Benarkah Makin Berat, Makin Hebat?

Oleh Rhenald Kasali*)

Sebagian besar pembaca mungkin dibesarkan dalam kultur ekonomi sulit, sehingga kaya berbagai peribahasa, seperti: hemat pangkal kaya dan rajin pangkal pandai. Kita bermain layang-layang, menangkap belut,bermain bersama anak-anak kampung dengan tiada henti canda, tawa,dan keringat.

Bagaimana anak-anak sekarang? Lahan kosong berganti menjadi kebun sawit atau perumahan mewah.Tak ada lagi lapangan badminton, arena bermain layang-layang dan air yang mengalir bening. Tapi anak-anak punya mainan baru, Facebook,Twitter,Online Games, warung internet,dan bimbingan belajar.

Pergaulan fisik diganti dunia maya, statistik, dan ilmu berhitung diganti kalkulator dan software. Dulu kita hanya belajar sembilan mata pelajaran, sehingga masih banyak waktu untuk bermain. Bagaimana anakanak kita? Bukannya dikurangi, melainkan semakin hari yang dipaksakan masuk ke dalam otak anak-anak kita semakin banyak.

Berhentilah Sekolah Sebelum Terlambat

Oleh : Asih Subagyo

Assalamu'alaikum
Judul postingan kali ini sepertinya terlihat kontroversial. Namun apa sebenarnya yang ingin penulis berikan, sungguh sangat menggugah kita. Silakan simak.

Jika orientasi pendidikan adalah untuk mencetak tenaga kerja guna kepentingan industri dan membentuk mentalitas pegawai-katakanlah hingga dua dekade ke depan-yang akan dihasilkan adalah jutaan calon penganggur.
Sekarang saja ada sekitar 750.000 lulusan program diploma dan sarjana yang menganggur. Jumlah penganggur itu akan makin membengkak jika ditambah jutaan siswa putus sekolah dari tingkat SD hingga SLTA. Tercatat, sejak 2002, jumlah mereka yang putus sekolah itu rata-rata lebih dari 1,5 juta siswa setiap tahun. Dalam “kalimat lain”, ada sekitar 50 juta anak Indonesia yang tak mendapatkan layanan pendidikan di jenjangnya.

Jadi, untuk apa sebenarnya generasi baru bangsa bersekolah hingga ke perguruan tinggi? Jika jawabannya agar mereka bisa jadi pegawai, fakta yang ada sekarang menunjukkan orientasi tersebut keliru. Dari sekitar 105 juta tenaga kerja yang sekarang bekerja.lebih dari 55 juta pegawai adalah lulusan SD! Pemilik diploma hanya sekitar 3 juta orang dan sarjana sekitar 5 juta orang.



Bagaimana Rasulullah Mendidik Anak?

Keberhasilan dalam pendidikan tidak terlepas dari sebuah sistem atau metode yang digunakan. Pemilihan metode yang tepat akan membawa kepada keberhasilan dalam mendidik, begitu juga sebaliknya. Pandangan ini juga benar-benar dipegang oleh Nabi Muhammad saw. Generasi terbaik (khoirul kharni) para sahabat alaihim assalam adalah contoh nyata tak terbantahkan keberhasilan pendidikan yang di Nabi saw. Berikut ini adalah urain singkat mengenai metode yang dipakai oleh Nabi saw dalam mendidik .

1. Lemah Lembut
Allah berfirman “maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, tentulah meraka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka, dalam urusan itu.” (Qs Al Imran: ).

Belajarlah Berkata Jujur

Oleh Harry Santosa

Pada suatu hari Dr. Arun Gandhi cucu dari mendiang Mahatma Gandhi pernah menceritakan satu kisah dalam hidupnya yang sungguh mengesankan.

Pagi itu setelah kami tiba ditempat konferensi; ayah berkata kepada saya; ”
Arun, jemput ayah di sini ya, nanti jam 5 sore. Dan kita akan pulang bersama-sama.” Baik ayah, saya akan berada di sini tepat jam 5 sore. Jawab saya dengan penuh keyakinan."
Setelah itu saya segera meluncur untuk menyelesaikan tugas yang dititipkan ayah dan ibu kepada saya satu persatu. Sampai akhirnya hanya tinggal satu pekerjaan yang tersisa yakni menunggu mobil selesai dari bengkel. 

Mengenangmu,Ukhtiku pejuang sejati...

Oleh Hayu Arviani

7 Muharam 1420 H

Angin dingin Menusuk tulang. Membekukan Gaza dengan segala kegalauan. Gerimis turun menyapa keheningan. Mengencerkan ceceran darah, di sepanjang jalan. Mengusir asap kepedihan yang mengepul, dari bangunan yang telah menjadi puing.
Kupandangi lagi ukhti di hadapanku. Wajah cantiknya menyembul dari balik jendela yang setengah rusak. Ia tampak lusuh. Wajahnya berdebu dan jilbabnya kumal, compang-camping dan terkena percikan darah di sana-sini. Meski lelah, wajah itu tetap keras tak berubah. Cantik. Secantik rembulan. Dingin. Sedingin tiupan angin malam ini. Hatinya tersayat. Sepucuk senjata ada dalam genggamannya. Setetes air bergulir di pipinya.

Belajar Berdasarkan Jenis Kecerdasan

Oleh Harry Santosa di Millenial Learning Center


Menurut teori Kecerdasan Majemuk, setiap jenis kecerdasan memiliki metode/cara belajar yang berbeda-beda. Bukan berarti mereka tak bisa menerima metode/cara belajar yang lain. Tetapi, cara belajar tertentu memberikan penyerapan yang lebih baik bagi mereka. Inilah metode/cara belajar anak berdasarkan jenis-jenis kecerdasannya ("Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah", Thomas Armstrong)

*Metode Belajar Anak Cerdas Bahasa* 

* kuliah
* diskusi kelompok besar maupun kecil
* buku-buku umum
* kertas kerja
* buku pedoman
* brainstorming
* menulis
* permainan kata-kata
* sharing
* pidato siswa
* bercerita
* kaset/CD dan audiobook
* bicara di depan umum secara spontan
* debat
* menulis jurnal
* deklamasi
* membaca untuk diri sendiri
* membaca di depan kelas
* menghafalkan fakta-fakta linguistik
* merekam pembicaraan/pidato/wawancara
* menggunakan word processor
* publikasi (membuat majalah dinding) 

Komunikasi Aktif Antara Orangtua dan Anak

Ketika menghadapi lawan bicara yang bermasalah, kita perlu untuk break sebentar dan bertanya pada diri sendiri “Masalah siapakah ini ?“

Kita tidak mungkin menjadi Super Problem Solver, semua kita coba untuk kita tangani sendiri sehingga akhirnya anak tidak belajar untuk mandiri. Anak tidak bisa menalikan sepatunya, ibu yang akan membantu. Anak bertengkar dengan temannya, ibu akan segera mendatangi anak itu bahkan mungkin orangtuanya untuk menyelesaikan masalah. Anak tidak bisa masuk ke sekolah favorit, orang tua akan menggunakan segala cara agar si anak dapat memasuki sekolah tersebut. 

Apa Saran Anda Bagi Orangtua Remaja Generasi Milenium?

Orangtua para remaja milenium (yaitu anak-anak yang lahir pada dan setelah thn 1982) sangat kebingungan. Para ibu dan ayah tersebut telah memberikan waktu dan perhatian lebih besar bagi anak-anak mereka daripada yg pernah mereka dapatkan dulu, namun tampaknya usaha-usaha tersebut tidak dihargai. Adalah benar mengatakan setiap generasi orangtua tidak merasa nyaman dengan keberadaan anak remaja mereka. Khususnya pada masa sekarang, anggapan itu terasa lebih mengena. Orang tua kita dulu mungkin merasa aneh melihat Elvis dan Beatles, Debby Boone atau Andy Gibb, tapi orangtua sekarang sungguh tidak dapat mengerti bagaimana remaja2 mereka begitu gampang terhibur tapi juga cepat bosan, menerima begitu banyak informasi tapi tetap tidak bijaksana, begitu dimanja tapi tidak dapat diberi kepercayaan.

Penilaian berkelanjutan – menyenangkan bukan menakutkan

Berdasarkan pengalaman saya mengajar siswa junior (6 – 11 tahun) dan siswa senior (11 – 16 tahun) saya menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam cara mereka menyikapi test. Contohnya, siswa yang lebih dewasa cenderung menyikapi test yang akan dihadapi dengan rasa cemas dan takut, sementara siswa yang lebih muda menunjukan rasa senang dan gembira karena mereka dapat menunjukan apa yang telah mereka pelajari. Hal ini tidak mengagetkan karena pada kenyataannya, hasil dari test siswa senior memiliki konsekuensi yang lebih serius ditambah dengan tekanan tambahan berupa ekspektasi dari orang tua dan guru.

Mengajarakan Vocabulary

Bapak dan Ibu guru yang mulia. Kali ini kami postingkan sebuah artikel tentang bagaimana cara mengajarkan vocabulary kepada peserta didik. Minimnya penguasaan siswa terhadap anak didik terhadap kosa kata bahasa Inggris selalu menjadi alasan mengapa anak didik di Indonesia demikian pasif. Sekolah Islam Terpadu harus menjadi pionir untuk menumbuhsuburkan pelajar yang mampu menggunakan bahasa asing dalam keseharian mereka. Dalam artikel ini kita akan membahas hal-hal yang perlu diajarkan ketika mengajarkan vocabulary, serta cara-cara mempresantasikan dan mengajarkan vocabulary. 
  1. Pengenalan 
  2. Apa yang mungkin dibutuhkan siswa 
  3. Cara mempresentasikan vocabulary 
  4. Cara alternative untuk mengajarkan vocabulary 

Antara Anak Berbakat, Gifted, Talented, Cerdas, dan Genius Sering Membingungkan

Sebutan anak berbakat di Indonesia sebetulnya mengacu pada istilah Gifted yang biasa digunakan di Amerika, yaitu anak-anak yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata anak-anak normal, dengan batasan menurut Renzuli yaitu IQ di atas 130, dengan kreativitas, motivasi dan ketahanan kerja yang tinggi.

Namun istilah anak berbakat ini di Indonesia menjadi membingungkan dengan istilah talented children yang jika dibahasa Indonesia-kan menjadi juga anak berbakat. Namun batasan talented children ini tidak mengacu pada batasan inteligensia di atas 130, hanya saja ia mempunyai salah satu bidang prestasi yang menonjol yang melebihi rata-rata. Bisa saja seorang anak yang mengalami gangguan inteligensia yang luas seperti misalnya para autis-savant dengan IQ dibawah rata-rata anak normal (kurang dari 80) namun mempunyai talent yang luar biasa. Namun anak ini tidak dapat dikatakan sebagai anak gifted.

Aktivitas Motorik Kasar

Oleh Ervan Navre

Kedua belahan otak itu dijembatani oleh bundel “urat” syaraf yang disebut corpus collosum. Sisi kanan dan kiri tubuh saling berkoordinasi melalui jembatan ini. Aktivitas motorik kasar seperti lompat tali, memanjat, lari, serta aktivitas motorik halus macam menggambar, merenda, membuat origami, dan bikin kue merupakan akitivitas penting bagi proses mielinasi C. collosum. Jalur ini memungkinkan kemampuan berpikir analitis (otak kiri) dan intuitif (otak kanan) untuk saling mempengaruhi. Sejumlah ahli neuropsikologi percaya, buruknya perkembangan jembatan ini mempengaruhi komunikasi efektif antara belahan otak kanan dan kiri. Diduga, inilah penyebab timbulnya kesulitan perhatian dan belajar pada anak.

Anak Cerdas Berawal dari Rumah

JAKARTA-- Anak belajar mengucapkan kata pertama, merangkak, berjalan hingga belajar sopan santun dan yang berkaitan dengan kecerdasan berawal dari rumah. Sebagai tokoh panutan utama, orangtua perlu memahami perkembangan otak si kecil.

Menurut dokter anak spesialis syaraf Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia (FK-UI), Dr Dwi putro Widodo, SpA(K), proses perkembangan otak anak terbagi menjadi dua tahap yaitu pembentukan sinaps (koneksi) dan transmisi sel otak (komunikasi).
.
"Pada tahap pertama sel-sel otak membentuk sinaps, yaitu penghubung antara dua ujung sel-sel yang berbeda. Sedangkan tahap komunikasi adalah tahap dimana adanya penyampaian pesan antar sel otak. Fase ini adalah fase dimana proses pembelajaran dan daya ingat dimulai," paparnya.

Catatan Pendek Dari Sebuah Seminar

Berikut saya posting sebuah tulisan dari Akh Harry Santosa. Semoga bermanfaat.



Kemarin saya diundang dalam sebuah seminar dari sebuah Komunitas untuk membahas mengenai masa depan produksi Minyak dan Gas (Migas). Seminar sehari penuh ini dihadiri tidak kurang dari 200an orang dari berbagai komunitas dan afiliasi baik pengamat, staf BUMN, pelaku industri sampai kepada serikat pekerja dan mahasiswa PetroGas.

Kehadiran saya, selain diundang
 sekjennya yang sama-sama alumni SMNA 8 Jakarta, juga awalnya dipicu oleh ketertarikan saya sesuai profesi, yaitu pada sisi monitoring control manajemen proyek terhadap KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama), yaitu perusahaan2 yang mendapat kontrak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi seperti Chevron, Conoco Philips, Exxon Mobile dsbnya, terkait dengan penggunan dana investasi yang dikeluarkan selama masa eksplorasi dan development sumur. Dana investasi ini (AFE - Authorization for Expenditures) harus dikembalikan ketika sumur sudah mengeluarkan minyak atau gas.

Ibu


Tak salah menjawab tanya: "Siapa orang yang paling kuhormati?" Rasul SAW menjawab: "Ibumu". Tanya:"Siapa lagi" Jawab Rasul: "Ibumu". "Siapa lagi" lanjut tanya. "Ibumu" lanjut Rasul. Siapa lagi?. "Ayahmu", kata Rasul.

Ini kisah nyata tentang Pengorbanan Ibu saat gempa besar di Jepang. Sesudah gempa reda, tim penyelamat melihat sosok tubuh perempuan dicelahcelah reruntuhan. Tetapi posisinya agak aneh: dia berlutut seperti hendak sujud dan dua tangannya ditopang oleh semacam benda. Tampaknya dinding rumahnya ambruk menimpa punggung dan kepalanya. Tim penyelamat berusaha menyelamatkannya, berharap perempuan itu masih hidup. Namun ketika tubuhnya terpegang melalui sebuah celah, penyelamat yakin ia sudah tewas karena tubuhnya terasa dingin dan kaku.


Tim bergegas mencari korban lain; namun pimpinan tim merasa ada dorongan untuk kembali melongok ke reruntuhan itu. sekali lagi ia berusaha menggapai tubuh itu. ia berusaha mengintip ke dalam reruntuhan melalaui celahcelah yg ia perlebar sedikit. Dan mendadak ia berteriak: "Bayi, ada bayi!" Seluruh tim langsung bekerja sama lagi; pelanpelan mereka membongkar reruntuhan. Rupanya ada bayi berusia 3 bulan yang terbungkus selimut dalam pelukan mayat perempuan itu. Jelas sekarang. Wanita itu telah berkorban demi putranya. Dia menggunakan tubuhnya untuk melindungi sang anak. Penyelamat langsung mengambil si bayi. Dokter bergegas memeriksanya. Saat dokter membuka selimutnya, tampak bayi itu seperti tertidur pulas.Jadi saat itu sang bayi memang tidur dan ibu berusaha melindunginya. Dan di dalam selimut itu sang dokter menemukan telpon seluler. ada tulisan dilayarnya. Tertulis: "Jika engkau berhasil selamat, anakku, kau harus ingat bahwa aku mencintaimu." Telpon seluler itu dibaca bergantian oleh semua anggota tim: semuanya memangis.

"...anakku, kau harus ingat bahwa aku mencintaimu." Demikianlah kasih sayang seorang ibu. Bagi kalian yang beruntung masih memiliki ibu, kalian pasti tahu apa yang mesti kalian lakukan...

Memilih Landasan Pendidikan Karakter

Orientasi dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) baru di bawah komando Pak Nuh kepada pendidikan karakter agaknya sudah tepat. Karena problem utama bangsa Indonesia sekarang ini pada hakikatnya bukanlah soal intelektual, melainkan moral yang berpangkal pada karakter.

Kalau soal intelektual tidaklah perlu terlalu diributkan, karena kalau kita serin
g dengar betapa putra-putri kita hampir selalu mendapatkan medali emas untuk olimpiade sains tingkat dunia. Namun yang perlu diperhatikan secara lebih serius adalah problem moral, seperti korupsi, ketidakjujuran, pornoaksi, kriminalitas, dan bahkan terorisme. Dari praktik pendidikan, yang digembar-gemborkan untuk mengatasi problem tersebut adalah dengan memberikan keteladanan yang baik dalam segala hal, baik oleh guru, orangtua, maupun masyarakat.

Model Alternatif Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal

(Diadaptasi dari tulisan Miraj Yusuf Al-farisy)

Pendidikan disadari atau tidak merupakan aspek yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa, semakin berkualitas pendidikan di suatu negara maka akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pula. Paradigma pendidikan juga sangat menentukan keberhasilan suatu proses pendidikan tersebut, oleh karena itu kebijakan mengenai pendidikan yang dilakukan oleh suatu negara harus memiliki paradigma yang sesuai dengan kebutuhan rakyat dan keadaan zaman agar mampu menghasilkan SDM yang berkualitas.
Pendidikan secara konstitusional, merupakan hak dasar bagi setiap rakyat, di mana proses pelaksanaannya dijamin oleh pemerintah. Diaturnya hak atas pendidikan dalam konstitusi, secara nyata memiliki makna akan sentralnya peran pendidikan dalam dinamisasi kehidupan bernegara. Pendidikan merupakan satu kesatuan utuh dalam konteks upaya peningkatan kualitas kehidupan. Hal tersebut dapat dilihat dari keberadaan pendidikan sebagai faktor yang sentral dalam parameter penilaian tingkat kemajuan suatu bangsa. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan akan mempengaruhi kualitas SDM suatu Negara.

Teori-Teori Belajar

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.
A. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.