Cara Mengembalikan File Yang Ter-Delete Atau Terhapus Komputer


Pengguna komputer seringkali tidak sengaja menghapus file-file yang mereka simpan karena serangan virus atau bug lalu bingung memulihkan file-file itu.

"Tak perlu panik. Ada kemungkinan file-file Anda masih utuh, di suatu tempat di cakram (data). Dan jika Anda bertindak cepat maka Anda mungkin dapat memulihkan semuanya," sebut Mike Williams dari TechRadar.

Berikut 10 aplikasi pemulih file-file yang telah terhapus di hard-disk:

1. Recuva Free. Aplikasi ini tersedia dalam versi portable. Aplikasi itu akan bertanya jenis file apa yang dicari dan di mana harus dicari sebelum memindai sistem komputer secara menyeluruh.

2. Undelete 360. Aplikasi gratis ini tidak mempunyai sejumlah fitur bermanfaat seperti penyaring file, penampil file, dan lainnya. Tapi, Undelete 360 tidak membatasi jumlah file yang dapat dipulihkan.

ANAK KITA ATAU SEKOLAHNYA YANG BERMASALAH ?

Keluarga Indonesia yg berbahagia,

Ternyata anak-anak kita itu dirancang dengan kekuatan dan kecepatan berpikir yg sangat tingkat tinggi, jika dibandingkan dengan Prossesor (otaknya) Komputer mungkin setara dengan Pentium Core I3 atau I5 (Kecepatan tertinggi note book saat ini) atau bahkan lebih hebat lagi.

Namun sayangnya kekuatan dan kecepatan para orang tua dan guru sering kali berada jauh di bawah itu semisal komputer ada di kecepatan Pentium 3 atau mungkin malah dibawahnya lagi (kecepatan komputer 10-20 tahun yang silam).

Di dunia komputer kecepatan prossesornya (otak komputer) selalu di tambah (di up grade) hampir setiap tahunnya. Sementara kecepatan otak orang tua dan guru sangat jarang sekali mendapatkan up grade (penambahan melalui pelatihan, seminar, parenting dsb)

Mengenal Anak ADHD

Sejak TK beliau di"strap". Ketika TK, beliau di"strap" karena tidak membawa piring ketika acara makan kacang hijau, ketika SD beliau di"strap" lagi karena bermain benteng di kelas dan itu berkali-kali. Ketika di SMP beliau di"strap" lagi karena membagi petasan banting dan bermain di kelas. Ketika SMA bahkan menjadi pelopor tawuran, bahkan setamat SMA karena nakal minta ampun, pernah disalib oleh orang tuanya di tiang jemuran dari pagi sampai pagi lagi.

Bang Lendo berkata, "Saya tidak pernah meminta kepada Tuhan, bahwa saya nakal seperti itu, tidak ada orang yang berharap dan bermimpi menjadi nakal"

Ketika kuliah bahkan dipenjara oleh Suharto selama tujuh bulan. Ketika dipenjara beliau merenung, "kenapa harus saya yang nakal, sejak kecil distrap, padahal tidak pernah bermimpi menjadi nakal"

Anda mau tahu mengapa bang Lendo ketika itu dianggap "nakal" luar biasa? Ternyata belau adalah ADHD. Saat itu belum ada alat ukur yang cukup untuk mendeteksi ADHD.
Dalam sebuah milist bahkan ternyata banyak pula Guru dan Pendidik yang tidak memahami gejala ADHD apalagi cara menanganinya.

Berikut adalah sekedar tulisan pengantar diskusi, untuk berbagi pengalaman bila teman-teman menemukan kasus ADHD dan sebagainya.

Mendidik 1.3 Milyar Manusia

Oleh : Ratna Megawangi

MINGGU lalu penulis sempat mengunjungi Lapangan Tiananmen di Beijing. Tempat tersebut memang amat terkenal, karena sempat menjadi perhatian di seluruh dunia ketika terjadi protes mahasiswa terbesar di Republik Rakyat Cina pada Juni 1989. Katanya tempat tersebut selalu ramai, bahkan kalau hari-hari libur sulit bagi kita untuk melihat lantainya karena begitu banyaknya manusia.

Banyak sekali objek menarik yang dapat kita kunjungi di sana, misalnya Mausoleum Mao Tse Tung yang jasadnya masih terlihat segar terbujur, monumen bersejarah, People's House, museum, dan Forbidden City (istana yang dibangun lebih 500 tahun yang lalu).

Namun, ada satu hal yang membuat penulis kagum, yaitu dengan puluhan ribu orang yang berlalu-lalang di tempat yang begitu luas, tidak ada satu pun sampah yang bergeletak di sana. Di seluruh tempat keramaian yang penulis kunjungi di Beijing, tidak sekali pun dapat menemukan sampah tergeletak di jalan. Padahal, manusianya begitu banyak, dan masih banyak penduduk yang miskin.

Membangun Karakter via Pengembangan Bakat

Belum lama ini, saya mendapat kesempatan mengunjungi sebuah sekolah sepakbola di Solo. Sekolah itu oleh sang pendirinya tidak mau disebut sekolah, mereka lebih suka menyebutnya pendidikan. Pendidikan Sepakbola ini didirikan oleh sepasang suami istri yang sudah berusia senja, 14 tahun yang lalu. Mereka adalah pasangan yg mencintai pendidikan dan anak-anak tetapi anehnys mereka sekeluarga sama sekali tidak menyukai olahraga sepak bola walau mereka lulusan STO (sekolah tinggi olahraga).

Awalnya mereka prihatin menyaksikan betapa negeri ini sudah kehilangan nilai dan akhlak mulia. Banyak orang curang, korup, serakah, tidak jujur, suka curang, menjegal dan tawuran. Nilai-nilai dipahami sekedar hafalan dan slogan-slogan kosong.

Di sisi lain, mereka juga melihat karakter kinerja bangsa ini melemah, menjadi pemalas, mudah menyerah, tergesa-gesa, lamban mengambil keputusan, kurang visioner, stamina kendur, gagal menyelesaikan dengan sempurna dsbnya. Mereka melihat semua potret keburukan akhlak di negeri ini terangkum dalam panggung olahraga bernama sepakbola.

Memaknai Kesuksesan Pendidikan

Mungkin kita agak bosan karena seringnya membaca autobiografi banyak tokoh yang dengan bangga menceritakan betapa susahnya masa kecil mereka di desa, lalu dengan perjuangan yang keras dan gigih akhirnya sukses di kota lalu menjadi tokoh dengan sederet atribut gelar. Ukuran suksesnya biasanya menjadi pejabat, konglomerat atau anggota dewan terhormat.

Kesuksesan dimaknakan sebagai keunggulan yang harus ada di pusat-pusat kekuasaan baik level nasional maupun internasional baik manusia maupun produk. istilah-itilah terkait kesuksesan sosial seperti istilah Pemimpin, selalu diidentikan dengan pemimpin dalam arti kekuasaan.

Novel-novel yang laris manis sukses di pasaran, tak terkecuali Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta dan yang baru-baru ini jadi pembicaraan, Lima Menara, adalah sebagian saja cerita anak-anak miskin yang berjuang lalu eksodus dan sukses di Kota Negara atau Kota Dunia. Yang ini malah ukuran suksesnya adalah "Belajar ke Luar Negeri" atau "sukses hidup" di negeri orang. Potret orang sukses adalah potret mereka yang ada di pusat kekuasaan.

Ibu untuk Anak Kita

Kunci untuk melahirkan anak-anak yang tajam pikirannya, jernih hatinya dan kuat jiwanya adalah mencintai ibunya sepenuh hati. Kita berikan hati kita dan waktu kita untuk menyemai cinta di hatinya, sehingga menguatkan semangatnya mendidik anak-anak yang dilahirkannya dengan pendidikan yang terbaik. Keinginan besar saja kadang tak cukup untuk membuat seorang ibu senantiasa memberikan senyumnya kepada anak. Perlu penopang berupa cinta yang tulus dari suaminya agar keinginan besar yang mulia itu tetap kokoh.

Uang yang berlimpah saja tidak cukup. Saat kita serba kekurangan, uang memang bisa memberi kebahagiaan yang sangat besar. Lebih-lebih ketika perut dililit rasa lapar, sementara tangis anak-anak yang menginginkan mainan tak bisa kita redakan karena tak ada uang. Tetapi ketika Allah telah memberi kita kecukupan rezeki, permata yang terbaik pun tidak cukup untuk menunjukkan cinta kita kepada istri. Ada yang lebih berharga daripada ruby atau berlian yang paling jernih. Ada yang lebih membahagiakan daripada sutera yang paling halus atau jam tangan paling elegan.

Guru-Guru Langit


Allah pergilirkan peradaban bangsa-bangsa berupa kebangkitan dan kejatuhan sebagaimana Allah juga pergilirkan kehidupan manusia dari masa ke masa berupa kelahiran dan kematian.

Tiada yang berubah dari kondisi peradaban baik ketika di atas maupun di bawah, kecuali manusia yang merubahnya. Peradaban dan manusia senantisa membutuhkan guru-guru yang memberi narasi-narasi kebangkitan ketika berada pada kegelapan peradaban, dan memberi narasi-narasi keberlangsungan ketika berada pada puncak peradaban.

Peradaban dan Manusia memerlukan Guru sekelas Nabi yang menjadi agen perubah. Manusia memerlukan Guru Manusia, Bumi memerlukan Guru Bumi, Waktu dan Zaman memerlukan Guru Kehidupan.

BUDAYA MENGHAKIMI DAN MENGHUKUM PARA PENDIDIK DI INDONESIA


Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus
sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

.
..Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART IV

Salah satu alasan kurikulum 2006 harus “disempurnakan” adalah : Standard proses pembelajaran dan dokumen pembelajaran kurang rinci, sehingga dapat menimbulkan multi tafsir.
(ada 8 latar belakang yang dikemukakan tentang “penyempurnaan” kurikulum 2006)

Komentar :

Alangkah indahnya jika sekolah dan guru diijinkan untuk menafsirkan kurikulum, agar ada ruang interpretasi dan penyesuaian terhadap situasi dan kebutuhan pendidikan yang beragam.

Ya, agar pendidikan tak menjadi ruang sempit dan pengap, dimana guru dan sekolah hanya diminta untuk menjadi operator pembelajaran yang mekanistik.

Kitab sucipun memiliki ruang sangat luas untuk ditafsirkan. Itulah yang menyebabkan kitab suci selalu mampu beradaptasi dengan ruang, waktu, situasi, kondisi dan peristiwa. Itulah yang menyebabkan kitab suci tak perlu mengalami revisi dan “penyempurnaan” sampai hari kiamat.

Yang jelas, ini menunjukkan dengan sangat fatal bahwa sedang terjadi “gerakan regulasi pendidikan” yang bertentangan dengan semangat deregulasi yang dicanangkan oleh UU Sisdiknas No. 20/2003

Oh ya, jika kurikulum baru ini dimaksudkan sebagai penyempurnaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP), kenapa dinamakan Kurikulum 2013 ya ??? Kenapa tidak dinamakan Kurikulum 2006-R (Revised) ya ???

Bukankah Kurikulum 1997 disebut sebagai Kurikulum 1994-R ???