 tahun yang silam).

Di dunia komputer kecepatan prossesornya (otak komputer) selalu di tambah (di up grade) hampir setiap tahunnya. Sementara kecepatan otak orang tua dan guru sangat jarang sekali mendapatkan up grade (penambahan melalui pelatihan, seminar, parenting dsb)

Mengenal Anak ADHD

Sejak TK beliau di"strap". Ketika TK, beliau di"strap" karena tidak membawa piring ketika acara makan kacang hijau, ketika SD beliau di"strap" lagi karena bermain benteng di kelas dan itu berkali-kali. Ketika di SMP beliau di"strap" lagi karena membagi petasan banting dan bermain di kelas. Ketika SMA bahkan menjadi pelopor tawuran, bahkan setamat SMA karena nakal minta ampun, pernah disalib oleh orang tuanya di tiang jemuran dari pagi sampai pagi lagi.

Bang Lendo berkata, "Saya tidak pernah meminta kepada Tuhan, bahwa saya nakal seperti itu, tidak ada orang yang berharap dan bermimpi menjadi nakal"

Ketika kuliah bahkan dipenjara oleh Suharto selama tujuh bulan. Ketika dipenjara beliau merenung, "kenapa harus saya yang nakal, sejak kecil distrap, padahal tidak pernah bermimpi menjadi nakal"

Anda mau tahu mengapa bang Lendo ketika itu dianggap "nakal" luar biasa? Ternyata belau adalah ADHD. Saat itu belum ada alat ukur yang cukup untuk mendeteksi ADHD.
Dalam sebuah milist bahkan ternyata banyak pula Guru dan Pendidik yang tidak memahami gejala ADHD apalagi cara menanganinya.

Berikut adalah sekedar tulisan pengantar diskusi, untuk berbagi pengalaman bila teman-teman menemukan kasus ADHD dan sebagainya.

Mendidik 1.3 Milyar Manusia

Oleh : Ratna Megawangi

MINGGU lalu penulis sempat mengunjungi Lapangan Tiananmen di Beijing. Tempat tersebut memang amat terkenal, karena sempat menjadi perhatian di seluruh dunia ketika terjadi protes mahasiswa terbesar di Republik Rakyat Cina pada Juni 1989. Katanya tempat tersebut selalu ramai, bahkan kalau hari-hari libur sulit bagi kita untuk melihat lantainya karena begitu banyaknya manusia.

Banyak sekali objek menarik yang dapat kita kunjungi di sana, misalnya Mausoleum Mao Tse Tung yang jasadnya masih terlihat segar terbujur, monumen bersejarah, People's House, museum, dan Forbidden City (istana yang dibangun lebih 500 tahun yang lalu).

Namun, ada satu hal yang membuat penulis kagum, yaitu dengan puluhan ribu orang yang berlalu-lalang di tempat yang begitu luas, tidak ada satu pun sampah yang bergeletak di sana. Di seluruh tempat keramaian yang penulis kunjungi di Beijing, tidak sekali pun dapat menemukan sampah tergeletak di jalan. Padahal, manusianya begitu banyak, dan masih banyak penduduk yang miskin.

Membangun Karakter via Pengembangan Bakat

Belum lama ini, saya mendapat kesempatan mengunjungi sebuah sekolah sepakbola di Solo. Sekolah itu oleh sang pendirinya tidak mau disebut sekolah, mereka lebih suka menyebutnya pendidikan. Pendidikan Sepakbola ini didirikan oleh sepasang suami istri yang sudah berusia senja, 14 tahun yang lalu. Mereka adalah pasangan yg mencintai pendidikan dan anak-anak tetapi anehnys mereka sekeluarga sama sekali tidak menyukai olahraga sepak bola walau mereka lulusan STO (sekolah tinggi olahraga).

Awalnya mereka prihatin menyaksikan betapa negeri ini sudah kehilangan nilai dan akhlak mulia. Banyak orang curang, korup, serakah, tidak jujur, suka curang, menjegal dan tawuran. Nilai-nilai dipahami sekedar hafalan dan slogan-slogan kosong.

Di sisi lain, mereka juga melihat karakter kinerja bangsa ini melemah, menjadi pemalas, mudah menyerah, tergesa-gesa, lamban mengambil keputusan, kurang visioner, stamina kendur, gagal menyelesaikan dengan sempurna dsbnya. Mereka melihat semua potret keburukan akhlak di negeri ini terangkum dalam panggung olahraga bernama sepakbola.

Memaknai Kesuksesan Pendidikan

Mungkin kita agak bosan karena seringnya membaca autobiografi banyak tokoh yang dengan bangga menceritakan betapa susahnya masa kecil mereka di desa, lalu dengan perjuangan yang keras dan gigih akhirnya sukses di kota lalu menjadi tokoh dengan sederet atribut gelar. Ukuran suksesnya biasanya menjadi pejabat, konglomerat atau anggota dewan terhormat.

Kesuksesan dimaknakan sebagai keunggulan yang harus ada di pusat-pusat kekuasaan baik level nasional maupun internasional baik manusia maupun produk. istilah-itilah terkait kesuksesan sosial seperti istilah Pemimpin, selalu diidentikan dengan pemimpin dalam arti kekuasaan.

Novel-novel yang laris manis sukses di pasaran, tak terkecuali Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta dan yang baru-baru ini jadi pembicaraan, Lima Menara, adalah sebagian saja cerita anak-anak miskin yang berjuang lalu eksodus dan sukses di Kota Negara atau Kota Dunia. Yang ini malah ukuran suksesnya adalah "Belajar ke Luar Negeri" atau "sukses hidup" di negeri orang. Potret orang sukses adalah potret mereka yang ada di pusat kekuasaan.

Ibu untuk Anak Kita

Kunci untuk melahirkan anak-anak yang tajam pikirannya, jernih hatinya dan kuat jiwanya adalah mencintai ibunya sepenuh hati. Kita berikan hati kita dan waktu kita untuk menyemai cinta di hatinya, sehingga menguatkan semangatnya mendidik anak-anak yang dilahirkannya dengan pendidikan yang terbaik. Keinginan besar saja kadang tak cukup untuk membuat seorang ibu senantiasa memberikan senyumnya kepada anak. Perlu penopang berupa cinta yang tulus dari suaminya agar keinginan besar yang mulia itu tetap kokoh.

Uang yang berlimpah saja tidak cukup. Saat kita serba kekurangan, uang memang bisa memberi kebahagiaan yang sangat besar. Lebih-lebih ketika perut dililit rasa lapar, sementara tangis anak-anak yang menginginkan mainan tak bisa kita redakan karena tak ada uang. Tetapi ketika Allah telah memberi kita kecukupan rezeki, permata yang terbaik pun tidak cukup untuk menunjukkan cinta kita kepada istri. Ada yang lebih berharga daripada ruby atau berlian yang paling jernih. Ada yang lebih membahagiakan daripada sutera yang paling halus atau jam tangan paling elegan.

Guru-Guru Langit


Allah pergilirkan peradaban bangsa-bangsa berupa kebangkitan dan kejatuhan sebagaimana Allah juga pergilirkan kehidupan manusia dari masa ke masa berupa kelahiran dan kematian.

Tiada yang berubah dari kondisi peradaban baik ketika di atas maupun di bawah, kecuali manusia yang merubahnya. Peradaban dan manusia senantisa membutuhkan guru-guru yang memberi narasi-narasi kebangkitan ketika berada pada kegelapan peradaban, dan memberi narasi-narasi keberlangsungan ketika berada pada puncak peradaban.

Peradaban dan Manusia memerlukan Guru sekelas Nabi yang menjadi agen perubah. Manusia memerlukan Guru Manusia, Bumi memerlukan Guru Bumi, Waktu dan Zaman memerlukan Guru Kehidupan.

BUDAYA MENGHAKIMI DAN MENGHUKUM PARA PENDIDIK DI INDONESIA


Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus
sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

.
..Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART IV

Salah satu alasan kurikulum 2006 harus “disempurnakan” adalah : Standard proses pembelajaran dan dokumen pembelajaran kurang rinci, sehingga dapat menimbulkan multi tafsir.
(ada 8 latar belakang yang dikemukakan tentang “penyempurnaan” kurikulum 2006)

Komentar :

Alangkah indahnya jika sekolah dan guru diijinkan untuk menafsirkan kurikulum, agar ada ruang interpretasi dan penyesuaian terhadap situasi dan kebutuhan pendidikan yang beragam.

Ya, agar pendidikan tak menjadi ruang sempit dan pengap, dimana guru dan sekolah hanya diminta untuk menjadi operator pembelajaran yang mekanistik.

Kitab sucipun memiliki ruang sangat luas untuk ditafsirkan. Itulah yang menyebabkan kitab suci selalu mampu beradaptasi dengan ruang, waktu, situasi, kondisi dan peristiwa. Itulah yang menyebabkan kitab suci tak perlu mengalami revisi dan “penyempurnaan” sampai hari kiamat.

Yang jelas, ini menunjukkan dengan sangat fatal bahwa sedang terjadi “gerakan regulasi pendidikan” yang bertentangan dengan semangat deregulasi yang dicanangkan oleh UU Sisdiknas No. 20/2003

Oh ya, jika kurikulum baru ini dimaksudkan sebagai penyempurnaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP), kenapa dinamakan Kurikulum 2013 ya ??? Kenapa tidak dinamakan Kurikulum 2006-R (Revised) ya ???

Bukankah Kurikulum 1997 disebut sebagai Kurikulum 1994-R ???

BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART III

Tim penyusun draft Kurikulum 2013 berkata : “Seharusnya kompetensilah yang menentukan mata pelajaran, bukan mata pelajaran yang menentukan kompetensi”
Komentar :

TEPAT SEKALI !!!

Tapi, kenapa pemerintah malah mengatur dan menetapkan mata pelajaran ???

Kenapa pemerintah tak menetapkan Target Kompetensi Nasional saja, dan biarkan sekolah menentukan mata pelajaran yang cocok ???

Lalu kenapa pemerintah masih ngotot memaksakan Ujian Nasional sebagai evaluasi berbasis mata pelajaran, bukan evaluasi berbasis kompetensi ???

Dan seharusnya pemerintah juga sadar bahwa kompetensilah yang mengatur metode, bukan metodelah yang mengatur kompetensi. Sehingga, seharusnya pemerintah tak perlu mengatur dan menstandardisasi metode pembelajaran

Dan seharusnya pemerintah juga sadar bahwa kompetensilah yang mengatur jumlah jam pembelajaran, bukan jumlah jam pembelajaran yang mengatur kompetensi. Sehingga, seharusnya pemerintah tak perlu mengatur dan menstandardisasi jumlah jam pembelajaran

BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART II


Mendikbud berkata : “Kurikulum 2013 memang harus ditekankan kepada pendidikan karakter, untuk meyiapkan manusia Indonesia 15 sd 20 tahun ke depan yang menuntut manusia yang berkarakter kuat”.
Komentar :

Sangat Setuju !!!

Masalahnya : Apakah karakter tersebut perlu diseragamkan ? Apakah karakter itu hasil bentukan sekolah, atau hasil didikan di rumah ?

Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan rawan bencana adalah ketangguhan dan daya pulih ?

Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan rawan konflik adalah toleransi dan harmoni ?

Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan kaya adalah empati dan kedermawaan ?

Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan miskin adalah hasrat untuk berubah dan daya juang ?

Lalu, kenapa harus diseragamkan ?

Yang akan dibentuk oleh kurikulum 2013 apakah personality character atau vocational character ?

Jika personality character, bukankah rumah dan masyarakat adalah pendidik terbaik ? Tapi, kenapa jam sekolah justru ditambah, sehingga interaksi siswa dengan orangtua dan lingkungan semakin berkurang ?

Ketahuilah, karakter manusia modern melemah sejak ADANYA SEKOLAH REGULER pada awal abad 20, karena fitrahnya sekolah adalah mengajar, bukan mendidik !!!

BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART I

Kata Mendikbud : “Ini bukan ganti menteri ganti kurikulum. Tapi ini sekadar melaksanakan amanat undang-undang dalam rangka penyempurnaan kurikulum”
Komentar :

Mendikbud yang akan datang pun akan membuat kurikulum baru dengan dalih,”Ini bukan ganti kurikulum. Tapi sekadar melaksanakan amanat undang-undang dalam rangka penyempurnaan kurikulum”. Jadi, siap-siaplah menghadapi perubahan kurikulum siklus lima tahunan atas alasan yang sama !!!

Apakah Pak menteri tak bisa membedakan antara penyempurnaan kurikulum dengan perombakan ?

Penyempurnaan adalah apabila sebuah perubahan tak mengganggu core : visi, misi, filosofi, prinsip dan sistem nilai, dan perubahan telah membuat core itu menjadi semakin berdaya.

Perombakan adalah apabila sebuah perubahan telah mengasilkan “DNA” kurikulum yang baru, ketika perubahan dilakukan dengan merombak sendi-sendi yang lama.

Bukankah dengan draft kurikulum baru hak-hak sebuah satuan pendidikan malah berkurang, sesuatu yang justru ingin ditambahkan oleh KTSP (walaupun dengan cara tak jelas) ?

Pada KTSP, pemerintah tak mengatur mata pelajaran dan metode, hanya mengatur SKL, SK dan KD. Sedangkan pada Kurikulum 2013, pemerintah mengatur jumlah dan jenis mata pelajaran, serta mengatur metode dan jam belajar.

bersambung...

Hujan Teraneh: Hujan Laba-Laba, Ikan, Sapi, Ubur-Ubur Katak, darah, ular


Hujan Aneh dalam Al-qur’an

Dalam Al-qur’an, alkisah jaman dahulu kala Fir’aun jika diberi kebaikan dan kemakmuran dari Tuhan, mereka berkata, “Inilah usaha kami.” Manusia zaman sekarang juga ada yang seperti ini, ketika sukses mereka berkata, “Ya, karena usaha saya, saya ini berhasil.” Jika ditimpa kesusahan, kaum Firaun melemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. (QS. 7: 131)


Seolah menantang dan keras kepala, pengikut Firaun berkata, “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.” (QS. 7: 132). Firaun dan pengikutnya yang masih ada hingga sekarang ini meledek bahwa bukti kekuasaan Tuhan yang disampaikan melalui Musa (Moses) dan Harun (Aaron) as. itu sebagai sihir. “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan (thûfân), belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” Q7. Al A'raaf 133

Hujan, umumnya hujan yang seringkali terjadi adalah hujan air dan hujan salju. Tergantung di wilayah mana Anda berada.

Hasil Penelitian Terbaru Terungkap Kerja Otak Lebih Aktif Saat Seseorang Berdoa Atau Shalat


Sebuah penelitian medis baru-baru ini mengungkapkan adanya serangkaian perubahan dalam tubuh manusia selama ia dalam keadaan berdoa (shalat) atau meditasi. Menurut penelitian tersebut, perubahan pertama yang tampak adalah adanya integrasi pikiran sepenuhnya dengan alam semesta setelah lima puluh detik memulai doa (shalat) atau meditasi.

Studi yang dilakukan oleh Ramchandran, seorang peneliti Amerika, bersama-sama dengan sekelompok peneliti lainnya menunjukkan bahwa laju pernapasan dan konsumsi oksigen dalam tubuh manusia berkurang selama doa (shalat) dalam kisaran antara 20 dan 30%, di samping resistensi kulit meningkat dan darah tinggi lebih membeku.


Hasil penelitian tersebut melaporkan bahwa sebuah gambar yang ditangkap melalui CT scan menunjukkan adanya aktivitas kerja otak yang sangat menakjubkan selama seseorang itu berdoa (shalat). Tercatat bahwa gambar otak seseorang dalam keadaan berdoa (shalat) atau meditasi berbeda dengan 
gambar (otak) dalam keadaan normal.

Sebesar Apa Bumi yg Kita Tempati?


“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar,” (Al Baqarah 255).



Rasanya, Bumi yang kelilingnya 40.000 km ini sudah sangat besar bagi kita. Untuk pergi ke Amerika atau Afrika saja jauh sekali. Apalagi jika sampai harus ke Antartika.Namun besarnya bumi kita ini tidak apa-apanya dengan ciptaan Allah lainnya. Bahkan bintang yang terbesar pun hanya satu titik dibanding Galaksi, Cluster, Super Cluster, Jagad Raya. Di atas semua itu kita harus yakin bahwa Allah pencipta Semesta Alam itu. Dan mari sejenak kita renungkan tentang jagad raya ini.

Pemandangan Alam Bisa Pertajam Konsentrasi

APABILA seseorang bermaksud meningkatkan memori pikiran atau, daya ingat dan konsentrasi, barangkali dalam tulisan ini termasuk salah satu cara yang dapat dilakukan, yaitu memasang gambar pemandangan atau taman yang indah dalam kamar tidur atau kantor.

Lebih bagus lagi jika benar-benar berada di luar ruangan, di alam bebas jalan-jalan, berkeliling di taman-taman kurang lebih satu jam. Tetapi syukurlah, kalau ada jendela yang membingkai suatu pemandangan indah di luar kediaman yang dapat dipandangi.

Jika tidak puas dengan pekerjaan, dan mengalami kesulitan untuk tetap fokus, atau di kala sedang memusatkan pikiran mulai terputus-putus beberapa saat, bahkan diwarnai dengan gangguan ataupun terinterupsi membayangkan makanan misalnya. Pada titik ini seseorang itu memerlukan sesuatu yang disebut Attention Restoration Theory (ART) untuk mengembalikan fokus perhatian.

Membangun Mimpi dari Kampung Rama-rama

“Ibu, bagaimana kami bisa berkreasi dalam mengajar, jika kami hanya dituntut meluluskan anak 100% dalam Ujian Nasional (UN)? Apa yang harus kami lakukan?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu kerap diterima Dewi Utama Faizah dari para guru. Kebijakan pendidikan yang dibuat Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), menurutnya, banyak yang baik. Hanya, filosofinya kurang dipahami sehingga hasilnya jauh dari nilai kebajikan dan keindahan hidup.

Di tengah kondisi ini, tak sedikit pihak yang mendukung Dewi untuk mengembalikan hakikat pendidikan. Bahwa pendidikan itu harus berawal dari ranah domestik agar cita-cita kemanusiaan melalui kegiatan yang bermanfaat dapat terpakai dalam kehidupan sehari-hari.

Hakikat pendidikan itu, kata Dewi, sangat sederhana; mewujudkan manusia yang mampu berkreativitas di berbagai bentuk lapangan penghidupan. Jadi, tak sekadar menghasilkan tenaga kerja usai menempuh pendidikan, seperti yang selama ini terjadi.

Masalahnya adalah Sekolah


Prof. Daniel Mohammad Rosyid
Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur 

Banyak orang tidak mengira bahwa masalah yang paling serius dalam pendidikan Indonesia saat ini justru terlalu banyak sekolah. Masalah ini muncul saat kita mulai menyamakan pendidikan dengan persekolahan. Wajib belajar diartikan wajib sekolah. Ada asumsi kuat bahwa semakin lama bersekolah pasti makin baik karena semakin terdidik.
Oleh karena itu semakin banyak sekolah didirikan, dan semakin banyak anggaran digelontorkan di sektor endidikan dengan harapan masyarakat akan semakin terdidik. Orang dengan gelar makin panjang berarti makin kompeten dan terdidik.

Padahal yang semakin kita lihat di lapangan justru sebaliknya : tawuran pelajar dan antar-warga makin sering terjadi, pornografi dan narkoba merajalela, intoleransi meningkat, korupsi merebak di mana-mana. Semakin banyak anggota DPR dan birokrat dengan gelar master dan doktor, bahkan profesor, tapi DPR adalah lembaga paling korup.

Siapa Bilang Anak Desa Sulit Belajar

Jika dianggap bahwa desa - kota sebuah wilayah budaya dan lingkungan, maka dipastikan karakter anak desa berbeda dengan anak kota. Karena lingkungan dan budayanya membentuk cara belajar & cara mengerti secara berbeda. Pembagiannya antara desa-kota, sebaiknya jadi tiga wilayah, yaitu : kota - daerah penyangga kota (sub urban) - dan desa.

Jika ada pendapat bahwa siswa "pinggiran" yang 'sulit' belajar dari kalangan ekonomi bawah, tidak sepenuhnya benar. pertama, anak anak itu merupakan produk budaya penyangga (sub urban), yaitu budaya yang melahirkan generasi yang keras, dan gamang antara kemajuan kota ddan tradisi pedesaan. Dalam diri seorang anak sub urban, bercampur 2 sistem nilai yang saling bertarung. Daerah penyangga kota, adalah daerah yang menerima ampas/residu peradaban kota. Kriminalitas, krisis identitas, disorientasi diri, dan sejenisnya biasanya cukup kental pada masyarakat seperti ini.

Menuai Masalah di Hari Esok

Tidak ada yang menyangkal bahwa mayoritas orang yang tinggal di daerah perkotaan Indonesia saat ini telah menikmati kehidupan yang jauh lebih baik. Apalagi bila anda kalangan kelas menengah. Bensin murah, listrik bisa dicuri, uang negara atau uang perusahaan bisa dengan mudah dipat-gulipatkan, penjualan naik terus, berwirausaha banyak yang mendukung, mau jadi presiden tinggal berucap, marah mudah, bebas berbicara, bahkan pelaku korupsi pun bisa memberi keterangan pers sambil tersenyum. Sekalipun harga pangan sudah termahal di dunia, kita bisa tetap makan enak. Dan meski harga properti naik terus, pembelinya tetap banyak.

Dengan segala kenikmatan itu, perilaku orang Indonesia telah berubah dalam segala sektor kehidupan. Penjualan sepeda motor di akhir tahun 2012 turun, konon karena kebijakan Bank Indonesia (15/3/2012) tentang batas minimal uang muka kredit. Namun penjualan mobil (2012) naik cukup signifikan.

Anak Tuna Netra Penghafal Qur'an


Ungkapan Mulia Seorang Anak Penghafal Qur’an Ini Bikin Air Mata Pemirsa-Penyiar TV Tumpah!

Penyiar TV Arab Saudi Al-Wathan mewawancarai anak istimewa ini. Seorang anak laki-laki tunanetra penghafal Al-Qur’an dari Mesir yang berusia 11 tahun.

Dalam wawancara itu penyiar TV Al-Wathan menanyakan perihal bagaimana ia belajar Al-Qur’an dan kebutaannya.

Semangatnya untuk menghafal ayat-ayat Allah yang mulia membuat langkah kakinya ringan untuk pergi ke tempat gurunya.

“Saya yang datang ke tempat syaikh,” katanya. “Berapa kali dalam sepekan?” tanya penyiar TV. “Tiga hari dalam sepekan,” jawabnya.

Jawaban anak ini kian membuat terkejut ketika anak ini memberitahu penyiar bahwa Syaikh yang mengajarinya Al-Qur’an hanya mengajarinya satu ayat per hari.

“Pada awalnya hanya satu hari dalam sepekan. Lalu saya mendesak beliau dengan sangat agar ditambah harinya, sehingga menjadi dua hari dalam sepekan. Syaikh saya sangat ketat dalam mengajar. Beliau hanya mengajarkan satu ayat saja setiap hari,” ujarnya.

Kita Tidak Butuh Sekolah, Apalagi Kurikulum

Kemendikbud telah menyiapkan Kurikulum 2013 yang diklaim sebagai penyempurnaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diluncurkan pada tahun 2006 lalu. Benarkah demikian? Hemat saya KTSP secara konsep jauh lebih baik, tapi dibiarkan gagal oleh Kemendikbud sendiri dengan tidak menyiapkan guru yang cakap dalam jumlah yang memadai.

Kurikulum 2013 dinyatakan sebagai respons terhadap perkembangan mutakhir sekaligus hasil sigi internasional seperti PISA, TIMSS dan PIRLS yang menempatkan warga muda Indonesia di papan bawah komunitas global di bidang matematika, sains, dan ketrampilan membaca.

Hemat saya, wacana Kurikulum 2013 berpotensi menyembunyikan dua akar masalah pokok pendidikan Indonesia saat ini, yaitu tata kelola pendidikan yang buruk (poor education governance) dan guru yang tidak kompeten. Otak-atik kurikulum jauh lebih gampang dan enak daripada memperbaiki tata kelola pendidikan dan menyiapkan guru yang kompeten.

Guru dan Perubahan

Tak dapat disangkal, guru merupakan sosok penting yang mengawal perubahan di awal abad XXI.

Guru berpikir jauh ke d epan, bukan terbelenggu ilmu masa lalu, sebab tak banyak orang yang melihat anak-anak telah hidup di sebuah peradaban yang berbeda dengannya. Sementara kurikulum baru yang belum tentu sempurna sudah dihujat, kaum muda mengatakan kurikulum lama sudah tidak relevan mengisi masa depan mereka.

Untuk pertama kali dalam sejarah, dunia kerja dan sekolah diisi empat generasi sekaligus, generasi kertas-pensil, generasi komputer, generasi internet, dan generasi telepon pintar. Terjadi celah antargenerasi, ”tulis dan temui saya” (generasi kertas), ”telepon saja” (generasi komputer), ”kirim via surel” (generasi internet), tetapi generasi terbaru mengatakan, ”Cukup SMS saja”. Yang tua rapat dengan perjalanan dinas, yang muda pakai skype.

Generasi kertas bersekolah dalam sistem linier terpisah-pisah antarsubyek, sedangkan kaum muda belajar integratif, lingkungannya dinamis, bersenang- senang, dan multitasking. Sekolah bahkan tidak lagi memisahkan kelas (teori) dari lab.

Generasi Z

Anak-anakku, generasi Z (catatan dari tetralogy seminar supermoms)

Membesarkan anak-anak generasi Z, yang lahir di tahun 2000an, tentu berbeda dengan generasi kita, ayah-bundanya. Saat kita masih kecil, tv yang ada hanya tvri. Tidak ada internet, tv kabel, games, ipad, handphone, blackberry dan lain sebagainya. Jadi kalau kita masih memakai cara yang digunakan orangtua kita dulu untuk mengasuh anak-anak kita sekarang, jelas ga nyambung dong. Atau kalau kata ibu elly risman, “basi lo!!”.

Hari Sabtu, 1 September 2012 yang lalu, saya mengikuti seminar yang diadakan oleh supermoms, dengan tema “Membesarkan anak tangguh di era digital”. Meskipun pernah baca beberapa materi bu Elly Risman dan ga terlalu asing dengan fakta-fakta yang beliau sampaikan, tapi saya tetap shock, kaget dan berkali-kali nangis. Cara Bu Elly menyampaikan materinya, seolah-olah seperti ibu yang menasehati anak, suksesss masuk ke dalam hati dan bikin mata basah. “Tolong jaga cucu-cucu saya ya nak”, katanya beberapa kali, huhuuu gimana ga mewek coba.

Anak Sebagai Pembaca yang Cerdas

“Dunia anak adalah sesuatu yang selalu segar, sesuatu yang selalu baru, selalu indah, penuh dengan keingintahuan dan kegembiraan”. - Rachel Carson
Membaca adalah suatu kemampuan manusia, yang membedakan manusia dari makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Pertama kali sesaat bayi dilahirkan, ia berusaha menangkap dan merangkai makna dari berbahasa. Mereka mencoba mencari tahu bagaimana semua itu bisa bekerja. Mereka ber-ulah dengan aneka suara tangis, rengekan manja, dan meluapkan amarah melalui bahasa tangis yang mereka mampu lakukan dengan aneka ulah dan gaya mereka yang unik. Reaksi lingkungan terutama orangtua sangatlah mereka harapkan dan kelak akan menentukan kualitas mereka sebagai manusia. Mengembangkan berbahasa mereka dengan cara bereaksi terhadap bahasa tangis tersebut merupakan titik- anjak pengasuhan yang sangat fundamental. Dari sanalah kemudian mereka akan mengembangkan insting belajar mereka sebagai anak manusia, senantiasa mereka terus-menerus bereksplorasi dengan lingkungan menggunakan semua inderawi yang dimiliki.

12 Ciri Orang Terdidik

Posting ini saya ambil dari tulisan John Taylor Gatto dari situs Yes! Magazine. Sedangkan tulisan John Taylor Gatto ini sendiri sebenarnya diadaptasi dari bukunya yang berjudul “Weapons of Mass Instruction”.

Apakah ciri orang terdidik? Apakah ia memiliki gelar kesarjanaan dari perguruan tinggi terkemuka? Atau ia memiliki nilai rata-rata Ujian Nasional di atas 9 untuk tiap mata pelajaran? Ataukah ia adalah orang yang rajin belajar Matematika (karena kalau demikian ia pasti rajin belajar yang lain juga, menurut Jusuf Kalla)?

Menurut John Taylor Gatto, bukan itu semua. John Taylor Gatto adalah seorang guru dengan pengalaman mengajar di sekolah formal selama 30 tahun di kota New York, dan bahkan ia pernah memenangkan gelar penghargaan tahunan Guru Terbaik di negara bagian New York.

Namun pengalaman mengajarnya justru membuat ia sadar bahwa murid seharusnya menghabiskan waktu lebih banyak di luar kelas daripada di dalam. Membangun karakter dan bergaul dengan komunitas jauh lebih berharga daripada belajar dari textbook atau mengikuti jadwal pengajaran yang kaku.

SEKOLAH DI JEPANG VS SEKOLAH DI INDONESIA

Anak saya bersekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) kota Tokyo, Jepang. Pekan lalu, saya diundang untuk menghadiri acara “open school” di sekolah tersebut. Kalau di Indonesia, sekolah ini mungkin seperti SD Negeri yang banyak tersebar di pelosok nusantara. Biaya sekolahnya gratis dan lokasinya di sekitar perumahan.

Pada kesempatan itu, orang tua diajak melihat bagaimana anak-anak di Jepang belajar. Kami diperbolehkan masuk ke dalam kelas, dan melihat proses belajar mengajar mereka. Saya bersemangat untuk hadir, karena saya meyakini bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari bagaimana bangsa tersebut mendidik anak-anaknya.