(Diadaptasi dari tulisan Miraj Yusuf Al-farisy)
Pendidikan disadari atau tidak merupakan aspek yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa, semakin berkualitas pendidikan di suatu negara maka akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pula. Paradigma pendidikan juga sangat menentukan keberhasilan suatu proses pendidikan tersebut, oleh karena itu kebijakan mengenai pendidikan yang dilakukan oleh suatu negara harus memiliki paradigma yang sesuai dengan kebutuhan rakyat dan keadaan zaman agar mampu menghasilkan SDM yang berkualitas.
Pendidikan secara konstitusional, merupakan hak dasar bagi setiap rakyat, di mana proses pelaksanaannya dijamin oleh pemerintah. Diaturnya hak atas pendidikan dalam konstitusi, secara nyata memiliki makna akan sentralnya peran pendidikan dalam dinamisasi kehidupan bernegara. Pendidikan merupakan satu kesatuan utuh dalam konteks upaya peningkatan kualitas kehidupan. Hal tersebut dapat dilihat dari keberadaan pendidikan sebagai faktor yang sentral dalam parameter penilaian tingkat kemajuan suatu bangsa. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan akan mempengaruhi kualitas SDM suatu Negara.
Sentralisasi kebijakan pendidikan pada masa Orde baru sampai saat ini merupakan satu faktor yang turut mengambil peran dalam permasalahan ini. Akibat dari kebijakan pendidikan yang sentralistik tersebut adalah lemahnya SDM hasil pendidikan. Setidaknya SDM tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi daerah dan tidak memiliki wawasan global.
Padahal daerah bisa merancang kurikulumnya sendiri berbasis potensi daerah tersebut. Sebenarnya Kebijakan diterapkannya KTSP juga didorong oleh adanya tuntutan yang kuat dari masyarakat untuk mendapatkan otonomi dalam pengembangan dan pengelolaan pendidikan, yang secara otomatis termasuk di dalamnya menyangkut aspek kurikulum. Dengan kata lain, dengan KTSP telah dilakukan desentralisasi pengembangan kurikulum, yang selama ini dilakukan oleh pusat kurikulum secara sentralistik sekarang diserahkan kepada wilayah masing-masing, bahkan kepada tingkat satuan pendidikan (sekolah).
Dengan menerapkan KTSP diharapkan setiap sekolah paling tidak suatu daerah dapat benar-benar memperhatikan kondisi daerahnya masing-masing, baik kondisi lingkungan fisik, sosial, maupun budayanya.
Mereka dapat melestarikan dan mengembangkan berbagai budaya daerahnya dengan memasukkannya sebagai bagian dari kurikulum, apakah itu dijadikan sebagai isi / materi yang secara khusus dipelajari dalam bentuk mata pelajaran maupun hanya sebagai sumber belajar. Sekolah dapat menjadikan lingkungan fisik dan sosialnya sebagai sumber belajar yang sangat kaya, untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep disiplin ilmu tertentu, dan sekaligus mengenalkan siswa dengan lingkungannya, agar mereka tidak terasing dengang lingkungannya.
Lebih jauh tentunya melalui KTSP, kita memberi bekal kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang dibutuhkan oleh lingkungan sekitar, sehingga pada akhirnya siswa dapat berkiprah dan berpartisipasi dalam melakukan pembangunan daerahnya; mereka menjadi putra daerah yang tidak perlu berurbanisasi untuk mencari pekerjaan ke tempat lain (kota), karena mereka dapat bekerja dan mengembangkan potensi daerahnya masing-masing.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (PP No. 19/2005). Artinya KTSP yang disusun oleh suatu sekolah bisa berbeda dengan KTSP sekolah lain, karena masing-masing sekolah memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, KTSP bisa juga disebut sebagai kurikulum lokal. Hal ini juga ditunjukkan oleh prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam pengembangan KTSP, yang diantaranya berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya; Beragam dan terpadu; Relevan dengan kebutuhan kehidupan; dan Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Sebagai contoh, eksistensi masyarakat adat Tengger merupakan satu gambaran komunitas yang secara nyata merefleksikan ketidak mampuan sistem pendidikan untuk mengakomodasi secara utuh amanah konstitusi dalam konteks persamaan hak dalam pendidikan.
Tengger yang merupakan satu khasanah kekayaan alamiah Propinsi Jawa Timur, sudah selayaknya mendapatkan perhatian khusus dalam penanganan permasalahan peningkatan kualitas kehidupannya. Masyarakat adat Tengger yang cenderung terisolasi, mengingat pada umumnya tinggal di dataran tinggi yang jauh dari pusat pemerintahan, sangat minim akses terhadap pendidikan. Hal tersebut berimplikasi terhadap lemahnya kualitas SDM masyarakat adat Tengger.
Keberadaan potensi alam yang melimpah di kawasan Tengger, seyogyanya membutuhkan SDM yang terdidik guna mengelola potensi SDA tersebut. Namun karena kurang berkualitasnya pendidikan yang diterima masyarakat adat Tengger maka hal tersebut tidak bisa diimplementasikan secara maksimal. Ketertinggalan dalam pengelolaan SDA tersebut secara langsung berimplikasi pula pada ketidak sepadanannya hasil yang diterima oleh masyarakat adat setempat.
Jawa Timur khususnya Tengger sebagai daerah yang memiliki potensi besar, seyogyana dapat mengaplikasikan konsep Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). Luasnya wilayah Propinsi Jawa Timur akan sangat menghambat pemerataan kualitas pendidikan. Keberadaan PBKL merupakan sebuah solusi yang mampu mengatasi hambatan tersebut terutama di tingkat pendidikan menengah (SMP & SMA).
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di pendidikan menengah adalah program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMP & SMA sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.