tag:blogger.com,1999:blog-42642834422977608472024-03-13T16:17:48.064-07:00Tarbiyah Madal HayahPendidikan, Ilmu Pengetahuan, Nasihat dan Hikmah Kehidupan.Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comBlogger120125tag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-22764761999721534322013-04-02T19:24:00.004-07:002013-04-02T20:02:00.554-07:00Cara Mengembalikan File Yang Ter-Delete Atau Terhapus Komputer<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFJE2BIuNsV057uaU3LhKVgjDE2OMy8wFq6E9yD6G_PhAkXhSS8-V31T9kx1SJesqbmnTbZUsnOexjHH8SSkX2pWRj1FPdPkj-b_08wVNPQGJxOFB98_yS_lyd8aY5wQXPe7v9v61RlW4/s1600/adding-a-hard-disk-1-1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="318" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFJE2BIuNsV057uaU3LhKVgjDE2OMy8wFq6E9yD6G_PhAkXhSS8-V31T9kx1SJesqbmnTbZUsnOexjHH8SSkX2pWRj1FPdPkj-b_08wVNPQGJxOFB98_yS_lyd8aY5wQXPe7v9v61RlW4/s320/adding-a-hard-disk-1-1.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pengguna komputer seringkali tidak sengaja menghapus file-file yang mereka simpan karena serangan virus atau bug lalu bingung memulihkan file-file itu.<br /><br />"Tak perlu panik. Ada kemungkinan file-file Anda masih utuh, di suatu tempat di cakram (data). Dan jika Anda bertindak cepat maka Anda mungkin dapat memulihkan semuanya," sebut Mike Williams dari TechRadar.<br /><br />Berikut 10 aplikasi pemulih file-file yang telah terhapus di hard-disk:<br /><br />1. Recuva Free. Aplikasi ini tersedia dalam versi portable. Aplikasi itu akan bertanya jenis file apa yang dicari dan di mana harus dicari sebelum memindai sistem komputer secara menyeluruh.<br /><br />2. Undelete 360. Aplikasi gratis ini tidak mempunyai sejumlah fitur bermanfaat seperti penyaring file, penampil file, dan lainnya. Tapi, Undelete 360 tidak membatasi jumlah file yang dapat dipulihkan.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">3. MiniTool Partition Recovery. Aplikasi pemulih file biasa mungkin cocok untuk memulihkan sejumlah file, tapi jika pengguna kehilangan seluruh partisi hard-disk, MiniTool Partition Recovery dapat menjadi alat berguna.<br /><br />4. Wise Data Recovery. Pengguna yang lebih memilih aplikasi sederhana untuk memulihkan<br />file-file terhapus dapat memanfaatkan aplikasi ini. Tapi, Wise Data Recovery tidak dapat menjangkau tipe file berbasis FAT selain pemulihan data di penyimpanan USB.<br /><br />5. PhotoRec. Aplikasi gratis ini dapat beroperasi hampir di seluruh sistem komputer seperti DOS, Windows, Linux, serta OS X. PhotoRec juga dapat memulihkan lebih dari 200 jenis file. Sayang, aplikasi ini memiliki tampilan pengguna antar-muka berbasis DOS yang kurang menarik.<br /><br />6. FreeUndelete. Meski gratis untuk penggunaan pribadi, aplikasi ini termasuk lambat dan tidak mampu memulihkan file di penyimpanan FAT. Tapi, FreeUndelete sangat berjalan baik di penyimpanan berbasis NTFS dengan menampilkan file-file yang telah terhapus.<br /><br />7. Paragon Rescue Kit Free. Kemampuan utama aplikasi ini yaitu mampu memulihkan file-file yang bahkan telah terhapus sama sekali dan komputer tak mampu menyala (boot).<br /><br />8. Glary Undelete. Aplikasi ini mampu memulihkan file-file terhapus di hard-disk FAT dan NTFS. Pengguna juga dapat menyaring file itu berdasarkan nama atau folder.<br /><br />9. Pandora Recovery. Aplikasi ini bukan hanya memindai file-file yang terhapus dan menampilkan dalam daftar, melainkan juga menampilkan dalam format menyerupai Explorer yang memudahkan pengguna.<br /><br />10. PC Inspector File Recovery. Sebagaimana aplikasi-aplikasi sebelumnya, PC Inspector File Recovery mampu memulihkan file-file dari hard-disk FAT dan NTFS serta menampilkannya berdasarkan folder. Walaupun dapat menampilkan file teks, aplikasi ini tidak dapat menampilkan file berformat JPEG.(b8)SUARANEWS</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-3349792788118453822013-04-02T19:15:00.003-07:002013-04-02T19:15:40.619-07:00ANAK KITA ATAU SEKOLAHNYA YANG BERMASALAH ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1h-5A1PBNfBhSYrzQHuigexF-1T9ONxal084JeAs6Q2abcu4sGMZmFSno9VZWdHqmYhD8UQlwOydnBVEIonVcY5g94vM2eTOigPIB2fWavZMMDHFFzioFojDMNgdV_h4P3yaKNCtwPBc/s1600/17102012125.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1h-5A1PBNfBhSYrzQHuigexF-1T9ONxal084JeAs6Q2abcu4sGMZmFSno9VZWdHqmYhD8UQlwOydnBVEIonVcY5g94vM2eTOigPIB2fWavZMMDHFFzioFojDMNgdV_h4P3yaKNCtwPBc/s320/17102012125.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Keluarga Indonesia yg berbahagia,<br /><br />Ternyata anak-anak kita itu dirancang dengan kekuatan dan kecepatan berpikir yg sangat tingkat tinggi, jika dibandingkan dengan Prossesor (otaknya) Komputer mungkin setara dengan Pentium Core I3 atau I5 (Kecepatan tertinggi note book saat ini) atau bahkan lebih hebat lagi.<br /><br />Namun sayangnya kekuatan dan kecepatan para orang tua dan guru sering kali berada jauh di bawah itu semisal komputer ada di kecepatan Pentium 3 atau mungkin malah dibawahnya lagi (kecepatan komputer 10-20 tahun yang silam).<br /><br />Di dunia komputer kecepatan prossesornya (otak komputer) selalu di tambah (di up grade) hampir setiap tahunnya. Sementara kecepatan otak orang tua dan guru sangat jarang sekali mendapatkan up grade (penambahan melalui pelatihan, seminar, parenting dsb)<a name='more'></a>Sehingga banyak anak2 yg cepat bosen belajar disekolah karena materinya itu lagi dan itu lagi, caranya itu lagi itu lagi, sangat tidak kreatif dan membosankan, miskin ide2 dan pembaharuan padahal para gurunya sudah bertahun2 mengajar disana.<br /><br />Alih2 orang tua dan guru belajar menambah kekuatan dan kecepatan berpikirnya agar bisa lebih kreatif, menarik dan inovative dalam mengajar atau mengajak anak belajar, melainkan orang tua dan guru lebih suka melimpahkan kesalahan kepada murid atau anaknya. <br /><br />Meskipun kita sudah punya banyak orang tua/guru yg menyadari hal ini, namun jauh lebih banyak orang tua dan guru tidak menyadari kekurangannya hingga sering kali yg dipersalahkan adalah anaknya, suka ngobrol di kelas, suka melamun saat belajar, yang katanya ADD lah, ADHD, Learning Disable, Malas Belajarlah, Malas Mencatat lah dan segudang tuduhan lainnya.<br /><br />Padahal yg sesungguhnya terjadi adalah karena kita kurang inovative dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar. Coba Bayangkan dari zaman kita dulu bersekolah kira2 20-30 tahun yg lalu, hingga anak2/cucu kita bersekolah sekarang, belajar itu masih selalu di identikkan dengan mencatat dan selalu berada di ruang kelas serta PR atau pekerjaan rumah yg bertumpuk, makin banyak tumpukannya dianggap makin hebat. Dan bahkan ada sekolah yg memberikan PR untuk masa liburan sekolah, padahal liburan itu jelas2 bertujuan untuk refreshing otak anak.<br /><br />Sesungguhnya anak2 kita adalah mahluk pembelajar yg canggih, yg tidak bisa lagi menggunakan cara2 belajar yg sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kecanggihan otaknya.<br /><br />Anak2 zaman sekarang jauh lebih suka praktek langsung, diskusi, membongkar2, merakit, mencetak belajar luar ruang dan bukannya seharian penuh duduk di kursi mendengarkan gurunya dan latihan soal dsb...Anak2 kita lebih semangat jika belajar itu adalah proses praktek langsung dilapangan baik dengan alat ataupun tidak, setidaknya mirip dengan metode yg diselenggarakan oleh Kids Zania. (ini sama sekali bukan promo KZ lho... karena ini adalah yg paling mudah untuk dibayangkan). <br /><br />Jadi jika cara pembelajarannya masih monoton dan tidak inovatif seperti ini, maka jangan kaget jika akan ada lebih banyak lagi anak yg kurang suka bersekolah atau anak yg dinyatakan bermasalah oleh guru dan sekolahnya.<br /><br />Orang tua dan sekolah biasanya cenderung akan mengaitkan inovatif dengan biaya mahal sebagai dalihnya, padahal inovatif itu tidak harus menggunakan alat yg mahal, tidak harus mengeluarkan biaaya apapu, banyak sekolah2 seperti Balita Schooling Komunitas HS Bantaran Rel Pasar Minggu dll, yg memanfaatkan hal2 bekas yg murah-meriah sebagai media pembelajaran yg inovatif. Semisal pergi keluar ruangan mengamati serangga2 apa saja yg ada di sekitar halaman sekolah juga tidak perlu ada biaya tambahan, melakukan wawancara terhadap para pedagang disekitar sekolah, untuk mengetahui seluk beluk berdagang dan barang dagangan mereka juga tidak perlu ada biaya. <br /><br />Jadi sebenarnya anak yg malas belajar atau kita yang malas berinovasi?<br />Anaknya yg bermasalah atau sekolahnya yang kurang inovatif ?</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-46497862014064612602013-03-25T10:37:00.001-07:002013-03-25T10:37:30.200-07:00Mengenal Anak ADHD<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak TK beliau di"strap". Ketika TK, beliau di"strap" karena tidak membawa piring ketika acara makan kacang hijau, ketika SD beliau di"strap" lagi karena bermain benteng di kelas dan itu berkali-kali. Ketika di SMP beliau di"strap" lagi karena membagi petasan banting dan bermain di kelas. Ketika SMA bahkan menjadi pelopor tawuran, bahkan setamat SMA karena nakal minta ampun, pernah disalib oleh orang tuanya di tiang jemuran dari pagi sampai pagi lagi.<br /> <br /> Bang Lendo berkata, "Saya tidak pernah meminta kepada Tuhan, bahwa saya nakal seperti itu, tidak ada orang yang berharap dan bermimpi menjadi nakal" <br /> <br /> Ketika kuliah bahkan dipenjara oleh Suharto selama tujuh bulan. Ketika dipenjara beliau merenung, "kenapa harus saya yang nakal, sejak kecil distrap, padahal tidak pernah bermimpi menjadi nakal"<br /> <br /> Anda mau tahu mengapa bang Lendo ketika itu dianggap "nakal" luar biasa? Ternyata belau adalah ADHD. Saat itu belum ada alat ukur yang cukup untuk mendeteksi ADHD.<br /></span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam sebuah milist bahkan ternyata banyak pula Guru dan Pendidik yang tidak memahami gejala ADHD apalagi cara menanganinya. <br /> <br /> Berikut adalah sekedar tulisan pengantar diskusi, untuk berbagi pengalaman bila teman-teman menemukan kasus ADHD dan sebagainya.<a name='more'></a>ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit/Hyperactivity disorder<br /> <br /> Apa sebenarnya yang disebut hiperaktif itu ? Gangguan hiperaktif sesungguhnya sudah dikenal sejak sekitar tahun 1900 di tengah dunia medis. Pada perkembangan selanjutnya mulai muncul istilah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity disorder). Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.<br /> <br /><b> Inatensi </b><br /> <br /> Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.<br /> <br /><b> Hiperaktif </b><br /> <br /> Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.<br /> <br /><b> Impulsif</b><br /> <br /> Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. <br /> Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. <br /> Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.<br /> <br /> Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.<br /> <br /><b> Problem-problem yang biasa dialami oleh anak hiperaktif</b><br /> <br /> • Problem di sekolah <br /> Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika. Khusus untuk menulis, anak hiperaktif memiliki ketrampilan motorik halus yang secara umum tidak sebaik anak biasa <br /> <br /> • Problem di rumah <br /> Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan psikosomatik (gangguan kesehatan yang disebabkan faktor psikologis) seperti sakit kepala dan sakit perut. <br /> Hal ini berkaitan dengan rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia gampang emosional. Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan-hambatan tersbut membuat anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun teman-temannya. Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anakpun menolak dan berontak. <br /> Akibatnya terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak. Baik anak maupun orang tua menjadi stress, dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.<br /> • Problem berbicara <br /> Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat. <br /> <br /> • Problem fisik <br /> Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya.<br /> <br /> Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak :<br /> <br /><b> Faktor neurologik </b><br /> <br /> • Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif<br /> • Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi <br /> • Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan<br /> <br /><b> Faktor toksik </b><br /> <br /> • Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memilikipotensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.<br /> <br /><b> Faktor genetik </b><br /> <br /> • Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35&#37; dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar.<br /> <br /><b> Faktor psikososial dan lingkungan</b> <br /> <br /> Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru antara orang tua dengan anaknya. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing anak-anak mereka yang tergolong hiperaktif :<br /> <br /><ul>
<li>Orang tua perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas </li>
<li>Kenali kelebihan dan bakat anak </li>
<li>Membantu anak dalam bersosialisasi </li>
<li>Menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif (misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak </li>
<li>Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya </li>
<li>Menerima keterbatasan anak </li>
<li>Membangkitkan rasa percaya diri anak </li>
<li>Dan bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya</li>
</ul>
<br /> Disamping itu anak bisa juga melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Contohnya dengan memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak melanggarnya, orang tua mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan orang tua sebelumnya.<br /> <br /> Source: <a href="http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fblog.elearning.unesa.ac.id%2Fnela-florentina-saputri%2Fmengenal-anak-adhd&h=GAQFzGbTvAQHQ_-x6ZeOqV9J7lQmNX7OFtM4vfxUJzOkAkw&s=1">http://blog.elearning.unesa.ac.id/nela-florentina-saputri/mengenal-anak-adhd</a></span></div>
Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-52605617406543893452013-03-25T10:28:00.002-07:002013-03-25T10:28:43.194-07:00Mendidik 1.3 Milyar Manusia<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh : Ratna Megawangi<br /> <br /> MINGGU lalu penulis sempat mengunjungi Lapangan Tiananmen di Beijing. Tempat tersebut memang amat terkenal, karena sempat menjadi perhatian di seluruh dunia ketika terjadi protes mahasiswa terbesar di Republik Rakyat Cina pada Juni 1989. Katanya tempat tersebut selalu ramai, bahkan kalau hari-hari libur sulit bagi kita untuk melihat lantainya karena begitu banyaknya manusia.<br /> <br /> Banyak sekali objek menarik yang dapat kita kunjungi di sana, misalnya Mausoleum Mao Tse Tung yang jasadnya masih terlihat segar terbujur, monumen bersejarah, People's House, museum, dan Forbidden City (istana yang dibangun lebih 500 tahun yang lalu).<br /> <br /> Namun, ada satu hal yang membuat penulis kagum, yaitu dengan puluhan ribu orang yang berlalu-lalang di tempat yang begitu luas, tidak ada satu pun sampah yang bergeletak di sana. Di seluruh tempat keramaian yang penulis kunjungi di Beijing, tidak sekali pun dapat menemukan sampah tergeletak di jalan. Padahal, manusianya begitu banyak, dan masih banyak penduduk yang miskin.<a name='more'></a>Di Indonesia, di tempat-tempat keramaian pasti identik dengan sampah berserakan. Penulis pernah saksikan di sebuah ruangan seminar di Jakarta yang dihadiri para guru yang jumlahnya tidak sampai 100 orang. Setelah seminar berakhir, lantai ruangan penuh berserakan kotak-kotak snack, gelas air minum kemasan, dan plastik. Bayangkan, di sebuah ruang kecil yang dihadiri para guru yang kerjanya mendidik manusia, tetapi sudah bisa mengotori sebuah ruangan!<br /> <br /> Penulis jadi tertarik untuk mengetahui, mengapa negara Cina yang relatif baru bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan budaya akibat Revolusi Kebudayaan yang dijalankan oleh Mao, bisa begitu cepat mengejar ketertinggalannya? Padahal, pada akhir 1970-an, kita masih melihat bagaimana miskinnya rakyat Cina yang masih memakai baju hitam atau abu-abu. Terus terang, tidak terasakan adanya perbedaan yang menyolok antara ketika penulis sedang di Beijing, dan di Tokyo, Seoul, Hong Kong, ataupun Singapura.<br /> <br /> Kebetulan, ketika sedang transit di Bandara Changi Singapura dalam perjalanan ke Beijing, penulis sempat mencari buku tentang sejarah Cina, dan menemukan sebuah buku yang ditulis oleh Li Lanqing (mantan Wakil PM Cina), berjudul Education for 1.3 Billion (Pearson Education and China: Foreign Language Teaching & Research Press, 2005). Setelah membaca buku tersebut, bisa dimengerti mengapa Cina bisa begitu cepat maju, karena reformasi pendidikan yang dijalankan di Cina tampaknya berhasil membentuk SDM yang memang cocok untuk iklim modern.<br /> <br /> Terus terang, cukup surprised membaca pemikiran Li Lanqing, seorang politikus dan birokrat, tetapi anehnya mempunyai pemahaman yang komprehensif dan mendalam tentang pendidikan. Semua kebijakan yang diambilnya dalam mereformasi pendidikan di Cina, diinspirasikan oleh berbagai buku yang dibacanya, misalnya, ia menguasai bagaimana perkembangan hasil riset otak dari sejak tahun 1950-an sampai tahun 1990-an, sehingga ia mengerti bahayanya sistem pendidikan yang terlalu menekankan hapalan, drilling, dan cara mengajar yang kaku, termasuk sistem pendidikan yang berorientasi hanya untuk lulus dalam ujian.<br /> <br /> Ia juga terinspirasi pemikiran Howard Gardner tentang multiple intelligences, yang ia baca buku-bukunya sejak Frames of Minds (1983). Li Lanqing begitu antusias untuk menerapkan berbagai teori mutakhir ke dalam sistem pendidikan di Cina, dan menurutnya: "I am interested in it because I want to call the attention of our educators and scientists ....so that education in this nation can be made to enhance people's all-round development and tap the potential of human resources to the fullest measure" (hal 316-317). Namun, Li Lanqing juga masih membawa nilai-nilai luhur Cina ke dalam reformasi pendidikannya.<br /> <br /> Pendidikan Karakter<br /> <br /> Dalam program reformasi pendidikan yang diinginkan oleh Deng Xiaoping pada tahun 1985, secara eksplisit diungkapkan tentang pentingnya pendidikan karakter: Throughout the reform of the education system, it is imperative to bear in mind that reform is for the fundamental purpose of turning every citizen into a man or woman of character and cultivating more constructive members of society (Decisions of Reform of the Education System, 1985). Karena itu program pendidikan karakter telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak jenjang pra-sekolah sampai universitas.<br /> <br /> Tentunya, pendidikan karakter adalah berbeda secara konsep dan metodologi dengan pendidikan moral, seperti PPKN, budi pekerti, atau bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.<br /> <br /> Sedangkan pendidikan moral, misalnya PPKN dan pelajaran agama, adalah hanya melibatkan aspek kognitif (hapalan), tanpa ada apresiasi (emosi), dan praktik. Sehingga jangan heran kalau banyak manusia Indonesia yang hapal isi Pancasila atau ayat-ayat kitab suci, tetapi tidak tahu bagaimana membuang sampah yang benar, berlaku jujur, beretos kerja tinggi, dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama.<br /> <br /> Kebijakan reformasi pendidikan ke arah pembentukan karakter memang terus mendapat dukungan secara eksplisit oleh Presiden Jiang Zemin, yaitu melalui pidato-pidatonya. Sehingga, seperti yang diungkapkan oleh Li Lanqing: "After many years of practice, character education has become the consensus of educators and people from all walks of life across this nation. It is being advanced in a comprehensive way". Pendidikan karakter memerlukan keterlibatan semua aspek dimensi manusia, sehingga tidak cocok dengan sistem pendidikan yang terlalu menekankan hapalan dan orientasi untuk lulus ujian (kognitif). Hampir semua pemimpin di Cina, dari Jiang Zemin, Li Peng, Zhu Rongji sampai Hu Jianto dan lainnya, sangat prihatin dengan sistem pendidikan yang terlalu menekankan aspek kognitif saja, yang dianggap dapat "membunuh" karakter anak, misalnya PR yang terlalu banyak, pelajaran yang terlalu berat, orientasi hapalan dan drilling, yang semuanya dapat membebani siswa secara fisik, mental, dan jiwa (hal 336).<br /> <br /> Bahkan pada tanggal 1 Februari, 2000, Presiden Jiang Zemin mengumpulkan semua anggota Politburo khusus untuk membahas bagaimana mengurangi beban pelajaran siswa melalui adopsi sistem pendidikan yang patut secara umur dan menyenangkan, dan pengembangan seluruh aspek dimensi manusia; aspek kognitif (intelektual), karakter, aestetika, dan fisik (atletik).<br /> <br /> Walaupun masih belum sempurna, dengan ideologi komunisnya, tampaknya Cina ingin menunjukkan "wajah" yang berbeda dari negara komunis lainnya. Mungkin Cina bisa mewujudkan impian para pemikir sosialis yang berseberangan dengan pemikiran Karl Marx, seperti Proudhon dan Robert Owen, bahwa kesadaran moral sosialis sejati harus menjadi alat untuk mencapai tujuan akhir ideologi sosialisme, dan praksisnya adalah bagaimana menyiapkan manusia untuk mempunyai karakter seorang sosialis sejati (persaudaraan antarmanusia; saling peduli, dan berkeadilan). Karl Marx justru tidak setuju dengan pemikiran itu, karena kesadaran moral sosialis baginya adalah hanya tujuan akhir, dan praksisnya adalah perubahan struktur masyarakat yang tidak ada kaya-miskin, dengan pemaksaan atau kediktatoran (bertentangan dengan moral sosialis sejati)--- the end justifies the means.<br /> <br /> Kekuatan Dahsyat<br /> <br /> Apabila Cina bisa berhasil mendidik 1,3 miliar manusianya menjadi manusia yang berkarakter (rajin, jujur, peduli, dan sebagainya), maka jumlah penduduk sebesar itu akan menjadi kekuatan yang amat dahsyat bagi kemajuan Cina. Inilah yang membuat para pakar Amerika Serikat deg-degan, seperti kata Bill Bonner yang mengkhawatirkan kondisi AS di masa depan: "Bisa dibayangkan dalam waktu 20 atau 30 tahun ke depan, mungkin akan banyak orang Amerika yang mencari pekerjaan sebagai baby sitter di Cina."<br /> <br /> Nah, apabila Cina bisa melakukan pendidikan karakter untuk 1,3 miliar manusianya, Indonesia tentunya bisa melakukannya. Namun, gaung pendidikan karakter belum banyak terdengar dari para pemimpin kita. Tentunya, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita semua bisa melakukannya di lingkungan terkecil kita; keluarga dan sekolah. <br /> <br /> Source: SUARA PEMBARUAN DAILY</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-70911701847227158492013-03-25T10:25:00.001-07:002013-03-25T10:26:42.106-07:00Membangun Karakter via Pengembangan Bakat<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Belum lama ini, saya mendapat kesempatan mengunjungi sebuah sekolah sepakbola di Solo. Sekolah itu oleh sang pendirinya tidak mau disebut sekolah, mereka lebih suka menyebutnya pendidikan. Pendidikan Sepakbola ini didirikan oleh sepasang suami istri yang sudah berusia senja, 14 tahun yang lalu. Mereka adalah pasangan yg mencintai pendidikan dan anak-anak tetapi anehnys mereka sekeluarga sama sekali tidak menyukai olahraga sepak bola walau mereka lulusan STO (sekolah tinggi olahraga).<br /> <br /> Awalnya mereka prihatin menyaksikan betapa negeri ini sudah kehilangan nilai dan akhlak mulia. Banyak orang curang, korup, serakah, tidak jujur, suka curang, menjegal dan tawuran. Nilai-nilai dipahami sekedar hafalan dan slogan-slogan kosong. <br /> <br /> Di sisi lain, mereka juga melihat karakter kinerja bangsa ini melemah, menjadi pemalas, mudah menyerah, tergesa-gesa, lamban mengambil keputusan, kurang visioner, stamina kendur, gagal menyelesaikan dengan sempurna dsbnya. Mereka melihat semua potret keburukan akhlak di negeri ini terangkum dalam panggung olahraga bernama sepakbola.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sepakbola menjadi pilihan karena, pertama murah meriah dan disukai anak2 sampai ke pelosok kampung, dan yang kedua adalah sepak bola tidak hanya berbicara skills, namun menurut mereka 80% adalah moralitas. Mereka meyakini bahwa berbicara nilai tidak cukup sampai tingkat pemahaman, dia harus inherent kedalam kehidupan, harus terekam dalam perbuatan dan sikap lalu membentuk diri siswa.<br /> <br /> Pengetahuan dan sesuatu yang menjadi diri memang berbeda. Sering, kita sudah merasa “menjadi”, hanya karena kita mengetahui dan meyakini sesuatu. Tetapi, sesungguhnya ada jurang yang halus tapi sangat lebar antara mengetahui/meyakini dan menjadi diri. Ketika kita berbenturan dengan realitas yang mengusik “kepentingan” pribadi, kita akan mengetahui apakah sesuatu itu hanya sekedar pengetahuan/keyakinan atau sudah menjadi diri kita. <br /> <br /> Anak-anak ini nampak berkembang wajar, tidak ada tekanan untuk juara, namun dorongan utk selalu jujur dan mengutamakan pertemanan dan sportifitas (moral). Anehnya mereka selalu memenangkan pertandingan, krn kebanyakan dari lawan mereka umumnya bermain curang. Hal-hal seperti "mencatut umur" adalah hal yang diharamkan di pendidikan sekolah sepakbola mereka. <br /> <br /> Saya yakin kemenangan itu sebagian besar kekuatan moral mereka. Dan lucunya mereka hampir selalu menang di babak kedua, ketika lawan kehabisan nafas karena nafsu menang dan demoralisasi karena curang, sementara anak2 ini mampu bermain dengan moralitas tinggi, jujur, tidak menciderai lawan dan tenang sehingga berpengaruh kepada ketenangan jiwa dan stamina karena pernafasan yg teratur.<br /> <br /> Anak2 itu memang akhirnya tidak selalu menjadi pemain bola, sebagian menjadi dosen yg bermoral, sebagian menjadi pelatih yg mewarisi nilai-nilai tadi, sebagian menjadi orang biasa yg jujur, dan sebagian memang ada yang menjadi pemain nasional. <br /> <br /> Tidak kurang dari 15 anak didik mereka yg menjadi pemain nasional dari sekitar 120 anak yg bergabung. Pihak pengelola tidak memungut bayaran apapun kepada kesebelasan nasional yg ingin merekrut anak2 mereka, semua diserahkan kepada anak2 itu baik keputusan maupun bayaran.<br /> <br /> Di sekolah ini saya menangkap beberapa hal penting, yaitu:<br /> 1. Kekeluargaaan adalah segalanya<br /> 2. Keteladanan pendiri dan pelath serta komunitas yang konsisten dengan nilai-nilai yang mereka tanamkan.<br /> 3. Nilai-nilai yang menjadi Belief bersama, spt pentingnya kejujuran, keshabaran, menahan amarah, ketenangan, kebersamaan dll.<br /> 4. Kekuatan Komunitas dan pembinaan orangtua<br /> 5. Pendidikan yang bertahap dan manusiawi.<br /> <br /> Pendidikan Sepak Bola ini sangat2 murah, sekitar 30rb per-bulan, biasanya utk iuran sewa lapangan, walau kadang2 seret bayarnya. Kebanyakan adalah anak2 tukang becak, anak2 tidak mampu dsbnya. Semua pelatih adalah mahasiswa dan dosen yang 100% tidak dibayar namun memiliki "belief" dan nilai2 yg sama. Percaya atau tidak, sekolah ini merancang alat-alat latihannya sendiri.<br /> <br /> Saat ini sang Suami sudah dipanggil Allah swt, namun sang Istri dan komunitasnya tetap istiqomah dengan model pendidikannya yang unik ini. Sang istri adalah pemegang medali emas atletik untuk kelompok usia lansia.<br /> <br /> Saya semakin menyadari, ternyata ada pendidikan berbasis komunitas untuk pengembangan bakat yang mampu membangun jatidiri anak-anak kita melalui bakatnya itu sekaligus membangun karakternya dan tidak bertujuan untuk juara. Juara bagi sekolah ini hanyalah bonus bagi kemenangan sejatinya yaitu keberhasilan pengembangan akhlak.<br /> <br /> Jadi tidak perlu pusing-pusing berbicara pendidikan berbasis komunitas yang membentuk jatidiri anak2 dengan mengembangkan bakat sekaligus karakter, sudah ada yang memulai kan? Jadi siapa yang mau menyusul?</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-15348100180025017562013-03-25T10:23:00.000-07:002013-03-25T10:23:05.173-07:00Memaknai Kesuksesan Pendidikan <span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mungkin kita agak bosan karena seringnya membaca autobiografi banyak tokoh yang dengan bangga menceritakan betapa susahnya masa kecil mereka di desa, lalu dengan perjuangan yang keras dan gigih akhirnya sukses di kota lalu menjadi tokoh dengan sederet atribut gelar. Ukuran suksesnya biasanya menjadi pejabat, konglomerat atau anggota dewan terhormat.<br /> <br /> Kesuksesan dimaknakan sebagai keunggulan yang harus ada di pusat-pusat kekuasaan baik level nasional maupun internasional baik manusia maupun produk. istilah-itilah terkait kesuksesan sosial seperti istilah Pemimpin, selalu diidentikan dengan pemimpin dalam arti kekuasaan. <br /> <br /> Novel-novel yang laris manis sukses di pasaran, tak terkecuali Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta dan yang baru-baru ini jadi pembicaraan, Lima Menara, adalah sebagian saja cerita anak-anak miskin yang berjuang lalu eksodus dan sukses di Kota Negara atau Kota Dunia. Yang ini malah ukuran suksesnya adalah "Belajar ke Luar Negeri" atau "sukses hidup" di negeri orang. Potret orang sukses adalah potret mereka yang ada di pusat kekuasaan.<a name='more'></a>Kapan cerita dan tradisi ini dimulai? Sejak jaman Belanda? Begitu berhasilkah program Politik Etis Belanda yang memberikan fasilitas bagi kalangan Pribumi Priyayi untuk sekolah tinggi lalu menjadi pejabat2 di kota besar atau bisa ke Luar Negeri, sehingga ketika kasta2 itu dihapuskan saat kemerdekaan, hampir kebanyakan kita, bangsa Indonesia, mengukur kesuksesan dari ukuran-ukuran ini. <br /> <br /> Warisan budaya "minder" inlander ini, nampaknya masih bercokol dan berlangsung terus sampai hari ini. Ketika bangsa-bangsa lain sibuk mencari keunggulan bangsanya sebagai modal kompetisi, bangsa ini sibuk mencari keunggulan bangsa lain lalu menirunya dengan "ngos-ngosan" dengan harapan mampu ikut berkompetisi, padahal berkompetisi bukan berbarti menciptakan sesuatu yg sejenis. Meminjam istilah De Bono - Surpetition. Saya dikenalkan istilah ini oleh ustadz <a href="https://www.facebook.com/adriano.rusfi">Adriano Rusfi</a> . Mungkin ini yang dimaksud "Blue Ocean Strategy by focus on Local Uniqueness or Local Advantage".<br /> <br /> Jika mau jujur, pendidikanlah yang tanpa sadar melestarikan budaya "minder" dan budaya "mengekor" ini. Sistem Pendidikan kita, lihat saja, meluncurkan berbagai program dan inisiatif yg diarahkan kepada pendidikan berorientasi industri atau berorientasi kompetensi & kompetisi industri global, padahal jelas-jelas Indonesia dalam industri itu jauh tertinggal. Mau menyusul? Ya, mohon maaf, sudah terlalu jauh. Bukan tidak bisa, namun tidak tepat dan banyak membuang energi. Kompetisinya bahkan menjadi tidak sehat.<br /> <br /> Meminjam istilah Abah Rama, daripada menguatkan kelemahan lebih baik menguatkan kelebihan. Atau meminjam istilah Sun Tzu, bahwa syarat kemenangan adalah memukul titik kelemahan lawan dengan titik kekuatan kita!.<br /> <br /> Jika bersikeras untuk menguatkan kompetensi Global Industry, silahkan dibuktikan, sebagaimana Prof. Habibie dengan IPTN nya, Proven! Tetapi jika disimak mendalam filosofi Habibie adalah berangkat dari pemenuhan kebutuhan dalam Negeri atas keunikan alamnya, yaitu bangsa yang terdiri dari ribuan pulau ini harus terhubung dengan transportasi buatan sendiri yang murah dan bagus. <br /> <br /> Filosofinya bukan ingin kompetisi, namun ingin sur-petisi. Saya kira pengembangan pesawat udara, kapal laut dan kereta listrik harusnya lebih penting dilanjutkan, dan pendidikan seharusnya diarahkan kesana.<br /> <br /> Saya kira sukar utk menyebutkan, sekolah mana saat ini yg memiliki kemampuan kompetensi global industry tsb. Kalaupun ada pastinya hanya bersifat teknis, belum terintegrasi dalam sebuah kekuatan dari sinergi berbagai kompetensi yang diperlukan termasuk non-teknis dan dukungan regulasi yg kuat. Alumninya hampir bisa dipastikan "ngacir" semua keluar negeri.<br /> <br /> Mengapa pendidikan kita tidak diarahkan kepada pengembangkn potensi keunggulan bangsa Indonesia sendiri atau kepada Sumber Daya Alam dan Sosial (SDA) negeri sendiri termasuk Sumber Daya Sosial (SDS) yang ada? Mengapa kesuksesan pendidikan kita tidak diorentasikan kepada keberhasilan melahirkan kompetensi keunggulan lokal? Ukuran suksesnya sederhana, yaitu mampu mengembangkan potensi keunggulan lokalnya dengan landasan kearifan lokalnya.<br /> <br /> Pendidikan atau pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sejatinya mengikuti potensi keunikan SDA dan keunikan SDS yang ada. Bila negeri ini memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang besar, keanekaragaman hayati (biodiversity) yang dahsyat, seharusnya sekolah kejuruan maupun sekolah non kejuruan diarahkan kepada pengembangan kompetensi untuk pemanfaatan MiGas, Panas Bumi, Panas Matahari, Energi Terbarukan BioFuel, Kehutanan, Perikanan, Ukiran, Batik, Gerabah dstnya.<br /> <br /> Ukuran kesuksesan pendidikan bukan lagi dilihat dari kesuksesan individu melanglang entah kemana, namun juga diukur dari seberapa sukses pendidikan menghasilkan manusia yang mampu memberi manfaat langsung kepada desa dan komunitasnya dengan cara mengembangkan potensi keunikan lokal berupa alam, ekonomi, sosial dilandasi kearifannya.<br /> <br /> Menakar suksesnya pendidikan adalah menakar seberapa pendidikan bermanfaat bagi Masyarakat sekitarnya dimana Pendidikan itu ada! Bukankah karena ada pendidikan maka terbangunlah masyarakat dan peradaban bukan sebaliknya.<br /> <br /> ‘Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak puas, dan dari do’a yang tidak didengar”.<br /> <br /> Salam Pendidikan Masa Depan</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-38696373474734862552013-03-01T19:01:00.004-08:002013-03-01T19:01:44.098-08:00Ibu untuk Anak Kita<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjekWo5jK6oCxufT2zYNCINQymxGsAFb7QbZlZB37p0EBzxPezJe0VD_y7lrfevlH-dTVUMlqEmXOBNWBsUYFvsAWuVe3ZitHpboYHavbdlgLm-TvVMk_frYWJnVgepAIyvRMCkWBJKe2A/s1600/Islamic+Mobile+Wallpapers+(217).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjekWo5jK6oCxufT2zYNCINQymxGsAFb7QbZlZB37p0EBzxPezJe0VD_y7lrfevlH-dTVUMlqEmXOBNWBsUYFvsAWuVe3ZitHpboYHavbdlgLm-TvVMk_frYWJnVgepAIyvRMCkWBJKe2A/s1600/Islamic+Mobile+Wallpapers+(217).jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kunci untuk melahirkan anak-anak yang tajam pikirannya, jernih hatinya dan kuat jiwanya adalah mencintai ibunya sepenuh hati. Kita berikan hati kita dan waktu kita untuk menyemai cinta di hatinya, sehingga menguatkan semangatnya mendidik anak-anak yang dilahirkannya dengan pendidikan yang terbaik. Keinginan besar saja kadang tak cukup untuk membuat seorang ibu senantiasa memberikan senyumnya kepada anak. Perlu penopang berupa cinta yang tulus dari suaminya agar keinginan besar yang mulia itu tetap kokoh.<br /> <br /> Uang yang berlimpah saja tidak cukup. Saat kita serba kekurangan, uang memang bisa memberi kebahagiaan yang sangat besar. Lebih-lebih ketika perut dililit rasa lapar, sementara tangis anak-anak yang menginginkan mainan tak bisa kita redakan karena tak ada uang. Tetapi ketika Allah telah memberi kita kecukupan rezeki, permata yang terbaik pun tidak cukup untuk menunjukkan cinta kita kepada istri. Ada yang lebih berharga daripada ruby atau berlian yang paling jernih. Ada yang lebih membahagiakan daripada sutera yang paling halus atau jam tangan paling elegan.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apa itu? Waktu kita dan perhatian kita.<br /> <br /> Kita punya waktu setiap hari. Tidak ada perbedaan sedikit pun antara waktu kita dan waktu yang dimiliki orang-orang sibuk di seluruh dunia. Kita juga mempunyai waktu luang yang tidak sedikit. Hanya saja, kerapkali kita tidak menyadari waktu luang itu. Di pesawat misalnya, kita punya waktu luang yang sangat banyak untuk membaca. Tetapi karena tidak kita sadari –dan akhirnya tidak kita manfaatkan dengan baik—beberapa tugas yang seharusnya bisa kita selesaikan di perjalanan, akhirnya mengambil hak istri dan anak-anak kita. Waktu yang seharusnya menjadi saat-saat yang membahagiakan mereka, kita ambil untuk urusan yang sebenarnya bisa kita selesaikan di luar rumah.<br /> <br /> Bagaimana kita menghabiskan waktu bersama istri di rumah juga sangat berpengaruh terhadap perasaannya. Satu jam bersama istri karena kita tidak punya kesibukan di luar, berbeda sekali dengan satu jam yang memang secara khusus kita sisihkan. Bukan kita sisakan. Menyisihkan waktu satu jam khusus untuknya akan membuat ia merasa lebih kita cintai. Ia merasa istimewa. Tetapi dua jam waktu sisa, akan lain artinya.<br /> <br /> Sayangnya, istri kita seringkali hanya mendapatkan waktu-waktu sisa dan perhatian yang juga hanya sisa-sisa. Atau, kadang justru bukan perhatian baginya, melainkan kitalah yang meminta perhatian darinya untuk menghapus penat dan lelah kita. Kita mendekat kepadanya hanya karena kita berhasrat untuk menuntaskan gejolak syahwat yang sudah begitu kuat. Setelah itu ia harus menahan dongkol mendengar suara kita mendengkur.<br /> <br /> Astaghfirullahal ‘adziim....<br /> <br /> Lalu atas dasar apa kita merasa telah menjadi suami yang baik baginya? Atas dasar apa kita merasa menjadi bapak yang baik, sedangkan kunci pembuka yang pertama, yakni cinta yang tulus bagi ibu anak-anak kita tidak ada dalam diri kita.<br /> <br /> Sesungguhnya, kita punya waktu yang banyak setiap hari. Yang tidak kita punya adalah kesediaan untuk meluangkan waktu secara sengaja bagi istri kita. <br /> <br /> Waktu untuk apa? Waktu untuk bersamanya. Bukankah kita menikah karena ingin hidup bersama mewujudkan cita-cita besar yang sama? Bukankah kita menikah karena menginginkan kebersamaan, sehingga dengan itu kita bekerja sama membangun rumah-tangga yang di dalamnya penuh cinta dan barakah? Bukan kita menikah karena ada kebaikan yang hendak kita wujudkan melalui kerja-sama yang indah?<br /> <br /> Tetapi...<br /> <br /> Begitu menikah, kita sering lupa. Alih-alih kerja-sama, kita justru sama-sama kerja dan sama-sama menomor satukan urusan pekerjaan di atas segala-galanya. Kita lupa menempat¬kan urusan pada tempatnya yang pas, sehingga untuk bertemu dan berbincang santai dengan istri pun harus menunggu saat sakit datang. Itu pun terkadang tak tersedia banyak waktu, sebab bertumpuk urusan sudah menunggu di benak kita.<br /> <br /> Banyak suami-istri yang tidak punya waktu untuk ngobrol ringan berdua, tetapi sanggup menghabiskan waktu berjam-jam di depan TV. Seakan-akan mereka sedang menikmati kebersamaan, padahal yang kerapkali terjadi sesungguhnya mereka sedang menciptakan ke-sendirian bersama-sama. Secara fisik mereka berdekatan, tetapi pikiran mereka sibuk sendiri-sendiri.<br /> <br /> Tentu saja bukan berarti tak ada tempat bagi suami istri untuk melihat tayangan bergizi, dari TV atau komputer (meski saya dan istri memilih tidak ada TV di rumah). Tetapi ketika suami-istri telah terbiasa menenggelamkan diri dengan tayangan TV untuk menghapus penat, pada akhirnya bisa terjadi ada satu titik ketika hati tak lagi saling merindu saat tak bertemu berminggu-minggu. Ada pertemuan, tapi tak ada kehangatan. Ada perjumpaan, tapi tak ada kemesraan. Bahkan percintaan pun barangkali tanpa cinta, sebab untuk tetap bersemi, cinta memerlukan kesediaan untuk berbagi waktu dan perhatian. <br /> <br /> Ada beberapa hal yang bisa kita kita lakukan untuk menyemai cinta agar bersemi indah. Kita tidak memperbincangkannya saat ini. Secara sederhana, jalan untuk menyemai cinta itu terutama terletak pada bagaimana kita menggunakan telinga dan lisan kita dengan bijak terhadap istri atau suami kita. Inilah kekuatan besar yang kerap kali diabaikan. Tampaknya sepele, tetapi akibatnya bisa mengejutkan.<br /> <br /> Tentang bagaimana menyemai cinta di rumah kita, silakan baca kembali Agar Cinta Bersemi Indah (Gema Insani Press, 2002). Selebihnya, di atas cara-cara menyemai cinta, yang paling pokok adalah kesediaan kita untuk meluangkan waktu dan memberi perhatian. Tidak ada pendekatan yang efektif jika kita tak bersedia meluangkan waktu untuk melakukannya.<br /> <br /> Nah.<br /> <br /> Jika istri merasa dicintai dan diperhatikan, insya-Allah ia akan memiliki kesediaan un¬tuk mendengar dan mengasuh anak-anak dengan lebih baik. Ia bisa memberi perhatian yang sempurna karena kebutuhannya untuk memperoleh perhatian dari suami telah tercukupi. Ia bisa memberikan waktunya secara total bagi anak-anak karena setiap saat ia mempunyai kesempatan untuk mereguk cinta bersama suami. Bukankah tulusnya cinta justru tampak dari kesediaan kita untuk berbagi waktu berbagi cerita pada saat tidak sedang bercinta?<br /> <br /> Kerapkali yang membuat seorang ibu kehilangan rasa sabarnya adalah tidak adanya kesediaan suami untuk mendengar cerita-ceritanya tentang betapa hebohnya ia menghadapi anak-anak hari ini. Tak banyak yang diharapkan istri. Ia hanya berharap suaminya mau mendengar dengan sungguh-sungguh cerita tentang anaknya –tidak terkecuali tentang bagaimana seriusnya ia mengasuh anak—dan itu “sudah cukup” menjadi tanda cinta. Kadang hanya dengan kesediaan kita meluangkan waktu untuk berbincang berdua, rasa capek menghadapi anak seharian serasa hilang begitu saja. Seakan-akan tumpukan pekerjaan dan hingar bingar tingkah anak sedari pagi hingga malam, tak berbekas sedikit pun di wajahnya.<br /> <br /> Alhasil, kesediaan untuk secara sengaja menyisihkan waktu bagi istri tidak saja mem¬buat pernikahan lebih terasa maknanya, lebih dari itu merupakan hadiah terbaik buat anak. Perhatian yang tulus membuat kemesraan bertambah-tambah. Pada saat yang sama, menjadikan ia memiliki energi yang lebih besar untuk sabar dalam mengasuh, mendidik dan menemani anak.<br /> <br /> Ya... ya... ya..., cintailah istri Anda sepenuh hati agar ia bisa menjadi ibu yang paling ikhlas mendidik anak-anaknya dengan cinta dan perhatian. Semoga!<br /> <br /> Mohammad Fauzil Adhim</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-20108473106771298282013-02-24T20:30:00.000-08:002013-02-24T20:30:08.497-08:00Guru-Guru Langit <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdvbZBgWYtplzvoAmCt66DT8adyXr-yi_WIoWQi9B4vn0u9Eao06ksIEbD9_izIH6vzEI-lw22NwqI8znc2aKeN7ojm5Ci9cc50mzQOo7wOpYfjz8r-pF1m5ymjSHC6VyLlslnwmGiNJc/s1600/guru.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdvbZBgWYtplzvoAmCt66DT8adyXr-yi_WIoWQi9B4vn0u9Eao06ksIEbD9_izIH6vzEI-lw22NwqI8znc2aKeN7ojm5Ci9cc50mzQOo7wOpYfjz8r-pF1m5ymjSHC6VyLlslnwmGiNJc/s1600/guru.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
Allah pergilirkan peradaban bangsa-bangsa berupa kebangkitan dan kejatuhan sebagaimana Allah juga pergilirkan kehidupan manusia dari masa ke masa berupa kelahiran dan kematian.<br /> <br /> Tiada yang berubah dari kondisi peradaban baik ketika di atas maupun di bawah, kecuali manusia yang merubahnya. Peradaban dan manusia senantisa membutuhkan guru-guru yang memberi narasi-narasi kebangkitan ketika berada pada kegelapan peradaban, dan memberi narasi-narasi keberlangsungan ketika berada pada puncak peradaban. <br /> <br /> Peradaban dan Manusia memerlukan Guru sekelas Nabi yang menjadi agen perubah. Manusia memerlukan Guru Manusia, Bumi memerlukan Guru Bumi, Waktu dan Zaman memerlukan Guru Kehidupan.<a name='more'></a>Guru Manusia hadir memaparkan narasi indah tentang fitrah manusia, tentang misi penciptaan manusia, tentang keunikan tiap insan, tentang melahirkan peran-peran sebagai pemimpin manusia yang mampu menahan tangan sebagian manusia untuk menumpahkan darah. Tujuan utamanya bukan membangun kecerdasan, namun membangun kehormatan sebagai manusia paripurna. <br /> <br /> Guru Bumi hadir menciptakan narasi tentang keharmonian bumi dan seisinya, tentang semangat mengeksplorasi sambil menjaga keseimbangannya, tentang melahirkan peran-peran sebagai pemimpin bagi kemakmuran bumi yang mampu mencegah kerusakan di muka bumi. Tujuan utamanya bukan mengeksploitasi bumi, namun memakmurkan bumi dengan segala keanekaragaman hayati di atasnya. <br /> <br /> Guru Kehidupan hadir mengusung narasi tentang kuadran penting & genting terhadap waktu dalam kehidupan, tentang efektif dan efisien mengelola sumberdaya, tentang bahwa kehidupan hanya sekali dan harus memberi manfaat sebesarnya bagi kehidupan itu sendiri, tentang teknologi tepat guna, tentang sastra yang menyemai kelembutan sekaligus keberanian, tentang semua pengelolaan kehidupan yang indah dan seimbang. Tujuan utamanya bukan menjadi kuli-kuli keterampilan zaman, namun memberi makna yang indah bagi kehidupan. <br /> <br /> Sesungguhnya Guru Manusia, Guru Bumi, Guru Kehidupan selalu menyesuaikan dirinya dalam dinamika perubahan manusia, perubahan bumi dan perubahan kehidupan. <br /> <br /> Ketika manusia mengalami penindasan dalam skala apapun, maka Guru Manusia harus tampil mengentaskan penindasan atas kemanusiaan. Ketika bumi dijarah dan dieskploitasi habis-habisan maka Guru Bumi harus tampil dengan solusi-solusi yang mengembalikan hijaunya bumi. Ketika kehidupan manusia mengalami distorsi waktu karena sistem perbudakan yang berlaku, maka Guru Manusia mesti tampil mengembalikan hakekat dan kesejatian kehdupan.<br /> <br /> Namun ada yang tidak pernah berubah dalam dinamika apapun sepanjang umur manusia, sepanjang usia pergerakan bumi, sepanjang kehidupan hingga zaman, yakni Guru Langit, <br /> <br /> Guru Langit adalah Guru paripurna yang membawa nilai-nilai dan timbangan-timbangan langit dalam perannya sebagai Guru Manusia, Guru Bumi dan Guru Kehidupan. Guru Langit adalah Mujadid (Pembaharu) sekaligus Mujahid (Pejuang). <br /> <br /> Tidak cukup Guru Manusia, Guru Bumi, Guru Kehidupan untuk membangun sebuah peradaban Manusia sebagaimana yang diamanahkan Tuhan. Di atas semua peran itu, maka dibutuhkan Guru Langit yang membawa nilai2 kebenaran dan mengimplementasikannya di atas realita kemanusiaan, realita bumi dimana manusia tinggal dan realita kehidupan dimana manusia hidup pada urutan zaman. <br /> <br /> Kitakah Guru Manusia? Kitakah Guru Bumi? Kitakah Guru Kehidupan? Namun pastikan di atas semua itu bahwa Kitalah Guru Langit, guru bagi alam semesta yang membangun peradaban sejak dari rumah, dari lingkungan bumi dimana kita tinggal, dari zaman dimana kita ditakdirkan hadir.<br /> <br /> Sumber : unknown</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-172970213243201062013-02-24T20:09:00.002-08:002013-02-24T20:09:46.890-08:00BUDAYA MENGHAKIMI DAN MENGHUKUM PARA PENDIDIK DI INDONESIA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjW8z3YU2i5FnD3ivgNtJlPpbkZKgKB-F1EzGMBiA2hDcHRtVS5kSYT-pIR7CiUc4sLsEOcvOOu15_8FWjnZZvBpFc89hRqZV7A4pejZZAJzrrcxc747vAGd8oubcTdyO4Jy-3Ll_rJUc/s1600/kekerasan+anak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjW8z3YU2i5FnD3ivgNtJlPpbkZKgKB-F1EzGMBiA2hDcHRtVS5kSYT-pIR7CiUc4sLsEOcvOOu15_8FWjnZZvBpFc89hRqZV7A4pejZZAJzrrcxc747vAGd8oubcTdyO4Jy-3Ll_rJUc/s1600/kekerasan+anak.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)</div>
<br /> LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus<br /> sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.<br /> <br /> .<br /> ..Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.<br /> <br /> Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.<a name='more'></a>Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”<br /> <br /> “Dari Indonesia,” jawab saya.<br /> <br /> Dia pun tersenyum.<br /> <br /> BUDAYA MENGHUKUM<br /> <br /> Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.<br /> <br /> “Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.<br /> <br /> “Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.<br /> <br /> Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.<br /> <br /> Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.<br /> <br /> Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.<br /> <br /> Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.<br /> <br /> Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.<br /> <br /> Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.<br /> <br /> ***<br /> <br /> Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.<br /> <br /> Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.<br /> <br /> Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.<br /> <br /> Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.<br /> <br /> Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.<br /> <br /> Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”<br /> <br /> Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.<br /> <br /> Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.<br /> <br /> MELAHIRKAN KEHEBATAN<br /> <br /> Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.<br /> <br /> Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.<br /> <br /> Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.<br /> <br /> Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.<br /> <br /> Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.<br /> <br /> Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-88642496684483286962013-02-24T19:57:00.002-08:002013-02-24T19:57:33.918-08:00BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART IV<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Salah satu alasan kurikulum 2006 harus “disempurnakan” adalah : Standard proses pembelajaran dan dokumen pembelajaran kurang rinci, sehingga dapat menimbulkan multi tafsir.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">(ada 8 latar belakang yang dikemukakan tentang “penyempurnaan” kurikulum 2006)</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> <br /> Komentar :<br /> <br /> Alangkah indahnya jika sekolah dan guru diijinkan untuk menafsirkan kurikulum, agar ada ruang interpretasi dan penyesuaian terhadap situasi dan kebutuhan pendidikan yang beragam.<br /> <br /> Ya, agar pendidikan tak menjadi ruang sempit dan pengap, dimana guru dan sekolah hanya diminta untuk menjadi operator pembelajaran yang mekanistik.<br /> <br /> Kitab sucipun memiliki ruang sangat luas untuk ditafsirkan. Itulah yang menyebabkan kitab suci selalu mampu beradaptasi dengan ruang, waktu, situasi, kondisi dan peristiwa. Itulah yang menyebabkan kitab suci tak perlu mengalami revisi dan “penyempurnaan” sampai hari kiamat.<br /> <br /> Yang jelas, ini menunjukkan dengan sangat fatal bahwa sedang terjadi “gerakan regulasi pendidikan” yang bertentangan dengan semangat deregulasi yang dicanangkan oleh UU Sisdiknas No. 20/2003<br /> <br /> Oh ya, jika kurikulum baru ini dimaksudkan sebagai penyempurnaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP), kenapa dinamakan Kurikulum 2013 ya ??? Kenapa tidak dinamakan Kurikulum 2006-R (Revised) ya ???<br /> <br /> Bukankah Kurikulum 1997 disebut sebagai Kurikulum 1994-R ???</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-23394771969876713262013-02-24T19:55:00.004-08:002013-02-24T19:55:37.939-08:00BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART III<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tim penyusun draft Kurikulum 2013 berkata : “Seharusnya kompetensilah yang menentukan mata pelajaran, bukan mata pelajaran yang menentukan kompetensi”</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Komentar :</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> <br /> TEPAT SEKALI !!!<br /> <br /> Tapi, kenapa pemerintah malah mengatur dan menetapkan mata pelajaran ???<br /> <br /> Kenapa pemerintah tak menetapkan Target Kompetensi Nasional saja, dan biarkan sekolah menentukan mata pelajaran yang cocok ???<br /> <br /> Lalu kenapa pemerintah masih ngotot memaksakan Ujian Nasional sebagai evaluasi berbasis mata pelajaran, bukan evaluasi berbasis kompetensi ???<br /> <br /> Dan seharusnya pemerintah juga sadar bahwa kompetensilah yang mengatur metode, bukan metodelah yang mengatur kompetensi. Sehingga, seharusnya pemerintah tak perlu mengatur dan menstandardisasi metode pembelajaran<br /> <br /> Dan seharusnya pemerintah juga sadar bahwa kompetensilah yang mengatur jumlah jam pembelajaran, bukan jumlah jam pembelajaran yang mengatur kompetensi. Sehingga, seharusnya pemerintah tak perlu mengatur dan menstandardisasi jumlah jam pembelajaran</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-43368606912338758152013-02-24T19:54:00.002-08:002013-02-24T19:54:19.491-08:00BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART II<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" /></a></div>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mendikbud berkata : “Kurikulum 2013 memang harus ditekankan kepada pendidikan karakter, untuk meyiapkan manusia Indonesia 15 sd 20 tahun ke depan yang menuntut manusia yang berkarakter kuat”.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Komentar :</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> <br /> Sangat Setuju !!!<br /> <br /> Masalahnya : Apakah karakter tersebut perlu diseragamkan ? Apakah karakter itu hasil bentukan sekolah, atau hasil didikan di rumah ?<br /> <br /> Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan rawan bencana adalah ketangguhan dan daya pulih ?<br /> <br /> Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan rawan konflik adalah toleransi dan harmoni ?<br /> <br /> Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan kaya adalah empati dan kedermawaan ?<br /> <br /> Bukankah karakter yang perlu ditekankan di kawasan miskin adalah hasrat untuk berubah dan daya juang ?<br /> <br /> Lalu, kenapa harus diseragamkan ?<br /> <br /> Yang akan dibentuk oleh kurikulum 2013 apakah personality character atau vocational character ?<br /> <br /> Jika personality character, bukankah rumah dan masyarakat adalah pendidik terbaik ? Tapi, kenapa jam sekolah justru ditambah, sehingga interaksi siswa dengan orangtua dan lingkungan semakin berkurang ?<br /> <br /> Ketahuilah, karakter manusia modern melemah sejak ADANYA SEKOLAH REGULER pada awal abad 20, karena fitrahnya sekolah adalah mengajar, bukan mendidik !!!</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-48118637804629400172013-02-24T19:51:00.000-08:002013-02-24T19:51:09.150-08:00BEDAH KRITIS KURIKULUM 2013 – PART I<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbMUnVhlsDrV1pQTH5_yRUpuFmgt-8VN0URHxRWopl7fTwsOxh_hCf4Zm3S9tzTOdHcZ1TlL7HW4Rf72lml08wTbHiR8V-SnVSXaL2r86lujm1SZhyfvUYp80zladsIw5emAS-Obn_Wi4/s1600/Kemendikbud.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata Mendikbud : “Ini bukan ganti menteri ganti kurikulum. Tapi ini sekadar melaksanakan amanat undang-undang dalam rangka penyempurnaan kurikulum”</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Komentar :</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> <br /> Mendikbud yang akan datang pun akan membuat kurikulum baru dengan dalih,”Ini bukan ganti kurikulum. Tapi sekadar melaksanakan amanat undang-undang dalam rangka penyempurnaan kurikulum”. Jadi, siap-siaplah menghadapi perubahan kurikulum siklus lima tahunan atas alasan yang sama !!!<br /> <br /> Apakah Pak menteri tak bisa membedakan antara penyempurnaan kurikulum dengan perombakan ?<br /> <br /> Penyempurnaan adalah apabila sebuah perubahan tak mengganggu core : visi, misi, filosofi, prinsip dan sistem nilai, dan perubahan telah membuat core itu menjadi semakin berdaya.<br /> <br /> Perombakan adalah apabila sebuah perubahan telah mengasilkan “DNA” kurikulum yang baru, ketika perubahan dilakukan dengan merombak sendi-sendi yang lama.<br /> <br /> Bukankah dengan draft kurikulum baru hak-hak sebuah satuan pendidikan malah berkurang, sesuatu yang justru ingin ditambahkan oleh KTSP (walaupun dengan cara tak jelas) ?<br /> <br /> Pada KTSP, pemerintah tak mengatur mata pelajaran dan metode, hanya mengatur SKL, SK dan KD. Sedangkan pada Kurikulum 2013, pemerintah mengatur jumlah dan jenis mata pelajaran, serta mengatur metode dan jam belajar.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">bersambung...</span></div>
Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-11609727798590620392013-02-21T20:27:00.003-08:002013-02-21T20:27:33.694-08:00Hujan Teraneh: Hujan Laba-Laba, Ikan, Sapi, Ubur-Ubur Katak, darah, ular<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8HGM-mcJyJBF4BVwXwXFFLz8iXj85TRlSWlXwL3JuTJSoKXQ1d2-ffL3uhv2pnDurE68B0QeIknfJcVyLdNz25brmtzgk9tPBCkY6Y9FxuC9IECGH20nej1RvTixPSsvx7XG5h_1YmMI/s1600/Slide1.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8HGM-mcJyJBF4BVwXwXFFLz8iXj85TRlSWlXwL3JuTJSoKXQ1d2-ffL3uhv2pnDurE68B0QeIknfJcVyLdNz25brmtzgk9tPBCkY6Y9FxuC9IECGH20nej1RvTixPSsvx7XG5h_1YmMI/s320/Slide1.JPG" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
Hujan Aneh dalam Al-qur’an<br /><br />Dalam Al-qur’an, alkisah jaman dahulu kala Fir’aun jika diberi kebaikan dan kemakmuran dari Tuhan, mereka berkata, “Inilah usaha kami.” Manusia zaman sekarang juga ada yang seperti ini, ketika sukses mereka berkata, “Ya, karena usaha saya, saya ini berhasil.” Jika ditimpa kesusahan, kaum Firaun melemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. (QS. 7: 131)<br /><br /><br />Seolah menantang dan keras kepala, pengikut Firaun berkata, “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.” (QS. 7: 132). Firaun dan pengikutnya yang masih ada hingga sekarang ini meledek bahwa bukti kekuasaan Tuhan yang disampaikan melalui Musa (Moses) dan Harun (Aaron) as. itu sebagai sihir. “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan (thûfân), belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” Q7. Al A'raaf 133<br /><br />Hujan, umumnya hujan yang seringkali terjadi adalah hujan air dan hujan salju. Tergantung di wilayah mana Anda berada.<a name='more'></a></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hujan aneh yang kadang-kadang terjadi dan sudah banyak orang tahu adalah hujan abu, yang biasanya menjadi tanda-tanda sebuah gunung akan meletus, atau hujan meteor di angkasa. Namun, pernahkah Anda mendengar hujan laba-laba, hujan ikan, hujan katak atau hewan-hewan lainnya?</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><br />Hmmm... ini adalah kisah nyata lho, bukan sebuah rekayasa.<br /><br />Di beberapa wilayah dunia, hujan hewan-hewan aneh memang pernah terjadi. Ada hujan sapi, hujan ubur-ubur, hujan katak, hujan ikan, hujan cacing dan yang terbaru adalah hujan laba-laba. Bisa dibayangkan bagaimana ngerinya kan?<br /><br />Tetapi, bagaimana dengan penjelasan tentang hujan laba-laba ini? Berita terbaru yang datang dari Brazil 12 Februari lalu ini memang cukup mengejutkan. Terutama laba-laba adalah serangga berkaki delapan yang menakutkan. Bagaimana kejadian tersebut tertangkap kamera?<br /><br />HUJAN SAPI<br /><br />Sebuah tornado besar pernah membawa sapi terbang ke atas. Sayangnya, kemudian karena kekuatan angin badannya tercerai berai dan jatuh menjadi potongan-potongan daging segar. Hal ini pernah terjadi di California, 1 Agustus 1989.<br /><br />Selang beberapa tahun kemudian, kejadian serupa dilaporkan terjadi di Olympian Springs, Bath County, Kentucky tahun 1876. Semua daging juga telah hancur, karena kekuatan angin. Tampaknya angin yang membawa sapi tersebut telah menyayat bagian-bagian dagingnya.<br />Hingga saat ini, belum pernah ada laporan serupa<br /><br />HUJAN IKAN<br /><br />Hujan ikan dilaporkan kerap terjadi di beberapa daerah di dunia:<br /><br /> Hujan ikan di Singapore, terjadi pada 22 Februari 1861<br /> Hujan ikan di Olneyville, Rhode Island, 15 Mei 1900<br /> Hujan ikan di Moose Jaw, Saskatchewan, 1 Juli 1903<br /> Hujan ikan di Marksville, Louisiana, 23 Oktober 1947<br /> Hujan ikan di Kerala, India, 12 Februari 2008<br /> Hujan ikan di Bhanwad, Jamnagar, India, 24 Oktober 2009<br /> Hujan ikan di Lajamanu, Australia, 25 dan 26 Februari 2010<br /> Hujan ikan di Loreto, Filipina, 13 Januari 12012<br /><br />HUJAN KATAK<br /><br />Hujan katak dilaporkan juga pernah terjadi beberapa kali di dunia. Menurut laporan yang tercatat, pernah terjadi di:<br /><br /> Hujan katak di Perfektur Ishikawa, Jepang, Juni 2009<br /> Hujan katak di Rakoczifalva, Hongaria, 18-20 Juni 2010<br /><br />Katak-katak tersebut telah mati karena terlindas ban mobil, beberapa di antaranya utuh, dan tidak. Semuanya berada tak jauh satu sama lain. Diperkirakan para katak tersebut juga terbawa angin tornado.<br /><br />HUJAN UBUR-UBUR<br /><br />Sama seperti ikan, cerita tentang hujan ubur-ubur bukan isapan jempol belaka. Saat itu diperkirakan ubur-ubur sedang dalam kelompok besar dan berada dekat dengan permukaan laut. Kemudian tornado lewat dan membawa ubur-ubur tersebut ke dalam pusaran anginnya.<br /><br />Ubur-ubur tersebut kemudian terbawa angin dan turun bersama air hujan.<br /><br />Dilaporkan, hujan ubur-ubur yang pernah terjadi adalah di Bath, Inggris pada tahun 1894.<br /><br />HUJAN LABA-LABA<br /><br />Hujan teraneh lain yang membawa serta hewan yang satu ini termasuk yang paling mengerikan dan bikin bulu kuduk merinding. Dilaporkan bahwa hujan Laba-laba yang pernah terjadi pertama kali di Provinsi Salta, Argentina, pada 6 April 2007 silam. Langit di penuhi dengan laba-laba yang kemudian jatuh di sekitar pepohonan dan tiang listrik. Membangun sarang-sarang raksasa, di mana mereka tinggal untuk sementara di sana.<br /><br />Ditangkap oleh video amatir baru-baru ini, hujan laba-laba terjadi lagi. Hujan laba-laba yang terhitung kedua ini terjadi pada 3 Februari 2013 di San Antonio da Platina, Brazil.<br /><br />Misteri Hujan Berwarna Merah di India (Hujan Darah)<br /><br />Misteri memang tidak pernah punah dari dunia ini. Kini, mari kita ungkap misteri hujan darah di India ini dengan sains. Anda semua juga bisa melihat video hujan darah India ini di bagian paling bawah!<br /><br />Inilah penjelasan hujan darah atau hujan merah ini<br /><br />Lebih dari 500.000 meter kubik air hujan berwarna merah tercurah ke bumi. Pada mulanya ilmuwan mengira air hujan yang berwarna merah itu disebabkan oleh pasir gurun, namun para Ilmuwan menemukan sesuatu yang mengejutkan, unsur merah di dalam air tersebut adalah sel hidup, sel yang bukan berasal dari bumi !<br /><br />Menurut ilmuwan setempat unsur merah di dalam air tersebut adalah sel hidup, sel yang bukan berasal dari bumi<br /><br />Hujan yang pertama jatuh di distrik Kottayam dan Idukki di wilayah selatan India. Bukan hanya hujan berwarna merah, 10 hari pertama dilaporkan turunnya hujan berwarna kuning, hijau dan bahkan hitam. Setelah 10 hari, intensitas curah hujan mereda hingga September.<br /><br />Hujan tersebut turun hanya pada wilayah yang terbatas dan biasanya hanya berlangsung sekitar 20 menit per hujan. Para penduduk lokal menemukan baju-baju yang dijemur berubah warna menjadi merah seperti darah. Penduduk lokal juga melaporkan adanya bunyi ledakan dan cahaya terang yang mendahului turunnya hujan yang dipercaya sebagai ledakan meteor.<br /><br />Contoh air hujan tersebut segera dibawa untuk diteliti oleh pemerintah India dan ilmuwan. Salah satu ilmuwan independen yang menelitinya adalah Godfrey Louis dan Santosh Kumara dari Universitas Mahatma Gandhi.<br /><br />Mereka mengumpulkan lebih dari 120 laporan dari penduduk setempat dan mengumpulkan sampel air hujan merah dari wilayah sepanjang 100 km. Pertama kali mereka mengira bahwa partikel merah di dalam air adalah partikel pasir yang terbawa dari gurun Arab.<br /><br />Hal ini pernah terjadi pada Juli 1968 dimana pasir dari Gurun Sahara terbawa angin hingga menyebabkan hujan merah di Inggris. Namun mereka menemukan bahwa unsur merah di dalam air tersebut bukanlah butiran pasir, melainkan sel-sel yang hidup.<br /><br />Komposisi sel tersebut terdiri dari 50% Karbon, 45% Oksigen dan 5% unsur lain seperti besi dan sodium, konsisten dengan komponen sel biologi lainnya, dan sel itu juga membelah diri. Sel itu memiliki diameter antara 3-10 mikrometer dengan dinding sel yang tebal dan memiliki variasi nanostruktur didalam membrannya.<br /><br />Namun tidak ada nukleus yang dapat diidentifikasi. Setiap meter kubik sampel yang diambil, terdapat 100 gram unsur merah. Jadi apabila dijumlah, maka<br /><br />dari Juli hingga September terdapat 50 ton partikel merah yang tercurah ke Bumi.<br /><br />Di Universitas Sheffield, Inggris, seorang ahli mikrobiologis bernama Milton Wainwright mengkonfirmasi bahwa unsur merah tersebut adalah sel hidup. Hal ini dinyatakan karena Wainwright berhasil menemukan adanya DNA dari unsur sel tersebut walaupun ia belum berhasil mengekstraknya.<br /><br />Karena partikel merah tersebut adalah sel hidup, maka para ilmuwan mengajukan teori bahwa partikel merah itu adalah darah. Menurut mereka, kemungkinan batu meteor yang meledak di udara telah membantai sekelompok kelelawar di udara. Namun teori ini ditolak karena tidak adanya bukti-bukti yang mendukung seperti sayap kelelawar yang jatuh ke bumi.<br /><br />Dengan menghubungkan antara suara ledakan dan cahaya yang mendahului hujan tersebut, Louis mengemukakan teori bahwa sel-sel merah tersebut adalah makhluk ekstra terestrial. Louis menyimpulkan bahwa materi merah tersebut datang dari sebuah komet yang memasuki atmosfer bumi dan meledak di atas langit India.<br /><br />Sebuah studi yang dilakukan oleh mahasiswa doktoral dari Universitas Queen, Irlandia yang bernama Patrick McCafferty menemukan catatan sejarah yang menghubungkan hujan berwarna dengan ledakan meteor.<br /><br />McCafferty menganalisa 80 laporan mengenai hujan berwarna, 20 laporan air berubah menjadi darah dan 68 contoh fenomena mirip seperti hujan hitam, hujan susu atau madu yang turun dari langit.<br /><br />36 persen dari contoh tersebut ternyata terhubung dengan aktivitas meteor atau komet. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi mulai dari Romawi kuno, Irlandia dan Inggris abad pertengahan dan bahkan Kalifornia abad ke-19.<br /><br />McCafferty mengatakan, "Kelihatannya ada hubungan yang kuat antara laporan hujan berwarna dengan aktivitas meteor, Hujan merah Kerala cocok dengan pola-pola tersebut dan tidak dapat diabaikan begitu saja."<br /><br />Jadi, apakah hujan merah di Kerala berasal dari luar bumi ? Sebagian ilmuwan yang skeptis serta merta menolak teori ini. Namun sebagian ilmuwan lain yang belum menemukan jawabannya segera melirik kembali ke sebuah teori usang yang diajukan oleh ahli fisika Sir Fred Hoyle dan Dr Chandra Wickramasinghe, teori yang disebut Panspermia, yaitu sebuah teori yang menyatakan bahwa kehidupan di bumi ini berasal dari luar angkasa.<br /><br />Menurut kedua ilmuwan tersebut pada mulanya di luar angkasa terdapat awan gas antar bintang yang mengandung bakteri. Ketika awan itu mengerut karena gravitasi untuk membentuk sistem bintang, bakteri yang ada di dalamnya tetap bertahan hidup di dalam komet.<br /><br />Ketika komet itu terkena sinar matahari, panas matahari mencairkan permukaan es pada komet, bakteri-bakteri tersebut lolos dan tersapu ke planet-planet terdekat. Teori ini juga didasarkan pada argumen Charles Darwin bahwa sesungguhnya bakteri memiliki karakteristis 'luar bumi'.<br /><br />Hujan Darah Juga Pernah Terjadi di Pangalengan Indonesia<br /><br />"Ketika itu, kejadiannya sekitar juli 2009. awan mendung menghiasi langit pangalengan, tiba2 hujan pun terjadi. dalam 5 menit hujan itu berlangsung normal dan tidak terlalu deras, namun setelah itu tiba-tiba airnya berubah menjadi merah. saya kira itu hal biasa tetapi kok lama-kelamaan jadi seperti darah? Hujan darah itu berlangsung selama kurang lebih 1 menit dan setelah itu hujanpun mereda. Serentak warga pun keluar rumah dan heran dengan apa yang terjadi. Mereka menyimpulkan bahwa hal itu adalah hal gaib. Sayapun sama. Warga sempat ketakutan dan keesokan harinya warga langsung mengadakan 'hajat buruan'. Selengkapnya lihat di sini (http://rajaforum.com/thread-58.html)<br /><br />Fenomena Alam: Hujan Ikan, Hujan Katak, Hujan Ular<br /><br />Kalau ada yang mengatakan hujan, yang terpikir dan terbayang oleh banyak orang adalah hujan air, hujan es atau yang paling ekstrim hujan batu yang mungkin terjadi karena ada gunung meletus dan lain sebagainya. Namun pernahkah anda tahu, kalau di beberapa negara ada hujan katak, hujan ikan, hujan ular?<br /><br />Seperti diberitakan di erabaru, pada 1578, tikus kuning besar berjatuhan dari langit di atas Bergen, Norwegia.<br /><br />Pada Januari 1877, prestisius ilmuwan Amerika mencatat adanya hujan ular yang ukurannya mencapai 20 inci di Memphis, Tennessee.<br /><br />Pada Februari 1877, serpihan benda berwarna kuning berjatuhan di Penchloch, Jerman. Benda tersebut dilaporkan memiliki ukuran tebal, beraroma dan melesat seperti anak panah, bijih kopi serta bulatan cakram.<br /><br />Pada Desember 1974, hujan telur rebus terjadi selama beberapa hari pada sebuah sekolah dasar di Berkshire, Inggris.<br /><br />Pada 1969, hujan darah dan daging terjadi di sebagian besar wilayah Brasil.<br /><br />Pada 1989, boneka kayu dengan kepala terbakar atau terpotong jatuh dari langit di atas kota Las Pilas, Cantabria.<br /><br />Pada 2007, hujan anak katak terjadi di Alicante, Spanyol dan hujan laba-laba turun di Cerro San Bernardo, Salta, Argentina. Seorang pembaca Epoch Times telah mengambil foto dari peristiwa tersebut.<br /><br />Pada 31 Juli 2008, hujan darah (laporan yang telah ditetapkan berdasarkan analisa laboratorium) di kota Choco, Kolumbia.<br /><br />Sebuah laporan Northern Territory News telah memberikan bukti bahwa makanan yang jatuh dari langit lebih dari sekedar legenda. Dilaporkan bahwa pada 25 dan 26 Februari, hujan ikan terjadi di Lajamanu, Australia, 200 mil dari pantai.<br /><br />Ikan tersebut yang diyakini sebagai jenis ikan kecil putih bernama Spangled Perch, yang umumnya terdapat di Australia bagian utara. Menurut Balmer, ikan itu masih hidup ketika berjatuhan.<br /><br />Beberapa penduduk dari Lajamanu, Maningrida dan Hermannsburg telah mengungkapkan pengalaman mereka tentang hujan ikan tersebut kepada Northern Trreitory News. Salah satu dari mereka mengatakan, ketika ia masih kanak-kanak, sejumlah temannya pergi memancing di sebuah oval (lapangan sepak bola Australia) saat terjadi hujan ikan.<br /><br />Penduduk desa Yoro, Honduras, telah terbiasa mempersiapkan wadah seperti ember dan baskom untuk menadah hujan ikan yang turun dari langit setiap tahun antara bulan Mei dan Juli.<br /><br />Meskipun tidak ada kasus lain sebagai siklus dan terjadi berulang-ulang seperti di Yoro, hujan hewan air, amfibi dan lainnya yang lebih aneh telah terjadi di wilayah lain.<br /><br />Ilmuwan AS, Charles Fort (1874-1932) selama bertahun-tahun mempelajari terjadinya hujan aneh. Ia mengumpulkan sekitar 60.000 kliping dari surat kabar, majalah serta sumber lain tentang sejumlah kejadian luar biasa. Sepanjang karirnya, Fort berhasil mencatat berbagai fenomena hujan seperti hujan koin, ular, perangko China kuno, darah, katak, serangga, kapas, minyak dan zat cair.<br /><br />Staf senior Biro Meteorologi Australia, Ashley Patterson seperti dikutip Northern Territory News, mencoba menjelaskan terjadinya hujan ikan di Australia. Teorinya tidak jauh berbeda dari sejumlah ilmuwan yang meyakini bahwa ikan kemungkinan disedot ke awan oleh twister, waterspout atau tornado, yang dibawa oleh awan, kemudian jatuh seperti hujan.<br /><br />"Kencangnya gulungan angin ke udara, [ikan dan air dapat ditarik] hingga 60.000 atau 70.000 kaki," ujar Petterson. "Atau [hal itu] kemungkinan terjadi akibat tornado pada perairan---namun kami belum memiliki laporan,"<br /><br />Akan tetapi, sebagian besar kasus, teori ini nampaknya tidak menjelaskan mengapa hanya hewan atau benda tertentu yang jatuh dari langit. Mengapa arus angin mampu mengangkat benda seperti katak dari sebuah danau tanpa menyertakan air, lumpur, ganggang maupun spesies lain dari ekosistem yang sama?<br /><br />Penjelasan tersebut menjadi kurang masuk akal ketika seperti dalam kasus hujan ikan di Australia, di dekat area itu tidak ditemukan danau, laut maupun sungai dan tidak pula terjadi badai maupun tornado yang tercatat pada saat atau selama beberapa hari sebelumnya.<br /><br />penyusun: r syarif ario dgs<br /><br />Zilzaal : dari berbagai sumber</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-86150077311839570912013-02-21T20:13:00.002-08:002013-02-21T20:13:33.906-08:00Hasil Penelitian Terbaru Terungkap Kerja Otak Lebih Aktif Saat Seseorang Berdoa Atau Shalat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-t5ZadG3K4I1lQ6NWGUuAnwMzOVLlwr5DZAnWphAOHQs1T_I0iJcgVSqJV7JSXbqGEUOc1D5KS7ZnWRlYhwapRk6s1bTgRO86rJq9TOy3VppTMK30t9p0Kq9XEd508QKmge-6OLzpLMY/s1600/131234326432960-53230.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-t5ZadG3K4I1lQ6NWGUuAnwMzOVLlwr5DZAnWphAOHQs1T_I0iJcgVSqJV7JSXbqGEUOc1D5KS7ZnWRlYhwapRk6s1bTgRO86rJq9TOy3VppTMK30t9p0Kq9XEd508QKmge-6OLzpLMY/s1600/131234326432960-53230.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
Sebuah penelitian medis baru-baru ini mengungkapkan adanya serangkaian perubahan dalam tubuh manusia selama ia dalam keadaan berdoa (shalat) atau meditasi. Menurut penelitian tersebut, perubahan pertama yang tampak adalah adanya integrasi pikiran sepenuhnya dengan alam semesta setelah lima puluh detik memulai doa (shalat) atau meditasi.<br /><br />Studi yang dilakukan oleh Ramchandran, seorang peneliti Amerika, bersama-sama dengan sekelompok peneliti lainnya menunjukkan bahwa laju pernapasan dan konsumsi oksigen dalam tubuh manusia berkurang selama doa (shalat) dalam kisaran antara 20 dan 30%, di samping resistensi kulit meningkat dan darah tinggi lebih membeku.<br /><br /><br />Hasil penelitian tersebut melaporkan bahwa sebuah gambar yang ditangkap melalui CT scan menunjukkan adanya aktivitas kerja otak yang sangat menakjubkan selama seseorang itu berdoa (shalat). Tercatat bahwa gambar otak seseorang dalam keadaan berdoa (shalat) atau meditasi berbeda dengan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">gambar (otak) dalam keadaan normal.<a name='more'></a></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aktivitas sel-sel saraf di otak telah berkurang dan terdapat warna mengkilap yang muncul di radiologi.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ramchandran menegaskan bahwa hasil gambar ini merupakan bukti ilmiah mengenai apa yang yang disebut “spiritual transenden” dan kehadiran agama di dalam otak, yang membawa dampak terhadap seluruh anggota, seperti otot, mata, sendi dan keseimbangan organ-organ tubuh.<br /><br />Ia juga menambahkan bahwa semua anggota tubuh mengirim sinyal ke otak selama seseorang berdoa (shalat) atau meditasi, hal inilah yang menyebabkan aktivitas otak meningkat, sehingga otak kehilangan kontak dengan tubuh sepenuhnya hanya menjadi pikiran murni dan menarik diri dari alam dunia ke dunia lain.<br /></span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada gilirannya, penelitian tersebut merupakan upaya yang signifikan dari para ilmuwan untuk mengungkap batas hambatan antara manusia dan rahasia otak. Penelitian ini mendapat apresiasi kepuasan dari sebuah penerbitan Sains di AS. Penelitian ini penting untuk menjelaskan hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan.<br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang perlu diperhatikan bahwa hal ini benar-benar membantah hasil studi dan penelitian William James, seorang pelopor psikologi agama, tentang misteri agama dalam otak yang menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama adalah dua dunia yang sama sekali berbeda. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">(sumber : ech-chaab.net)</span></div>
Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-11555539302052347642013-02-21T19:56:00.002-08:002013-02-21T19:56:51.223-08:00Sebesar Apa Bumi yg Kita Tempati?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0oH1fzAgSoibYBm_m2dknj8IDsJyVHonnh5xrJZ8_Pg7no9JpQ8M9S9ESXQ1iktqHWvcbFM3-eMEaIydm2eRqJQFS1RYiTo9HJCrw17aAeKCAzsOxq1gZ6fWLpcev6omwcpf_rVWa_ns/s1600/Slide2.GIF" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><i><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0oH1fzAgSoibYBm_m2dknj8IDsJyVHonnh5xrJZ8_Pg7no9JpQ8M9S9ESXQ1iktqHWvcbFM3-eMEaIydm2eRqJQFS1RYiTo9HJCrw17aAeKCAzsOxq1gZ6fWLpcev6omwcpf_rVWa_ns/s1600/Slide2.GIF" /></i></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div style="text-align: center;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar,”</i> (Al Baqarah 255).</div>
</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> <br /><br />Rasanya, Bumi yang kelilingnya 40.000 km ini sudah sangat besar bagi kita. Untuk pergi ke Amerika atau Afrika saja jauh sekali. Apalagi jika sampai harus ke Antartika.Namun besarnya bumi kita ini tidak apa-apanya dengan ciptaan Allah lainnya. Bahkan bintang yang terbesar pun hanya satu titik dibanding Galaksi, Cluster, Super Cluster, Jagad Raya. Di atas semua itu kita harus yakin bahwa Allah pencipta Semesta Alam itu. Dan mari sejenak kita renungkan tentang jagad raya ini.<a name='more'></a></span><b style="font-family: Verdana, sans-serif;">(1) Ukuran Bumi dibanding Planet Jupiter</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjId5RmXYPoIb6TeHpsg2w_Q90C-IcQSc-E_kxXTY_BbjUrxVM3jn7l-MzyHKN906n0wWRoHXwPu7M83QGROnamw3veMncVVBEsEnU6N4rUvQfA5a8G7mnuKHHJCPQV2HrdwHFhcSNKQgY/s1600/Slide2.GIF"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjId5RmXYPoIb6TeHpsg2w_Q90C-IcQSc-E_kxXTY_BbjUrxVM3jn7l-MzyHKN906n0wWRoHXwPu7M83QGROnamw3veMncVVBEsEnU6N4rUvQfA5a8G7mnuKHHJCPQV2HrdwHFhcSNKQgY/s1600/Slide2.GIF" /></a><br /><br /> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>(2) Ukuran Bumi dibanding Matahari</b></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2Y5sIvlEXv8RIgN9gGiBNWUcj1l_xEY82EIU52q0sHVaKQQTcKRS4C1EmTk9h_ge6UPos643FdLzfqdrmUW6qH8iVULo8a3eSbBatr4PtxkQTZEMGrLnLukp-eHqRs7Rys3TTBZYlPVY/s1600/Slide3.GIF"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2Y5sIvlEXv8RIgN9gGiBNWUcj1l_xEY82EIU52q0sHVaKQQTcKRS4C1EmTk9h_ge6UPos643FdLzfqdrmUW6qH8iVULo8a3eSbBatr4PtxkQTZEMGrLnLukp-eHqRs7Rys3TTBZYlPVY/s1600/Slide3.GIF" /></a><br /><br /></span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>(3) Ukuran Matahari dibanding Bintang Arcturus</b></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEo5-oFFryc75cOve9LUC6p-NV_4TtlRlXQL7KN16YYVEDRmsfG3-s858eVKbddyqax813p424mYF0f0RlGIP1ZUSjED-Ls7eEKisWEyuWO4n7Ldpe7fh6wfj9Wx_OiCJ4tu6PDLv5q8k/s1600/Slide4.GIF" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEo5-oFFryc75cOve9LUC6p-NV_4TtlRlXQL7KN16YYVEDRmsfG3-s858eVKbddyqax813p424mYF0f0RlGIP1ZUSjED-Ls7eEKisWEyuWO4n7Ldpe7fh6wfj9Wx_OiCJ4tu6PDLv5q8k/s1600/Slide4.GIF" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sama halnya seperti bumi dengan matahari, dibanding dengan Bintang Arcturus pun matahari terlihat seperti sebuah batu kerikil.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><br /><b> (4) Ukuran Matahari dibanding Bintang Antares</b><br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2t1h0Q2H0CdTW88zqLD-x4p2kFTBY_alI716I6oT3VaOZbApQoLD-AqR1AiQEQvo95lTS0NqEz4CFaK1Tmt1_4AYEpjHiwLIrTSuMOtiBGFcfWUEMFJOpuaiUq1oZ_KoW90__gA84eAU/s1600/Slide5.GIF"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2t1h0Q2H0CdTW88zqLD-x4p2kFTBY_alI716I6oT3VaOZbApQoLD-AqR1AiQEQvo95lTS0NqEz4CFaK1Tmt1_4AYEpjHiwLIrTSuMOtiBGFcfWUEMFJOpuaiUq1oZ_KoW90__gA84eAU/s320/Slide5.GIF" width="320" /></a><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat ini bumi sudah tidak bisa dilihat lagi. Diameter Antares 804.672.000 km.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> </span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>(5) Ukuran Bintang-bintang dibanding Galaksi Bimasakti</b><br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL4_Zdh7_F57abHJlM8cwvLNDqMT2HzOTdSYPJm0SL5Qk-CcOGVo3-nT6YWnaV2P0keBbSkWeohrBCVOJbbGVO1z3K3_tZNH4ReW8liVLtEmiYVYGqqc5mR-bCXUjCQeT6sG86ARlAJYY/s1600/Slide6.GIF"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL4_Zdh7_F57abHJlM8cwvLNDqMT2HzOTdSYPJm0SL5Qk-CcOGVo3-nT6YWnaV2P0keBbSkWeohrBCVOJbbGVO1z3K3_tZNH4ReW8liVLtEmiYVYGqqc5mR-bCXUjCQeT6sG86ARlAJYY/s1600/Slide6.GIF" /></a><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kalau anda menganggap Antares sudah sangat besar, ternyata bintang itu masih belum apa-apa dibanding dengan galaksi seperti Galaksi Bimasakti yang terdiri dari ratusan milyar bintang dengan lebar hingga 100 ribu tahun cahaya (1 detik cahaya=300.000 km).</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><br /><b> (6) Ukuran Galaksi Bimasakti dibandingkan Cluster</b></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghjrRqvJ2OWIafl8ifs251TJ_oNBzr-ldNAzv3qIcAF2Yyxwt8EuAlXWYe8EG2uZw-i5g_sOLsY3InDy2ULS8tLYqi_XYJZkocqOVw7whbd5zsZR3iOnHjH_YgEJpo5Z17SMxLAdIyMWA/s1600/Slide7.GIF" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghjrRqvJ2OWIafl8ifs251TJ_oNBzr-ldNAzv3qIcAF2Yyxwt8EuAlXWYe8EG2uZw-i5g_sOLsY3InDy2ULS8tLYqi_XYJZkocqOVw7whbd5zsZR3iOnHjH_YgEJpo5Z17SMxLAdIyMWA/s1600/Slide7.GIF" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Galaksi itu pun tidak seberapa jika dibanding dengan Cluster (Kumpulan) Galaksi yang terdiri dari ribuan Galaksi.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /> </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><br /></b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>(7) Ukuran Cluster di antara ribuan Cluster, kemudian ribuan Super Cluster, dst.</b><br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2m3C5tnNRdx_l7wO_0CmPsPVGVbISQhRK0-oW0J6oBFerJWoo6QrBDzvv5WdZwXKDnmkJVFtvaPIcaKUwQ7j9vG4-KqIqfMz7DdVigZXRfeqE5-PpYCXoFxnyha3CWJaJidmLeDlvwT0/s1600/Slide8.GIF"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2m3C5tnNRdx_l7wO_0CmPsPVGVbISQhRK0-oW0J6oBFerJWoo6QrBDzvv5WdZwXKDnmkJVFtvaPIcaKUwQ7j9vG4-KqIqfMz7DdVigZXRfeqE5-PpYCXoFxnyha3CWJaJidmLeDlvwT0/s1600/Slide8.GIF" /></a><br /><br />Ternyata di atas Cluster masih ada Super Cluster yang terdiri dari ribuan Cluster. Ribuan Super Cluster akhirnya membentuk jagad raya.<br /> Saat ini diperkirakan Jagad Raya (Universe) lebarnya 30 milyar tahun cahaya. Tapi ini cuma angka sementara mengingat teleskop tercanggih saat ini cuma bisa mencapai jarak 15 milyar tahun cahaya.<br /> Jika dunia ini begitu luas, maka Allah menegaskan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Tentunya jauh lebih luas lagi dari dunia. Masih mau menyombongkan diri dihadapan Pencipta? Maha Besar Allah, Rabb Pencipta Alam semesta.</span></div>
</div>
Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-72902436592398252642013-02-21T19:13:00.000-08:002013-02-21T19:13:08.019-08:00Pemandangan Alam Bisa Pertajam Konsentrasi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUel6wNC5NhZStO5TPY4T_Gur92KiFyq5sbSTmrgXqD14pwgSBeBdrOQJyqCDe_jIZXSMbNBSlIsCCvvKa82p2ozYhhwpuacKH3mqDGwtWm3QV4FCCAvEM1mXAT1oLvBLNC6Dt82nJh8o/s1600/1138967161.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUel6wNC5NhZStO5TPY4T_Gur92KiFyq5sbSTmrgXqD14pwgSBeBdrOQJyqCDe_jIZXSMbNBSlIsCCvvKa82p2ozYhhwpuacKH3mqDGwtWm3QV4FCCAvEM1mXAT1oLvBLNC6Dt82nJh8o/s320/1138967161.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">APABILA seseorang bermaksud meningkatkan memori pikiran atau, daya ingat dan konsentrasi, barangkali dalam tulisan ini termasuk salah satu cara yang dapat dilakukan, yaitu memasang gambar pemandangan atau taman yang indah dalam kamar tidur atau kantor.<br /> <br /> Lebih bagus lagi jika benar-benar berada di luar ruangan, di alam bebas jalan-jalan, berkeliling di taman-taman kurang lebih satu jam. Tetapi syukurlah, kalau ada jendela yang membingkai suatu pemandangan indah di luar kediaman yang dapat dipandangi.<br /> <br /> Jika tidak puas dengan pekerjaan, dan mengalami kesulitan untuk tetap fokus, atau di kala sedang memusatkan pikiran mulai terputus-putus beberapa saat, bahkan diwarnai dengan gangguan ataupun terinterupsi membayangkan makanan misalnya. Pada titik ini seseorang itu memerlukan sesuatu yang disebut Attention Restoration Theory (ART) untuk mengembalikan fokus perhatian.<a name='more'></a>Di Michigan University, Ann Arbor, para peneliti sedang terpaku pada kegiatan studi, ada beberapa orang secara instinktif mengenali beberapa cara penyembuhannya namun belum dapat diterapkan .<br /> <br /> Peneliti departemen psikologi, Stephen dan Rachel Kaplan, dari Sekolah Sumber Daya Alam dan Lingkungan Michigan University, Ann Arbor, berteori bahwa hidup akan terasa memuaskan jika seseorang dapat memahami dan mengeksplorasi lingkungannya, dan itu mempunyai pengaruh positif.<br /> <br /> Kaplan, peneliti psikologi Marc Berman dan John Jonides, yang melakukan studi dimana peserta diminta untuk berjalan-jalan dengan latar pemandangan alam atau di jalanan kota, kemudian menguji kemampuan mengingat dan perhatian mereka setelah melakukan perjalanan tersebut.<br /> <br /> UJI<br /> <br /> Mereka yang berjalan-jalan di latar pemandangan alam, seperti taman-taman dan kebun-kebun, secara konsisten mencapai nilai 20 persen lebih tinggi dalam uji kemampuan mengingat dan perhatian dibanding mereka yang berjalan-jalan di jalanan kota. Nilai ini tetap meski dalam kondisi cuaca apapun, atau bahkan peserta yang menikmati perjalanannya atau tidak. Melihat gambar pemandangan alam memiliki efek yang sama ketika dibandingkan melihat gambar yang diambil pada pusat keramaian kota.<br /> <br /> Bernadine Cimprich, Ph.D., R.N., juga dari University of Michigan, mempelajari para perempuan yang menderita kanker payudara, baik sebelum perawatan maupun sesudah operasi. Didalam benak mereka telah terisi pandangan tentang hidup dan mati, sehingga mereka kesulitan dalam melakukan perencanaan, membuat keputusan, dan memusatkan perhatian.<br /> <br /> Peserta yang dipilih secara acak, dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam tiga hal di atas setelah sepakat untuk melakukan salah satu cara yang berkaitan dengan alam, seperti memandang burung atau berkebun, setiap tiga kali seminggu selama setengah jam. Kemampuan mereka dalam memusatkan perhatian meningkat, sedang kemampuan mengontrol tidak meningkat. (ebn/elz)</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-30689099672385935462013-02-19T22:46:00.002-08:002013-02-19T22:46:20.041-08:00Membangun Mimpi dari Kampung Rama-rama<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQZR5kul-uv1REHgATA4ni8pcjtCbFpQC6aZw8L2ZQnCcYvIMO0XmrRZ1YTruVVKxwSJNaLan06cLzhwUEJZucr0yB7EX26FpJuxHRK0RzI6MxTZyYmVIj6PbLjo9nkYF_5K7StzscZVs/s1600/1_panorama_alam.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQZR5kul-uv1REHgATA4ni8pcjtCbFpQC6aZw8L2ZQnCcYvIMO0XmrRZ1YTruVVKxwSJNaLan06cLzhwUEJZucr0yB7EX26FpJuxHRK0RzI6MxTZyYmVIj6PbLjo9nkYF_5K7StzscZVs/s320/1_panorama_alam.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ibu, bagaimana kami bisa berkreasi dalam mengajar, jika kami hanya dituntut meluluskan anak 100% dalam Ujian Nasional (UN)? Apa yang harus kami lakukan?”<br /> <br /> Pertanyaan-pertanyaan seperti itu kerap diterima Dewi Utama Faizah dari para guru. Kebijakan pendidikan yang dibuat Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), menurutnya, banyak yang baik. Hanya, filosofinya kurang dipahami sehingga hasilnya jauh dari nilai kebajikan dan keindahan hidup.<br /> <br /> Di tengah kondisi ini, tak sedikit pihak yang mendukung Dewi untuk mengembalikan hakikat pendidikan. Bahwa pendidikan itu harus berawal dari ranah domestik agar cita-cita kemanusiaan melalui kegiatan yang bermanfaat dapat terpakai dalam kehidupan sehari-hari.<br /> <br /> Hakikat pendidikan itu, kata Dewi, sangat sederhana; mewujudkan manusia yang mampu berkreativitas di berbagai bentuk lapangan penghidupan. Jadi, tak sekadar menghasilkan tenaga kerja usai menempuh pendidikan, seperti yang selama ini terjadi.<a name='more'></a>Anni Iwasaki, dari Pusat Studi Jepang Untuk Kemajuan Indonesia, yang juga sahabat Dewi, termasuk yang mendukungnya. ”Kita butuh orang seperti Ibu di Kemdiknas,” kata Anni.<br /> <br /> Jepang yang Penuh Inspirasi<br /> <br /> Pada 1991, Dewi memperoleh beasiswa Monbusho dari pemerintah Jepang untuk melanjutkan kuliah di Miyagi University of Education.<br /> <br /> Sepulang dari sana, Dewi merasa mendapat pencerahan, khususnya tentang pendidikan anak usia dini dengan dasar kecintaan pada alam.<br /> Memang, kita sudah punya banyak sekolah alam. Tapi, kata Dewi, kita dangkal dalam memahami sesuatu. Ketika muncul tren kembali ke alam, semua berlomba-lomba ikut.<br /> <br /> ”Termasuk sekolah alam, ada di mana-mana. Tapi filosofi kesemestaannya kurang dipahami. Jadi semacam gaya hidup artifisial saja, tidak melihat isyarat yang tersirat di balik itu semua,” urainya.<br /> <br /> Bandingkan dengan masyarakat Jepang. Salah satu contoh kecintaan mereka kepada alam, ungkapnya, tercermin dalam syair berikut.<br /> <br /> matahari adalah mata penglihatan kita<br /> langit biru adalah hati sanubari kita<br /> angin adalah nafas kehidupan kita<br /> laut dan gunung adalah tubuh kita yang terbentang.<br /> <br /> Gunung diibaratkan sebagai kekasihnya laut. Kalau gunung rusak, laut akan sedih. Karena plankton, makanan ikan, berasal dari kehidupan gunung yang subur. Di mana saja orang Jepang berada, mereka memegang filosofi mori wa umi no koibito ini.<br /> Makanya, pulang dari Jepang Dewi langsung mengambil cuti dua minggu untuk pulang kampung ke Sumatera Barat, membawa buah hati melihat padi. “Anak-anakku, ayo kita lihat 'pohon nasi',” ajak Dewi pada tiga anaknya yang pernah menanyakan seperti apa pohon yang menghasilkan nasi yang disantap setiap hari itu.<br /> <br /> Belajar dari Laboratorium Alam<br /> <br /> Anda pernah melihat tulisan ‘dilarang kencing di sini', atau 'yang kencing di sini adalah (nama hewan)’? Dewi mempertanyakan kenapa tulisan semacam itu harus ada. “Hal ini menunjukkan ada yang salah dalam kehidupan kita,” ujar doktor Pendidikan Usia Dini lulusan Universitas Negeri Jakarta ini.<br /> <br /> Menjadikan anak-anak kita bersih dan sehat, tambahnya, ternyata tidak dianggap penting seperti halnya membaca, menulis, dan berhitung (calistung) dalam proses pendidikan kita.<br /> <br /> Anak-anak djejali berbagai pengetahuan akademik dan hafalan, namun mengabaikan kehidupan pribadi sebagai anak manusia. ”Masa program cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir saja masih menjadi program pemerintah?” ungkapnya.<br /> <br /> Dewi pun mengajak kita merenungi Seed Philosophy, bahwa segala sesuatu berawal dari biji atau benih. Makanan lezat, serat indah dan bahan bakar yang bermanfaat itu semua berasal dari biji. Aneka biji itu menjadi bagian penting sepanjang kehidupan makhluk di dunia ini. Anak-anak harus diberi pemahaman mengenai hal ini!<br /> <br /> "Menghadirkan lingkungan alamiah yang dekat dengan anak, membuat mereka akan belajar menjadi bagian dari alam. Dengan memahami hal ini, insya Allah mereka akan menjadi khalifah bagi semesta,” urainya.<br /> <br /> Kebijakan Zona Merah, Oranye, Hijau tiap kali menjadi pemateri seminar atau workshop, peraih Kehati Award 2002 ini selalu menyerukan para perempuan agar kembali pada perannya sebagai ibu kehidupan di ranah domestik. Mustahil, katanya, melahirkan anak-anak yang sehat, baik dan hebat dengan menyerahkan pengasuhan anak sepenuhnya ke pembantu atau babysitter. <br /> <br /> Lalu bagaimana jika dengan suatu alasan sang ibu memilih untuk bekerja? Menurut Dewi, kita harus adil menilai, apa kondisi yang membuat seorang ibu harus bekerja. Di kantornya yang kebanyakan stafnya adalah perempuan, Dewi menyosialisasikan kebijakan zona merah, oranye, dan hijau. Apa itu?<br /> <br /> “Untuk ibu muda yang memiliki bayi dan balita, mereka berada di zona merah. Artinya tanda kritis, sewaktu-waktu ada masalah dengan balitanya, mereka diberi keistimewaan,” terangnya.<br /> <br /> Demikian juga orangtua yang memiliki remaja. Mereka berada di zona oranye, yang berarti ada kelonggaran tetapi kondisinya tidak sekritis yang berada di zona merah. Sementara staf usia di atas 50 tahun, mereka berada di zona hijau sebagai ibu kehidupan. Mereka dalam posisi yang matang, siap berbagi pengalaman dan kebajikan kepada rekan yang masih muda, dan siap membantu tugas ibu-ibu manusia muda yang berada di zona merah dan oranye itu.Penerapan hal ini merupakan wujud untuk melahirkan ”ibu-ibu pendidik” dari staf perempuan yang bekerja.<br /> <br /> Pekerjaan Sejak Kecil<br /> <br /> Masa kecil Dewi penuh dengan kebahagiaan. Salah satu pengalaman yang masih ia kenang adalah saat ia beserta adik-adik dan teman-temannya membuat ”bioskop” di kandang di bawah rumah gadang seusai mengaji.<br /> <br /> Berbekal lampu minyak dan layar dari kain putih--pembatas shaf shalat yang diambil tanpa ijin pengurus masjid—bioskop mini digelar. Para penonton harus membayar dengan karet gelang. Esoknya, karet-karet gelang yang terkumpul itu dijalin hingga menjadi seperti tali. ”Itu untuk bermain tali merdeka,” ujar Dewi.<br /> <br /> Mereka menonton film di antara bebek, kambing, dan ayam yang sedang tidur. Dewi dan teman-temannya juga membuat cerita dengan tokoh boneka yang terbuat dari tangkai daun singkong yang digerak-gerakkan. Penonton riuh bertepuk tangan sehingga membangunkan seisi kandang.<br /> <br /> "Keluar dari kandang itu, muka kami celemotan penuh jelaga dan segala macam bau yang melekat di badan. Tapi kami senang sekali,” ungkapnya sembari tersenyum.<br /> Bagi Dewi, permainan adalah arena unjuk kerja dan karya, belajar gagal dan merasakan sebuah proses kehidupan. ”Ketika kita dewasa justru permainan-permainan di masa kanak-kanak itulah yang menjadi spirit kita meretas karir dan menyelamatkan hidup kita,” paparnya.<br /> <br /> Ia merefleksikan dirinya sendiri. Konsep pendidikan usia dini yang saat ini getol ia sampaikan ke sana-sini adalah dengan mengangkat permainan tradisional berbagai suku di Indonesia. Dari bermain di sawah, dengan angin, air hujan, rerumputan, rama-rama dan capung, ia belajar membuhul cintanya pada Allah yang Maha Indah.<br /> <br /> Kampung Rama-rama<br /> <br /> Dewi juga terinspirasi dari almarhum ibunda dan neneknya. Dua perempuan hebat itu memberantas buta huruf di desanya di Padang dengan cara amat sederhana dan tanpa dana sesen pun.<br /> <br /> Kini, peraih Piagam Satyalancana Karya Satya 2007 ini ingin melanjutkan perjuangan ibundanya dengan membangun sekolah. Bersama Yayasan Jembatan Pekerti yang dibinanya, Juni ini ia membuka TK Pedesaan Kampung Rama-rama di Cibubur, Jakarta. Sebagian dana berasal dari bantuan pemerintah, dan sumbangan sahabat-sahabatnya.<br /> <br /> Di atas tanah wakaf seluas 500 meter, Dewi membangun mimpinya. Mengajarkan anak mampu mandiri–bisa memenuhi kebutuhan pribadinya, seperti toileting–bermain, berteman banyak, mewujudkan kecakapan sosial untuk berbagi dan peduli.<br /> Anak-anak berkebutuhan khusus juga mendapat tempat di hatinya dan mesti hadir di sekolah itu. Dewi berharap ada generasi yang peduli kepada sesama dan lingkungannya serta mampu hidup bahagia di semesta alam secara inklusif, bukan eksklusif.<br /> <br /> Rama-rama berarti kupu-kupu. Proses menjadi rama-rama membutuhkan rentang masa yang tak sedikit. Bagi Dewi, anak-anak ibarat ulat-ulat yang unik dan rakus melahap apa saja. Keingintahuan mereka tinggi. Ia berharap, orangtua tidak tergoda untuk mengambil langkah instan menggegas ulat-ulat lucu itu menjadi kupu-kupu.<br /> Seekor rama-rama adalah penghulu semesta yang mengijabkabulkan segala bentuk tanaman, untuk kelangsungan hidup seluruh alam. Indah bukan? Aini Firdaus<br /> <br /> sumber:<a href="http://www.ummi-online.com/berita-189-dewi-utama-faizah-membangun-mimpi-dari-kampung-ramarama.html">http://www.ummi-online.com/berita-189-dewi-utama-faizah-membangun-mimpi-dari-kampung-ramarama.html</a></span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-91403705739701243942013-02-19T22:37:00.002-08:002013-02-19T22:37:37.020-08:00Masalahnya adalah Sekolah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMiSi4G4iswKwnDN-1UmcWqMLMTRQuy0sZAerhztUzzLAtk1fvS35-3As9hyB5zi7qKhWdU61gn9LT5DZncGEdy-ws-jXjep6BjKyrTwsusicI9JBvBsYoZkAuUvAh2f_jJq2Nvvox1LY/s1600/10102012044.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMiSi4G4iswKwnDN-1UmcWqMLMTRQuy0sZAerhztUzzLAtk1fvS35-3As9hyB5zi7qKhWdU61gn9LT5DZncGEdy-ws-jXjep6BjKyrTwsusicI9JBvBsYoZkAuUvAh2f_jJq2Nvvox1LY/s320/10102012044.jpg" width="179" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Prof. Daniel Mohammad Rosyid</div>
</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div style="text-align: center;">
Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember</div>
<div style="text-align: center;">
Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur </div>
<br />Banyak orang tidak mengira bahwa masalah yang paling serius dalam pendidikan Indonesia saat ini justru terlalu banyak sekolah. Masalah ini muncul saat kita mulai menyamakan pendidikan dengan persekolahan. Wajib belajar diartikan wajib sekolah. Ada asumsi kuat bahwa semakin lama bersekolah pasti makin baik karena semakin terdidik.<br /> Oleh karena itu semakin banyak sekolah didirikan, dan semakin banyak anggaran digelontorkan di sektor endidikan dengan harapan masyarakat akan semakin terdidik. Orang dengan gelar makin panjang berarti makin kompeten dan terdidik. <br /><br />Padahal yang semakin kita lihat di lapangan justru sebaliknya : tawuran pelajar dan antar-warga makin sering terjadi, pornografi dan narkoba merajalela, intoleransi meningkat, korupsi merebak di mana-mana. Semakin banyak anggota DPR dan birokrat dengan gelar master dan doktor, bahkan profesor, tapi DPR adalah lembaga paling korup. <a name='more'></a></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Persoalan pendidikan justru semakin banyak. Mendikbud pernah bilang, masalah pendidikan dijamin tidak pernah kurang. Contek berjamaah saat Ujian Nasional, sertifikasi guru yang tidak meningkatkan kinerja guru, hasil uji kompetensi guru yang jeblok, budaya baca yang buruk, prasarana dan sarana sekolah yang jauh dari layak, kekerasan oleh guru, serta pengangguran sarjana dan lulusan SMK semuanya justru muncul di sekitar sekolah. Berat mengatakannya tapi kenyataannya memang sekolah justru bagian dari masalah pendidikan, bukan solusinya. </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><br />Kesalahan sekolah terbesar adalah kecenderungannya untuk memberi kesan dan pesan sebagai satu-satunya tempat belajar. TK merasa teganggu dengan Pos PAUD Terpadu non-formal yang menjamur. Anak yang tidak bersekolah dicap terbelakang, tidak terdidik dan kampungan. Anak nelayan dan petani usia bersekolah tidak boleh pergi membantu keluarganya pergi ke laut atau ke sawah pada jam sekolah, karena ke laut atau ke sawah membantu orangtua bekerja dianggap bukan kegiatan belajar. Bahkan lebih serius lagi, mengajak anak-anak ini bekerja dinilai melanggar hak anak. Bahkan istilah anak muncul setelah lembaga sekolah diciptakan pada zaman revolusi industri di Inggris. Menjadi dewasa berarti keluar dari sekolah. <br /><br />Puncak masalah kebanyakan bersekolah adalah Ujian Nasional. Lulus UN dijadikan acuan prestasi pendidikan oleh banyak pihak, terutama birokrat pendidikan. Anak semakin tertekan karena jika tidak lulus UN tidak akan memperoleh ijazah. Menjelang UN banyak dilakukan doa bersama, puasa Senin-Kamis, dan tindakan aneh lainnya. Kata birokrat pendidikan, itu masih ebih baik daripada kebut-kebutan geng motor. Juga terlontar bahwa UN telah berhasil mendorong anak untuk giat belajar. Tanpa UN murid tidak akan terpacu untuk belajar. Karena tekanan psikologis yang tinggi ini menjelang UN digelar juga semakin banyak terjadi kesurupan massal di sekolah. <br /><br />Anehnya, saat UN dirancang ikut menentukan kelulusan murid dari sebuah sekolah, Kemendikbud justru melakukan sertifikasi guru. Menentukan kelulusan murid adalah tanggungjawab profesional guru yang terpenting, tapi kelulusan murid justru diserahkan sebagian besar pada mesin pemindai melalui Ujian Nasional. UN jelas merampas kewenangan profesional guru yang terpenting yang menjadikannya sebagai profesi yang dihormati. Sejak UN diberlakukan, kehormatan dan harga diri guru hancur berkeping-keping. Tunjangan profesi guru mungkin sebagai penghibur atas kehinaan yang diderita guru. <br /><br />Belum lama berselang, melalui wajib belajar 12 tahun, Mendikbud Muhammad Nuh telah menggelar kebijakan pendidikan universal untuk memastikan Indonesia menikmati bonus demografi menjelang 2045. Ini jelas maksud baik Mendikbud, tapi berdasarkan banyak studi, prakarsa ini boleh dipastikan akan gagal jika Kemendikbud masih mendekati pendidikan sebagai persekokahan belaka. Saya justru khawatir yang akan kita hadapi adalah tagihan demografi. <br /><br />Sekitar 40 tahun yang lalu Ivan Illich sudah mengingatkan bahwa pendidikan universal tidak mungkin tercapai melalui sistem persekolahan. Saat itu Ivan Illich belum membayangkan adanya internet. Internet sekarang sedang mengubah segalanya, termasuk pendidikan. Illich mengajukan jejaring belajar (learning web) sebagai opsi alternatif untuk memastikan setiap warga dapat belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Dalam jejaring belajar ini prakarsa belajar secara mandiri (otodidak) secara informal amat dihargai, dan layanan non-formal ditingkatkan kapasitasnya. <br /><br />Kita rupanya sudah lupa bahwa institusi yang disebut sekolah itu gejala baru yang umurnya kurang dari 200 tahun, di Indonesia bahkan kurang dari 150 tahun. Kampus umurnya jauh lebih tua. Harvard umurnya 400 tahun. Oxford dan Cambridge atau Sorbonne lebih dari 700 tahun. Hindia-Belanda lebih dulu mengenal pesantren, sebuah lembaga pendidikan dengan set-up yang berbeda dengan sekolah yang diperkenalkan Belanda sebagai respons atas tuntutan the founding fathers. Belanda dengan cerdik menggunakan sekolah justru untuk kepentingan penjajahan. <br /><br />Perlu diicermati bahwa grand design persekolahan kita tidak berubah banyak sejak Belanda membukanya di Hindia Belanda untuk pertama kali hingga kita memasuki Abad 21 ini : menyiapkan pegawai. Bagi penjajah waktu itu, membuka sekolah berarti menyiapkan pegawai bagi pemerintah penjajahan di Hindia Belanda. Menarik untuk memahami bagaimana KH. Ahmad Dahlan di Jogya, dan Teuku Syafii di.Padang mendirikan sekolah sebagai upaya melawan grand design Belanda ini. <br /><br />Kurikulum juga sumber masalah. Baru-baru ini Kemendikbud mewacanakan akan mengurangi konten kurikulum yang dinilai oleh banyak kalangan sebagai overloaded. Anehnya, Kemendikbud malah ingin memperpanjang jam sekolah mengikuti model full-day school. Jika ini terjadi sindrom too much schooling akan semakin menjadi-jadi. Keluarga sebagai “sekolah” yang pertama dan utama semakin tergusur, dan murid akan semakin diasingkan dari masyarakat dan lingkungannya sendiri. Setelah lulus murid akan tergagap-gagap hidup di masyarakat. <br /><br />Pengalaman para pendiri bangsa ini menunjukkan, bahkan sebelum internet dan sekolah ada, belajar tidak pernah mensyaratkan sekolah atau guru bersertifikat. Pada saat dunia sebelum sekolah diciptakan, belajar adalah bagian menyatu dari kehidupan sehari-hari dan pekerjaan yang dilakukan warga saat itu. Belajar dan bekerja berjalan beriringan. Bahkan belajar dimaksudkan untuk memperbaiki praktek bekerja. Bukan sekolah melulu bertahun-tahun, lalu lulus baru mencari pekerjaan. Model kehidupan seperti ini hanya cocok untuk anak orang kaya yang tidak perlu beketja. <br /><br />Betapa belajar tidak mensyaratkan sekolah jelas dari proses belajar itu sendiri, yaitu mengikuti sebuah siklus belajar : baca – praktek – tulis – bicara. Banyak sekolah kita gagal membangun siklus belajar itu. Sekolah hanya menjadi tempat guru mengajar, bukan tempat murid belajar. Budaya baca kita terbelakang. Layanan perpustakaan sekolah umumnya menyedihkan. Kesempatan praktek hampir tidak ada, pengalaman sehari – hari anak tidak dihargai guru. Budaya menulis kita amat ketinggalan. Budaya bicara kita mandeg. Yang berkembang bukan budaya dialog dan musyawarah untuk mencapai reasoned agreement, tapi justru voting dijadikan kata putus. Budaya demonstrasi satu arah marak. Lebih buruk lagi : perselisihan diselesaikan dengan tawuran dan pentungan. <br /><br />Menyambut Abad 21 sebagai abad internet ini, kemampuan beradaptasi secara berprinsip (principled adaptability) akan ditentukan oleh ketrampilan belajar mandiri. Kenyataannya banyak sekolah justru gagal mengembangkan ketrampilan belajar mandiri ini, sementara anak yang miskin semakin kehilangan kepercayaan diri karena tidak bisa bersekolah. Pendidikan dasar dan menengah yang amburadul mendorong kebutuhan pendidikan tinggi. Padahal pendidikan dasar dan menengah yang bermutu seharusnya sudah cukup untuk bekal hidup yang sehat dan produktif. <br /><br />Perlu dinyatakan secara luas bahwa setiap warga bisa belajar tanpa harus bersekolah. Seorang anak bisa bekerja di pagi hari membantu ayahnya ke laut mencari ikan, lalu sore atau malamnya ke perpustakaan Kelurahan untuk membaca buku dan websites tentang ikan, laut dan kapal. Dia juga kemudian bisa ke bengkel di dekat rumahnya untuk belajar mesin kapal, sementara bengkel tadi bisa mengajukan dana bantuan magang di bengkel ke Dinas Pendidikan setempat. Kurikulum harus menyesuaikan nurid, bukan sebaliknya. <br /><br />Di zaman internet ini, yang perlu dilakukan untuk memastikan pendidikan yang relevan bagi warga negara adalah menghentikan kecenderungan pendekatan persekokahan yang berlebihan, mengurangi formalisme pendidikan seminimal mungkin, menghapus ijazah SD, SMP, dan SMA. Hanya ijazah sarjana yang perlu dikeluarkan, itupun jika lulusan universitas tsb. memintanya karena tidak cukup percaya diri. Putus sekolah boleh, putus belajar jangan. <br /><br />Jagat pendidikan tidak boleh terlalu didominasi oleh Pemerintah dengan berbagai macam kebijakan. Sejak sertifikasi guru, akreditasi sekolah, otak-atik kurikulum, bahkan anggaran pendidikan. Pendidikan untuk semua juga berarti pendidikan oleh semua. Kecenderungan Kemendikbud yang sangat mendominasi ini perlu dikurangi dampak negatifnya dengan menyadari bahwa tanpa murid gedung sekolah yang megah dan guru yang pintar sekalipun hanya akan menjadi gudang. Murid ikut memproduksi jasa pendidikan. Murid tidak bisa diremehkan begitu saja. Guru juga perlu diberdayakan dengan memperkuat irganisasi profesi guru yang mampu melakukan sertifikasi guru secara mandiri. <br /><br />Dalam perspektif itulah segala bentuk Ujian, terutama untuk.kepentingan seleksi masuk, seharusnya ditentukan secara opsional oleh murid sendiri on their own terms, bukan oleh Pemerintah. Jika sekolah tidak berubah, tidak lama lagi ia akan menjadi museum. Jika guru tidak berubah, ia akan menjadi dinosaurus, dan Indonesia akan menjadi Jurassic Park.***</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-90021481468999862332013-02-18T18:55:00.000-08:002013-02-18T18:55:00.491-08:00Siapa Bilang Anak Desa Sulit Belajar<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4y-QNkFAe9yPDJWYoldpLPONUyUbbynocnVDcKQVXBNdUvXh68G79-y0b5xSkFLWtJLZ-J3OtsjxXAiU-Q1474pgXSWt9cAhOZX8fMb9shyXXclkH_B_WTKvhATJMli88OK2Df1SNbSI/s1600/08102012036.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4y-QNkFAe9yPDJWYoldpLPONUyUbbynocnVDcKQVXBNdUvXh68G79-y0b5xSkFLWtJLZ-J3OtsjxXAiU-Q1474pgXSWt9cAhOZX8fMb9shyXXclkH_B_WTKvhATJMli88OK2Df1SNbSI/s320/08102012036.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jika dianggap bahwa desa - kota sebuah wilayah budaya dan lingkungan, maka dipastikan karakter anak desa berbeda dengan anak kota. Karena lingkungan dan budayanya membentuk cara belajar & cara mengerti secara berbeda. Pembagiannya antara desa-kota, sebaiknya jadi tiga wilayah, yaitu : kota - daerah penyangga kota (sub urban) - dan desa. <br /> <br /> Jika ada pendapat bahwa siswa "pinggiran" yang 'sulit' belajar dari kalangan ekonomi bawah, tidak sepenuhnya benar. pertama, anak anak itu merupakan produk budaya penyangga (sub urban), yaitu budaya yang melahirkan generasi yang keras, dan gamang antara kemajuan kota ddan tradisi pedesaan. Dalam diri seorang anak sub urban, bercampur 2 sistem nilai yang saling bertarung. Daerah penyangga kota, adalah daerah yang menerima ampas/residu peradaban kota. Kriminalitas, krisis identitas, disorientasi diri, dan sejenisnya biasanya cukup kental pada masyarakat seperti ini. <a name='more'></a>Nah jika pembelajaran (tepatnya sekolah) tidak mengerti ini, maka anak bukannya belajar dengan baik, tetapi yang terjadi malah perbenturan nilai, yang berdampak pada model model penaklukan anak oleh guru. Pembelajaran yg gagal!<br /> <br /> Tentang anggapan anak dari desa yg 'sulit' belajar, anggapan itu keliru besar. Yang keliru bukan anaknya, tetapi pembelajarnnya yg keliru. Desa menyediakan sumber belajar yang amat berlimpah bagi pembentukan integritas yang baik. Di lingkungannya tersedia materi belajar yang terintegrasi antara sain, teknologi, reliji, art & culture. <br /> <br /> Terlalu sederhana jika menyimpulkan anak desa sulit belajar. Sulit belajar dalam arti kesulitan untuk beradaptasi atas perubahan-perubahan yang didesign oleh guru. Guru harus mendesign kurikulumnya termasuk metode dan media belajarnya mengikuti kondisi lingkungan dan budaya. Bisa jadi model student centered dengan mengimitasi model kota akan gagal, namun student centered dengan mengadaptasi kehidupan sosial dan budaya di desa akan efektif.<br /> <br /> Menurut pengalaman dan pengamatan beberapa guru yang pernah mengajar di desa, anak desa lebih lugu, lebih jujur, lebih hormat, lebih terbuka, lebih santun, tidak mudah meledak-ledak emosinya, lebih tenang pembawaannya, lebih halus bertutur kata. <br /> <br /> Dalam proses pembelajaran tidak terlalu jauh berbeda dengan anak-anak kota. Bahkan ada kecenderungan anak desa lebih rajin. Jika anak desa diidentikkan dengan anak petani, ada kecederungan meraka lebih santai bersikap, tidak grusah-grusuh. Kesan santai ini yang kemudian ditangkap sebagai kelemahan ethos kerja. Padahal hanya dengan mengelola sawah organik atau tabung pohon seluas 10 Ha secara swadaya, maka dalam lima tahun, pendapatan mereka jauh lebih baik dari professional di kota.<br /> <br /> Intinya, jangan jadikan anak desa seperti anak kota, itu penjajahan. Karena cara seperti itu akan mencerabut anak dari akar budayanya. Budaya kota, tidak selalu berarti lebih baik</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-81430303026106598052013-02-18T18:12:00.001-08:002013-02-18T18:12:33.591-08:00Menuai Masalah di Hari Esok<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4DIpnXLcQo6R7DqtelDHyIvcmSk1XTF5jmSZFJWTwIAsfTjjd5yKJqVx7h1NaWgFjlAJXiYbOPYUDvKWBFnCWUbHA-4NtDzJEIZlDmM9hNmlD8U-8Gc6hxCy9-z1eaNjcupqhDqoXWHM/s1600/vespa+1053977-Royalty-Free-Vector-Clip-Art-Illustration-Of-A-Stick-Man-On-A-Scooter.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="178" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4DIpnXLcQo6R7DqtelDHyIvcmSk1XTF5jmSZFJWTwIAsfTjjd5yKJqVx7h1NaWgFjlAJXiYbOPYUDvKWBFnCWUbHA-4NtDzJEIZlDmM9hNmlD8U-8Gc6hxCy9-z1eaNjcupqhDqoXWHM/s200/vespa+1053977-Royalty-Free-Vector-Clip-Art-Illustration-Of-A-Stick-Man-On-A-Scooter.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak ada yang menyangkal bahwa mayoritas orang yang tinggal di daerah perkotaan Indonesia saat ini telah menikmati kehidupan yang jauh lebih baik. Apalagi bila anda kalangan kelas menengah. Bensin murah, listrik bisa dicuri, uang negara atau uang perusahaan bisa dengan mudah dipat-gulipatkan, penjualan naik terus, berwirausaha banyak yang mendukung, mau jadi presiden tinggal berucap, marah mudah, bebas berbicara, bahkan pelaku korupsi pun bisa memberi keterangan pers sambil tersenyum. Sekalipun harga pangan sudah termahal di dunia, kita bisa tetap makan enak. Dan meski harga properti naik terus, pembelinya tetap banyak.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><br />Dengan segala kenikmatan itu, perilaku orang Indonesia telah berubah dalam segala sektor kehidupan. Penjualan sepeda motor di akhir tahun 2012 turun, konon karena kebijakan Bank Indonesia (15/3/2012) tentang batas minimal uang muka kredit. Namun penjualan mobil (2012) naik cukup signifikan.<a name='more'></a></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikian juga jumlah wisatawan asal Indonesia yang berkunjung ke luar negeri, meningkat pesat. Mereka yang terbang dari Bandara Soekarno Hatta melonjak terus, dari 50 jutaan menjadi 60 jutaan, tanpa fiscal, dengan tarif pesawat low cost. Bahkan orang tua yang pasca krisis moneter (1997-1998) menarik anak-anaknya dari luar negeri, kini mulai kembali menyekolahkan anak-anaknya ke Singapura, Australia, Eropa, dan USA. Di Paris saja, saya menyaksikan 30% dari pelancong yang berburu tas-tas bermerek adalah pelancong asal Indonesia, mereka berburu tas-tas mewah yang harganya di atas Rp. 15 juta rupiah.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Signal Tanjakan atau Turunan</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><br />Setiap kali seseorang merasa jalannya enak, maka satu hal yang pasti tengah terjadi: Kita tengah melewati jalan yang menurun. Dan sebaliknya, di Eropa dan Amerika Serikat, saat krisis menekan hidup, sesungguhnya mereka tengah bekerja keras menelusuri jalan “tanjakan” yang berat.<br /><br />Mereka yang berada dalam lingkungan ekonomi yang berat itu adalah buah dari apa yang ditanam oleh para pemimpin yang berkuasa di zaman tersenyum. Pemimpin-pemimpin yang berkuasa di era yang sulit adalah pemimpin yang memimpin untuk dinikmati hari esok. Jaringan televisi CNN belum lama ini misalnya menurunkan liputan gaya hidup Haruka Nishimatsu, CEO JAL yang memimpin dengan berbagai fasilitas jauh dari yang bisa dinikmati rata-rata CEO Indonesia.<br /><br />Haruka Nishimatsu berangkat ke kantor dengan bis pegawai, tak ada sopir pribadi, tas dibawa sendiri, tak ada protokoler yang mengawal, duduk di kelas ekonomi, makan siang bersama pegawai di kantin kantor dengan menu siap saji seperti yang bisa dinikmati rata-rata pegawai.<br /><br />Video itu dengan cepat menjadi bahan diskusi di antara para eksekutif di negara-negara yang “matahari” ekonominya masih bersinar terang, termasuk di sini, Korea, China, Mexico, India dan Brazil. Bagi CEO-CEO seperti itu, kerja keras diperlukan untuk mewariskan kebaikan pada pemimpin dan generasi berikutnya.<br /><br />Hal serupa sebenarnya juga dilakukan oleh para kepala negara yang memimpin dalam ekonomi yang sulit. Obama berjuang memangkas biaya perang dan memperbaiki sistem jaminan hari tua dan kesehatan. Istrinya menjadi role model untuk merubah gaya hidup warga negaranya, mulai dari pendidikan hingga obesitas. Mereka berupaya keras mengurangi aneka kenikmatan, dan memperbaiki corporate governance di sector keuangan.<br /><br />Demikian juga dengan pemimpin-pemimpin di benua Eropa. Mereka memperbaiki mata rantai produksi, meningkatkan “nilai” dari produk-produk dan jasa yang dihasilkan, memperbaiki produktivitas, mengembalikan kepercayaan, mempercepat pengambilan keputusan, mengurangi subsidi dan memperbaiki infrastruktur.<br /><br />Lantas apa yang dilakukan para CEO dan kepala-kepala negara di negri yang tengah merasa sedang “kaya”?. Tentu saja ada 2 macam pemimpin. Ada pemimpin yang sadar betul bahwa mereka tengah hidup di era uncertainties yang tidak bisa diatasi dengan bersenang-senang sepanjang waktu dan ada yang senang “menunda masalah”.<br /><br />Menunda Masalah<br /><br />Ya, pemimpin erat hubungannya dengan masalah. Dan untuk itulah mereka harus mengambil keputusan. Pilihannya hanya ada 2: Bergelut dengan, atau menundanya. Orang-orang yang bergelut melawan masalah adalah petarung yang tak mudah mengalah terhadap masalah, melibatkan diri secara mendalam, dan membuat rencana-rencana tindak yang tegas.<br /><br />Sebaliknya pemimpin yang menunda masalah tidak berkeinginan menyelesaikan masalah di era mereka. Mereka justru berkolaborasi untuk menunda penyelesaian aneka masalah yang dapat menyengsarakan generasi muda, membuat mereka mabuk subsidi, berani berhutang, membiarkan korupsi menjadi budaya.<br /><br />Mari kita bercermin apa yang tengah terjadi di negeri ini. Ekonomi bagus sekali. Semua elit tengah menari dan meng-entertain subsidi untuk kalangan yang bersuara lantang, membiarkan korupsi berlarut-larut, kemiskinan hanya dijadikan retorika, infrastruktur sudah menjadi agenda namun tidak diorkestrasikan, buruh-buruh dijadikan alat gerakan politik, ketika harga pulsa telefon naik kita tidak ribut, namun saat tarif parkir atau tarif kereta api dinaikkan seribu rupiah saja bisa jadi berita besar; sekolah internasional dilarang; kurikulum baru dihujat; koruptor berpura-pura sakit namun bisa menggerakkan demo; sepakbola dijadikan alat berjudi; pembawa acara televisi dibebaskan berceloteh dengan bahasa “banci” dan kata-kata kotor; rektor yang korup dibela kawan-kawannya; pintu impor dibuka lebar-lebar dibiarkan mematikan ekonomi rakyat, dan seterusnya.<br /><br />Yang di atas menari, di tengah mengunci, di bawah resistensi. Saya tak bisa membayangkan siapa yang akan sanggup menjadi presiden negeri ini setahun dari sekarang. Penyanyi dangdut, pengacara yang suka bersensasi, politisi yang terbiasa berpolitik uang, pengusaha yang punya masalah besar, tentara yang dimusuhi teman-temannya, atau entahlah siapa yang punya keberanian menegakkan benang-benang yang tampak sudah membasah ini. Atau jangan-jangan mereka hanya akan menghibur kita, menenangkan hati, atau mungkin karena mereka sama sekali tidak mengerti persoalan-persoalan besar yang tengah kita hadapi.<br /><br />Betapa kejamnya generasi yang memimpin dengan membuang-buang waktu. Menunda masalah adalah membuat masalah menjadi besar. Siapkah generasi telefon pintar menghadapinya? PR nya banyak lho!<br /><br />Rhenald Kasali<br />Founder Rumah Perubahan</span></div>
Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-28447966892577461222013-02-18T18:02:00.002-08:002013-02-18T18:02:37.443-08:00Anak Tuna Netra Penghafal Qur'an<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ungkapan Mulia Seorang Anak Penghafal Qur’an Ini Bikin Air Mata Pemirsa-Penyiar TV Tumpah!</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penyiar TV Arab Saudi Al-Wathan mewawancarai anak istimewa ini. Seorang anak laki-laki tunanetra penghafal Al-Qur’an dari Mesir yang berusia 11 tahun.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam wawancara itu penyiar TV Al-Wathan menanyakan perihal bagaimana ia belajar Al-Qur’an dan kebutaannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semangatnya untuk menghafal ayat-ayat Allah yang mulia membuat langkah kakinya ringan untuk pergi ke tempat gurunya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Saya yang datang ke tempat syaikh,” katanya. “Berapa kali dalam sepekan?” tanya penyiar TV. “Tiga hari dalam sepekan,” jawabnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jawaban anak ini kian membuat terkejut ketika anak ini memberitahu penyiar bahwa Syaikh yang mengajarinya Al-Qur’an hanya mengajarinya satu ayat per hari.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Pada awalnya hanya satu hari dalam sepekan. Lalu saya mendesak beliau dengan sangat agar ditambah harinya, sehingga menjadi dua hari dalam sepekan. Syaikh saya sangat ketat dalam mengajar. Beliau hanya mengajarkan satu ayat saja setiap hari,” ujarnya.</span><br />
Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-91032443644837061532013-02-18T17:41:00.002-08:002013-02-18T17:41:35.908-08:00Kita Tidak Butuh Sekolah, Apalagi Kurikulum<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgs5A49X38kI0DGgXwEF2d-VTb-dNq9dUR6y0ZsQ_Js-UmmdH04BUWxEBN62rB4AgVa4uCn3tAvAxlt9RxSyk0yS-7KQNU2PCKAqjMocgOzWcHPyYaxFkfrKH1Oj8ecJfJtP280OgiX5w/s1600/11102012050.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgs5A49X38kI0DGgXwEF2d-VTb-dNq9dUR6y0ZsQ_Js-UmmdH04BUWxEBN62rB4AgVa4uCn3tAvAxlt9RxSyk0yS-7KQNU2PCKAqjMocgOzWcHPyYaxFkfrKH1Oj8ecJfJtP280OgiX5w/s320/11102012050.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemendikbud telah menyiapkan Kurikulum 2013 yang diklaim sebagai penyempurnaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diluncurkan pada tahun 2006 lalu. Benarkah demikian? Hemat saya KTSP secara konsep jauh lebih baik, tapi dibiarkan gagal oleh Kemendikbud sendiri dengan tidak menyiapkan guru yang cakap dalam jumlah yang memadai.<br /> <br /> Kurikulum 2013 dinyatakan sebagai respons terhadap perkembangan mutakhir sekaligus hasil sigi internasional seperti PISA, TIMSS dan PIRLS yang menempatkan warga muda Indonesia di papan bawah komunitas global di bidang matematika, sains, dan ketrampilan membaca.<br /> <br /> Hemat saya, wacana Kurikulum 2013 berpotensi menyembunyikan dua akar masalah pokok pendidikan Indonesia saat ini, yaitu tata kelola pendidikan yang buruk (poor education governance) dan guru yang tidak kompeten. Otak-atik kurikulum jauh lebih gampang dan enak daripada memperbaiki tata kelola pendidikan dan menyiapkan guru yang kompeten.<a name='more'></a>Kurikulum terbaik sekalipun pasti akan gagal di tangan guru yang tidak kompeten. Sebaliknya, di tangan guru yang kompeten, kurikulum yang sederhana akan menghasilkan proses belajar yang bermutu. Otak-atik kurikulum adalah cara gampangan yang tidak mendasar dalam perbaikan pendidikan Indonesia, dan sekaligus membiarkan ketidakcakapan dan ketidakberdayaan komunitas guru sebagai pintu masuk bagi intervensi politik dan pragmatisme proyek hingga ketingkat sekolah seperti pengadaan buku-buku wajib yang tidak bermutu tapi menghabiskan ratusan Milyar atau bahkan Triliunan Rupiah.<br /> <br /> Banyak studi di dunia menunjukkan bahwa Tata Kelola Pendidikan yang buruk adalah sumber korupsi. Saat ini pengelolaan pendidikan Indonesia sangat centralised and executive-heavy sehingga terlalu berorientasi pasokan. Akibatnya pendidikan semakin tidak relevan dan kebutuhan murid yang beragam cenderung tidak diperhatikan. Amanat UU 20 tentang Sisdiknas pasal 38 terlanggar oleh praksis pendidikan saat ini apalagi oleh Kurikulum 2013.<br /> <br /> Salah satu agenda penting dalam perbaikan Tata Kelola Pendidikan adalah desentralisasi dan diversifikasi pendidikan. Desentralisasi pendidikan yang penting tidak saja dengan penguatan prakarsa Kabupaten dan Kota dalam pengelolaan pendidikan daerah, tapi juga penguatan organisasi profesi guru dan penguatan Dewan Pendidikan Daerah serta asosiasi wali murid (Parents Association) sebagai wakil konsumen pendidikan. Sertifikasi guru seharusnya dilakukan secara independen oleh organisasi profesi guru, bukan oleh Kemendikbud atau LPTK.<br /> <br /> Agenda setting pengelolaan pendidikan, termasuk evaluasi dan kurikulum baru, seharusnya dilakukan oleh Dewan Pendidikan Daerah setelah berkonsultasi dengan Asosiasi Wali Murid di daerah, bukan ditentukan oleh penerbit buku atau kontraktor proyek Kemendikbud dan Dinas Pendidikan Daerah. Dalam era otonomi dan demokrasi ini, Kemendikbud seharusnya tidak "segemuk" sekarang.<br /> <br /> Di dasar analisis saya, wacana kurikulum sebagai taruhan bonus atau tagihan demografi dipijakkan pada paradigma sekolah : Memperbaiki kurikulum adalah memperbaiki sekolah, dan memperbaiki sekolah adalah memperbaiki pendidikan. Padahal belajar sebagai inti dari pendidikan sebenarnya tidak membutuhkan sekolah. Artinya, pendidikan universal yang bermakna tidak mungkin tercapai dengan mengandalkan sistem persekolahan, apalagi sekedar otak-atik kurikulum belaka. Fakta empiris Indonesia maupun global tidak membuktikan secara meyakinkan bahwa semakin banyak sekolah menjadikan masyarakat semakin terdidik.<br /> <br /> PENDIDIKAN DI ERA INTERNET<br /> <br /> Di era internet ini ternyata iman kebanyakan kita pada sekolah tidak tergoyahkan sama sekali. Oleh Mendikbud otak-atik kurikulum sebagai bagian penting sebuah sekolah seakan-akan menjadi taruhan besar bangsa ini. Padahal taruhan besar itu tidak di persekolahan, apalagi di kurikulum, tapi di pendidikan. Inti pendidikan adalah belajar. Tidak bersekolah tidak perlu membuat kita khawatir. Yang merisaukan adalah jika anak-anak tidak belajar.<br /> <br /> Dengan internet belajar semakin tidak membutuhkan sekolah, apalagi kurikulum. Membentuk karakter pun hanya bisa dilakukan secara efektif dengan praktek di luar sekolah. Selama beberapa dekade terakhir ini terlihat bahwa semakin banyak sekolah tidak menyebabkan masyarakat kita makin terdidik. Hasil sigi internasional terbaru oleh PISA maupun TIMSS serta PIRLS juga menunjukkan murid Indonesia tertinggal pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan kemampuan membacanya juga tertinggal dibanding teman-teman sebayanya. Artinya, sekolah Indonesia tidak membekali murid dengan kompetensi yang penting untuk hidup di abad 21.<br /> <br /> KURIKULUM<br /> <br /> Kurikulum adalah serangkaian hasil belajar yang diharapkan, dan seluruh proses yang menghasilkan pengalaman belajar, serta mekanisme evaluasi hasil belajar murid di bawah panduan guru di sekolah. Jadi kurikulum adalah atribut penting sistem persekolahan. Segera perlu dicatat bahwa mekanisme evaluasi merupakan komponen kurikulum yang penting. Salah satu penyebab kegagalan KTSP adalah Ujian Nasional yang ikut menentukan kelulusan sehingga menggiring proses belajar yang tidak pernah menghasilkan hasil belajar yang diharapkan. Kurikulum 2013 akan digagalkan oleh UN yang sama, kecuali jika dilakukan reposisi UN.<br /> <br /> Siapa yang membutuhkan kurikulum? Sekolah, Yayasan pengelola sekolah, guru yang bekerja di sekolah, Dinas Pendidikan, Kemendikbud, para ahli kurikulum, dan penerbit yang mau mencetak buku wajib yang akan dipakai di sekolah. Asumsi dasar pada setiap penyusunan kurikulum adalah bahwa anak akan mencapai prestasi belajar maksimal jika melalui serangkaian instruksi dan lingkungan buatan, serta mekanisme evaluasi yang terstruktur dan terencana. Saya berkeyakinan asumsi ini agak meremehkan kecanggihan manusia beserta semua perangkat belajarnya yang telah diciptakan oleh Tuhan sebagai ciptaan terbaik. Manusia bisa belajar dalam situasi apapun, bahkan dalam situasi yang paling getir sekalipun. Bahkan manusia belajar jauh lebih banyak dari pengalamannya di luar sekolah.<br /> <br /> Murid sekolah sebenarnya tidak membutuhkan kurikulum resmi yang kaku. Bahlan anak yang cerdas sebenarnya tidak membutuhkan sekolah. Kebanyakan anak-anak kita sebenarnya cerdas. Di banyak sekolah kecerdasan mereka sering diremehkan oleh proses belajar yang tidak menantang yang disajikan oleh guru yang tidak kompeten. Kecerdasan merekapun sering diukur oleh instrumen yang tidak cocok, seperti tes pilihan ganda. Puncak penghinaan atas kecerdasan ini adalah Ujian Nasional yang dibantu oleh mesin pemindai ikut-ikutan menentukan kelulusan mereka. Akibat proses yang salah ini, kecerdasan anak-anak ini justru menurun dan mereka justru kehilangan jati diri dan percaya diri.<br /> <br /> Di Sulawesi Selatan, anak nelayan yang cerdas tidak pergi ke sekolah, tapi membantu ayahnya melaut mencari ikan. Anak yang tidak terlalu cerdas justru disuruh ke sekolah. Para nelayan Bugis itu secara intuitif tahu bahwa bagi anak yang cerdas, tidak banyak yang bisa dipelajari di sekolah. Gejala seperti ini terjadi juga di Madura. Statistik yang menyatakan bahwa lama bersekolah menunjukkan tingkat keterdidikan seseorang atau suatu daerah tidak sepenuhnya benar. Asumsi statistik itu adalah semakin lama bersekolah makin baik dan makin terdidik. Asumsi ini harus dipertanyakan.<br /> <br /> Sesungguhnya hanya anak yang malas dan berkebutuhan khusus yang memerlukan kurikulum yang"well-designed" oleh para teknokrat ahli. Anak-anak normal tidak membutuhkannya. Dengan bermain di ruang terbuka dan di alam anak-anak belajar jauh lebih banyak daripada di kelas yang sempit di sebuah tempat yang kita sebut sekolah. Neurosains menemukan bahwa ruang kelas adalah tempat paling buruk bagi proses belajar. Bekal terpenting bagi anak-anak normal ini adalah akhlaq yang baik, kegemaran membaca, ketrampilan menulis, berhitung, berbicara dan kesempatan praktek yang memadai bagi ketrampilan-ketrampilan untuk hidup secara produktif.<br /> <br /> SCHOOLISM<br /> <br /> Kita sudah kecanduan sekolah sehingga tidak mampu membayangkan dunia tanpa sekolah. Padahal masyarakat tanpa sekolah itu ada dan pernah ada dengan kualitas kehidupan yang jauh lebih baik daripada sebuah schooled society yang dengan congkak kita sebut modern ini. Masyarakat adat yang jauh dari sekolah yang ada di daerah pedalaman lebih tahu caranya hidup bersahabat dengan alam daripada masyarakat Jakarta yang tidak tahu caranya membuang sampah. Tapi orang kota memandang remeh masyarakat adat sebagai kampungan dan terbelakang.<br /> <br /> Dalam perspektif sejarah, sekolah semula dibuat untuk menyiapkan buruh yang akan mengisi pabrik-pabrik yang tumbuh akibat revolusi industri di Inggris sekitar abad 17 setelah James Watt menemukan mesin uap. Sebelum itu masyarakat tidak mengenal sekolah. Tradisi universitas muncul jauh mendahului tradisi sekolah. Oxford, Cambridge umurnya sudah 700 tahun. Baitul Hikmah di Baghdad ada beberapa ratus tahun sebelum Oxford. Sebelum pergi ke universitas masyarakat pra-revolusi industri praktis belajar secara otodidak atau melalui proses belajar non-formal atau bahkan informal. Yang dikenal hanya ijazah sarjana, magister atau doktor. Itupun diberikan jika mahasiswanya meminta. Jadi, sekolah adalah fenomena yang umurnya kurang dari 200 tahun. Dalam 200 tahun itulah proses perusakan ekosistem global terjadi secara masif yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah evolusi manusia.<br /> <br /> JEJARING BELAJAR<br /> <br /> Untuk memastikan pendidikan universal bagi kebanyakan anak-anak Indonesia, yang diperlukan bukan pembesaran sistem persekolahan. Yang diperlukan adalah pengembangan sebuah jejaring belajar (learning webs) yang lentur, luwes, lebih non-formal, bahkan informal. Sekolah hanya salah satu simpul dalam jejaring belajar tsb. Bengkel, toko, klinik, studio, lembaga penyiaran, penerbit, perpustakaan kecamatan, restoran, koperasi, gereja, kuil, dan masjid dapat menjadi simpul-simpul belajar. Simpul belajar yang pertama dan utama adalah keluarga di rumah. Bukti kompetensi bisa ditunjukkan dengan sertifikat kompetensi profesi yang diterbitkan oleh asosiasi profesi, bukan dengan ijazah. Namun syarat-syarat formalistik inipun sebaiknya diberlakukan secara sukarela. Sertifikat kompetensi bisa menjadi indikator kompetensi yang lebih baik daripada ijazah.<br /> <br /> Kegagalan sistem persekolahan ditunjukkan secara gamblang di abad 21 di depan mata kita oleh krisis hutang (pribadi, korporasi dan negara) di Amerika Serikat dan Eropa yang dengan kekaguman kita sebut modern itu. AS adalah negara dengan hutang terbesar di dunia. Keberlimpahan "negara kesatu" itu ternyata dicapai melalui hutang untuk membiayai gaya hidup yang sangat konsumtif, boros energi dan merusak lingkungan. Padahal baik AS maupun Eropa adalah masyarakat yang "paling bersekolah" dengan "kurikulum yang paling canggih".<br /> <br /> Formalisme kronis persekolahan harus dikurangi seminimal mungkin. Oleh Illich ini disebut deschooling. Saat ini di Indonesia schoolism sudah pada tingkat yang berbahaya. TK saja mengeluarkan ijazah. Ijazah seolah menjadi bukti kompetensi seseorang. Kasus ijazah palsu yang marak terjadi adalah bukti bahwa memang masyarakat lebih membutuhkan ijazah daripada kompetensi. Hanya yang butuh ijazah yang butuh sekolah. Kita yang tidak butuh ijazah tidak butuh sekolah, apalagi kurikulum. Tanpa kurikulum resmi sekolah akan baik-baik saja. Tanpa sekolahpun kita sebenarnya baik-baik saja. Kita boleh mulai khawatir kalau kita tidak belajar.<br /> <br /> PENUTUP<br /> <br /> Hiruk pikuk Kurikulum 2013 berpotensi menyembunyikan masalah pokok pendidikan Indonesia: tata kelola yang buruk dan guru yang tidak cakap. Jikapun kita masih percaya dan membutuhkan sekolah, kita tidak membutuhkan kurikulum baru. KTSP dan Standar Nasional Pendidikan secara konsep sudah memadai dan memberi ruang bagi diversifikasi dan inovasi.<br /> <br /> Yang kita butuhkan adalah guru-guru yang cakap yang bersama Komite Sekolah mengembangkan kurikulum yang cocok dengan potensi daerah yang unik, dan relevan dengan kebutuhan murid sebagai subyek yang cerdas yang unik pula. Kita membutuhkan guru yang cakap yang menghargai kecerdasan murid-muridnya, yang dapat kita percayai untuk mengevaluasi penguasaan kompetensi murid-muridnya secara multi-ranah multi-cerdas. Kita tidak membutuhkan guru pemalas dan tidak bertanggungjawab yang mengevaluasi murid-muridnya dengan tes tulis pilihan-ganda yang bisa diserahkan kepada mesin pemindai.<br /> <br /> Jika pendidikan hendak kita jadikan sebagai strategi kebudayaan, maka yang kita harus kerjakan adalah membangun dan menghargai tradisi otodidak. Kita harus mengurangi kecenderungan sekolah memonopoli pendidikan, merampasnya dari tanggungjawab pribadi dan keluarga. Kesaktian kurikulum dan sekolah hanyalah mitos belaka.***<br /> <br /> Catatan Penulis: Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Ph.D adalah guru besar pada Jurusan Teknik Kelautan ITS, mantan Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Cab. Surabaya</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-52736639017414261892013-02-18T16:55:00.002-08:002013-02-18T16:55:36.394-08:00Guru dan Perubahan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrkxz97yEtwT1vUCBZXMnQktg133KWf5CZ2zYEj60CCPjAOg-GHuLnwKlPjh-xC49VKe42qcjEoVzj8BpA6Et0VUkT5uHvZqkz7heZ-3Y_j05jv_o6lm57c9iwNh9gJ9I2Ut0N4PQpgjo/s1600/2012-11-15-212.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="112" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrkxz97yEtwT1vUCBZXMnQktg133KWf5CZ2zYEj60CCPjAOg-GHuLnwKlPjh-xC49VKe42qcjEoVzj8BpA6Et0VUkT5uHvZqkz7heZ-3Y_j05jv_o6lm57c9iwNh9gJ9I2Ut0N4PQpgjo/s200/2012-11-15-212.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak dapat disangkal, guru merupakan sosok penting yang mengawal perubahan di awal abad XXI.<br /> <br /> Guru berpikir jauh ke d epan, bukan terbelenggu ilmu masa lalu, sebab tak banyak orang yang melihat anak-anak telah hidup di sebuah peradaban yang berbeda dengannya. Sementara kurikulum baru yang belum tentu sempurna sudah dihujat, kaum muda mengatakan kurikulum lama sudah tidak relevan mengisi masa depan mereka.<br /> <br /> Untuk pertama kali dalam sejarah, dunia kerja dan sekolah diisi empat generasi sekaligus, generasi kertas-pensil, generasi komputer, generasi internet, dan generasi telepon pintar. Terjadi celah antargenerasi, ”tulis dan temui saya” (generasi kertas), ”telepon saja” (generasi komputer), ”kirim via surel” (generasi internet), tetapi generasi terbaru mengatakan, ”Cukup SMS saja”. Yang tua rapat dengan perjalanan dinas, yang muda pakai skype.<br /> <br /> Generasi kertas bersekolah dalam sistem linier terpisah-pisah antarsubyek, sedangkan kaum muda belajar integratif, lingkungannya dinamis, bersenang- senang, dan multitasking. Sekolah bahkan tidak lagi memisahkan kelas (teori) dari lab.<a name='more'></a>Lewat studinya, The Institute for the Future, University of Phoenix (2012), menemukan, kaum muda akan mengalami usia lanjut yang mengubah peta belajar dan karier. Mereka pensiun di usia 70 tahun, harus terbiasa dalam budaya belajar seumur hidup dan merawat otaknya. Generasi yang terakses jaringan TI bisa lebih cepat dari orangtuanya merencanakan masa depan. Pandangan mereka sama sekali bertentangan dengan celoteh kaum tua di media massa atau suara sumbang yang menentang pembaruan. Ketika guru kolot yang baru belajar Facebook mengagung-agungkan Wikipedia, kaum muda sudah menjelajahi literatur terbaru di kampus Google.<br /> <br /> Saat orang tua berpikir kuliah di fakultas tradisional (hukum, ekonomi, kedokteran), generasi baru mengeksploitasi ilmu masa depan (TI kreatif, manajemen ketel cerdas, atau perdapuran kreatif). Cita-citanya menjadi koki, perancang busana, atau profesi independen lain. Ketika geologiman generasi kertas menambang di perut bumi, mereka merancang robot-robot raksasa untuk menambang di meteor. Bila eksekutif tua rindu diterima di Harvard, generasi baru pilih The Culinary Institute of America.<br /> <br /> Bahasa dan fisika<br /> <br /> Sulit bagi generasi kertas menerima pendidikan yang integratif. Bagi kami, fisika dan bahasa adalah dua subyek terpisah, beda guru dan keahlian. Satu otak kiri, satunya otak kanan. Kita mengerti karena dibesarkan dalam rancang belajar elemen, bukan integratif. Dengan cara lama itu, bingkai berpikir kita bahasa diajarkan sarjana sastra, fisika diajarkan orang MIPA. Dari model sekolah itu wajar kebanyakan aktuaris kurang senyum, ilmunya sangat serius, matematika. Namun, saat meluncurkan program MM Aktuaria minggu lalu, saya bertemu direktur aktuaria sebuah perusahaan asuransi lulusan Kanada yang punya hobi melukis dan mudah senyum. Mengapa di sini orang pintar susah senyum?<br /> <br /> Sewaktu mengambil program doktor, saya menyaksikan Gary Stanley Becker (Nobelis Ekonomi, 1992) menurunkan rumus matematika Teori Ekonomi Kawin-Cerai dengan bahasa yang indah. Mendengarkan kuliahnya, saya bisa melihat dengan jelas mengapa pertumbuhan ekonomi yang tinggi bisa membuat keluarga-keluarga Indonesia berevolusi menjadi orangtua tunggal.<br /> <br /> Rendahnya komunikasi dan pengambilan putusan dalam pendidikan dasar jelas akan membuat generasi baru kesulitan meraih pintu masa depannya. Di Jepang, seorang kandidat doktor asal Indonesia digugurkan komite penguji bukan karena kurang pandai, melainkan buruk bahasanya. Ia hanya pakai bahasa jari dengan kalimat ”from this, and then this …, this…, this…, and proof”. Waktu saya tanya, para penguji berkata, ”Sahabatku, tanpa bahasa yang baik, orang ini tak bisa ke mana-mana. Ia harus belajar berbahasa kembali.”<br /> <br /> Tanpa kemampuan integratif, kemampuan kuantitatif, anak- anak pintar Indonesia tak akan mencapai impiannya. Jadi, kurikulum mutlak harus diperbaiki. Jangan hanya ngomel atau saling menyalahkan. Ini saat mengawal perubahan. Namun, catatan saya, Indonesia butuh life skills, yakni keterampilan melihat multiperspektif untuk menjaga persatuan dalam keberagaman, assertiveness untuk buang sifat agresif, dan asal omong dalam berdemokrasi. Indonesia butuh mental yang tumbuh, jiwa positif memulai cara-cara baru, keterampilan berpikir kritis melawan mitos, dan metode pengajaran yang menyemangati, bukan budaya menghukum dan bikin bingung.<br /> <br /> Inilah saat guru dan orangtua berubah. Dimulai dari kesadaran, dunia baru beda dengan dunia kita. Cara berpikir kita harus bisa mengawal anak-anak jadi pemenang di akhir abad XXI dengan rentang usia jauh lebih panjang.<br /> <br /> RHENALD KASALI, Guru Besar FE UI</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4264283442297760847.post-87463802664036232762013-02-18T16:38:00.000-08:002013-02-18T16:38:26.965-08:00Generasi Z<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgf0QXTjMMw3N_ll22ZyfyVSxETb3DXdFiEilYBVWbOR75FQ038L_VlAnEXHrgBqzVh5ljxTtHhDy65c3wjJp2wBa9G2EyuW5yMRmmavAQZDMTmwmzthzAC9zS-d8yJEMJCE_2LqqyMU_Y/s1600/10102012040.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgf0QXTjMMw3N_ll22ZyfyVSxETb3DXdFiEilYBVWbOR75FQ038L_VlAnEXHrgBqzVh5ljxTtHhDy65c3wjJp2wBa9G2EyuW5yMRmmavAQZDMTmwmzthzAC9zS-d8yJEMJCE_2LqqyMU_Y/s200/10102012040.jpg" width="112" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Anak-anakku, generasi Z (catatan dari tetralogy seminar supermoms) <br /> <br /> Membesarkan anak-anak generasi Z, yang lahir di tahun 2000an, tentu berbeda dengan generasi kita, ayah-bundanya. Saat kita masih kecil, tv yang ada hanya tvri. Tidak ada internet, tv kabel, games, ipad, handphone, blackberry dan lain sebagainya. Jadi kalau kita masih memakai cara yang digunakan orangtua kita dulu untuk mengasuh anak-anak kita sekarang, jelas ga nyambung dong. Atau kalau kata ibu elly risman, “basi lo!!”.<br /> <br /> Hari Sabtu, 1 September 2012 yang lalu, saya mengikuti seminar yang diadakan oleh supermoms, dengan tema “Membesarkan anak tangguh di era digital”. Meskipun pernah baca beberapa materi bu Elly Risman dan ga terlalu asing dengan fakta-fakta yang beliau sampaikan, tapi saya tetap shock, kaget dan berkali-kali nangis. Cara Bu Elly menyampaikan materinya, seolah-olah seperti ibu yang menasehati anak, suksesss masuk ke dalam hati dan bikin mata basah. “Tolong jaga cucu-cucu saya ya nak”, katanya beberapa kali, huhuuu gimana ga mewek coba.<a name='more'></a>Anyway, sekarang saya mau coba mencatat poin-poin yang saya tangkep selama seminar. Maaf kalo isinya berantakan dan mungkin panjaaang, tapi saya berharap catatan saya ini bisa bermanfaat untuk orang lain, dan bisa saya baca ulang nanti untuk men-charge semangat saya dalam mengasuh dan membimbing anak-anak.<br /> <br />Bagian pertama, tantangan apa sih yang dihadapi oleh anak-anak kita?<br /> <br /> Saat ini ada pihak-pihak yang memang serius menggarap pornografi sebagai bisnis. Bahkan bu Elly berani mengatakan bahwa pornografi adalah terorisme baru di dunia, yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Modus operandinya:<br /> <br /> Meluangkan waktu, uang dan energi untuk mendekati anak-anak kita.<br /> Menjadi pendengar yang baik, berempati terhadap masalah anak<br /> Anak digoda, dibujuk<br /> <br /> Konten seksual<br /> <br /> Komunikasi lancar, tatap muka dan akhirnya seks<br /> Bu Elly menampilkan cuplikan diskusi beliau di TVOne dengan seorang ibu yang anaknya dijual oleh tetangga. Menurut ibu tersebut, si anak hanya keluar rumah 2-3 jam di siang hari, jadi ibu berpikir anaknya hanya main-main seperti biasa. Beliau sama sekali ga nyangka bagaimana kelakuan anaknya di luar rumah. Keliatan banget bahwa si ibu masih menggunakan cara pengasuhan 20 tahun yang lalu (serba percaya, cukup tanya sepintas, otoriter, dsb), dan tentu saja cara itu tidak bisa dipakai di generasi z.<br /> <br /> Quotes pertama, JANGAN PERNAH MERASA ANAK KITA AMAN DAN TERKENDALI, never take it for granted. Mungkin rumah kita sudah aman, bagaimana dengan tetangga? Saudara? Teman sekolah? Kita dituntut untuk selalu waspada, bersikap proaktif, dan pahami bahwa apa yang dihadapi oleh anak-anak kita di lingkungannya sangat luar biasa.<br /> <br /> Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati bulan Januari-Juni 2012 dengan 1176 responden anak kelas 4-6 SD, ternyata 85% responden atau 1000 anak pernah liat pornografi. Yup, silahkan pingsan dulu bentar *ambil air putih*. Jangan salah, responden ini anak-anak dari lingkungan baik looh, yang sekolah di SD yang bagus dan ternama, bukan anak-anak jalanan *semoga Allah melindungi mereka, hiks*. Jadi, masih menganggap anak-anak kita aman? Yakiiin?? *pingsan part 2*<br /> <br /> Sebenarnya, sebagian besar anak-anak melihat konten pornografi diawali secara tidak sengaja (78%). Tapi tentu saja yang kita khawatirkan adalah, pengaruh dari ketidak sengajaan itu. Awalnya ga sengaja, terus jadi doyan, lama-lama kecanduan gimana? Oia, dimana sih anak2 melihat konten pornografi? 40% mengatakan di rumah sendiri atau rumah teman. Yak silakan yang pasang wifi di rumahnya untuk pingsan di pojokan sana. Sisanya lihat dimana? Ada warnet, bioskop, dan lain-lain yaitu dari hp supir, hp mama, bbg mama, weksssss……<br /> <br /> Darimana sih konten pornografi itu mereka dapet? Dari internet, games, tv, komik, bioskop, dsb. Makanya qt harus bisa keep up dengan pergaulan anak-anak kita. Pastikan semua buku, komik, film dan semua yang dikonsumsi oleh anak kita aman. Kalau kita memang mengizinkan anak kita main games tertentu, pastikan kita juga pernah main games itu sampai tamat. Jangan salah yaa, ada loh games balap mobil yang hadiahnya adalah pemain bisa ngebooking cewe. Gimana dengan kartun? Oh jangan salah, kalo kita googling naruto, banyak situs-situs ga beres yang pake nama ini. <br /> <br /> Film bioskop? Mungkin film yang kita tonton aman karena udah hasil seleksi, tapi gimana dengan poster-poster yang mereka lihat? Yang gambarnya sudah mengarah ke pornografi?. Belum lagi sinetron tv yang tambah parah, iklan, dan lain sebagainya yang cuplikannya diperlihatkan dan bikin saya bingung. “Itu yang bikin film ga punya dan ga akan pernah punya anak apaa??!!!”<br /> <br /> Kenapa sih akses terhadap pornografi kok gampang banget? Well, karena memang ada orang yang menggarap secara serius dan menganggap pornografi sebagai industri. Jangan salah, industri pornografi adalah industri terbesar kedua di dunia setelah senjata ilegal, biasanya susul-menyusul dengan narkoba. Jadi jumlah uang diputar di industri pronografi ini memang luar biasa besarnya.<br /> <br /> Ini yang mereka inginkan:<br /> <br /> 1. Anak punya perpustakaan porno.<br /> <br /> Misalnya diawali dengan anak yang tidak sengaja membeli komik yang ada konten porno, sehingga tanpa sadar anak memiliki perpustakaan pornografi di otaknya yang bisa diakses kapan saja. Bu Elly mencontohkan seperti kita ditanya soal matematika kali bagi tambah kurang yang dengan lancar kita jawab. Naah, itu karena kita sudah punya perpustakaan matematika di otak kita. Bayangkan kalau anak juga memiliki perpus pornografi, setiap saat dia bisa mengulang gambar yang ada di otaknya. Saat di sekolah, di mobil, saat solat, bahkan sebelum tidur pun anak bisa bolak-balik mengákses’ konten porno, naudzubillahimindzalik…..<br /> <br /> Quotes kedua, TARGET UTAMA PORNOGRAFI ADALAH ANAK YANG BLASTED, Boring, Lonely, Angry/Afraid, Stress and Tired. Pendidikan dan pengasuhan anak tidak bisa disubkontrak-in ke orang lain!! Jangan sampai anak-anak kita berayah ada berayah tiada, beribu ada beribu tiada. *mewek to the max, ambil tisu *<br /> <br />2. Rusak otak secara permanen<br /> <br /> Anak yang kecanduan pornografi rusak otaknya di bagian pre frontal cortex, yaitu bagian otak dimana moral dan nilai dibentuk. Shortly, ini yang membedakan kita sama binatang. Bagian PFC ini baru matang di umur 25 tahun, sehingga apabila rusak di usia dini karena pornografi, seumur hidupnya dia ga akan bisa bahagia kecuali dengan seks.<br /> <br /> Kenapa bisa rusak? Karena saat mengakses pornografi, keluar hormon dopamin yang membuat merasa bahagia, tapi juga membuat kecanduan. Analoginya, orang yang kecanduan es krim awalnya bisa dipuaskan dengan walls, tapi selanjutnya dia menuntut lebih dan baru bisa dipuaskan dengan es krim baskin robbins, selanjutnya es krim haagen daaz dst. Pada anak yang kecanduan pornografi, awalnya dia cukup puas hanya melihat, selanjutnya dia menuntut lebih dan lebih dan lebih, ngeri kan?? *kekepin anak kuat-kuat*<br /> <br /> Gini loh tahapannya:<br /> <br /> Bagian otak responder minta dipuaskan<br /> Anak, awalnya shock melihat pornografi –> keluar hormon dopamin –> senang –> anak BLASTED –> melihat lagi –> feel better dst<br /> Pornografi terus-terusan melatih bagian otak responder<br /> Akhirnya direktur tidak optimal<br /> Cara kerja otak, you use it or loose it. Karena anak terus-terusan memakai bagian otak responder, akhirnya bagian direktur (PFC) jadi mengecil dan fungsi terganggu.<br /> <br />3. Menjadi pelanggan seumur hidup alias captive market<br /> <br /> Inilah yang diharapkan oleh orang-orang di industri pornografi. Saat anak kecanduan dan pornografi dan membeli semua produk yang mereka tawarkan. Kurang lebih sama seperti orang yang kecanduan narkoba. Awalnya kan dikasih sampel gratis, lama-lama kecanduan, dan akhirnya over dosis. Saat anak merasakan ejakulasi 33-36 x karena pornografi, maka bagian otaknya rusak secara permanen. Selamanya dia tidak akan bahagia selain karena seks. Selamanya dia akan menjadi pelanggan pornografi.<br /> <br /> spechless<br /> <br /> pingsan<br /> <br /> …..<br /> <br /> Oke, sampai disini ibu mana sih yang ga jadi paranoid?? Saya sendiri ngerasa takut dan ngeri banget. Bukan hanya bayangan Ayesha dan Alena yang ada di pelupuk mata, tapi saya langsung kebayang wajah ponakan-ponakan saya yang usia SD, teman sekolah Ayesha yang masih kecil sudah dikasih bb oleh ortunya, terbayang anak-anak tetangga yang kecil-kecil udah terbiasa ke warnet tanpa pengawasan, anak sepupu-sepupu saya yang sangat fasih menggunakan ipad, smartphone dsb. Di sisi lain, terbayang tontonan tv yang parah, pemerintah yang lamban memberantas pornografi dan tidak punya sense yang bagus terhadap pendidikan dan pengasuhan anak. Hiks hiks, langsuuuung deh mewek to the max…… *coba diitung, sampe sini aja udah berapa kali saya nangis, hehee*<br /> <br />Bagian kedua, jadi apa dong yang mesti kita lakukan?<br /> <br /> Meskipun ngeri dan takut, tapi jangan sampai kita jadi putus asa dong, pastinya ada yang bisa kita lakukan agar bisa mendidik anak yang tangguh di tengah tantangan digital ini. Yang pertama, you are the best therapist!! Kitalah yang (harusnya) paling mengenal anak-anak kita. Yang kedua, keep in mind that anak-anak yang kita asuh adalah anak generasi z, dengan karakteristik multitasking, tata nilai berbeda, semua cepat, instan, menantang dan menyenangkan. Untuk itu, kita perlu mendiskusikan pola pengasuhan yang digunakan.<br /> <br /> Quotes ketiga, TETAPKAN TUJUAN PENGASUHAN. Main bola aja ada gawang sebagai tujuan, masa mengasuh anak tidak ada tujuannya?<br /> <br /> Menurut bu Elly, begini langkah-langkah untuk menetapkan pola pengasuhan<br /> <br /> Rumuskan tujuan pengasuhan<br /> <br /> Ortu mengenali kelebihan dan kekurangan diri masing-masing<br /> Sepakat dan melakukan dual parenting. Hal ini membutuhkan waktu, cara dan konsekuensi yang spesifik.<br /> <br /> Dalam menetapkan pola pengasuhan ini, orangtua harus jujur dengan pasangan, sehingga bisa saling melengkapi. Misalnya, kalo istri yang lebih rajin cari info soal parenting, maka suami ga boleh protes kalo tiba-tiba dikasih materi atau didaftarin seminar. Sebaliknya, kalo suami yang lebih sabar, maka saat si ibu sedang emosi, ayahlah yang in charge mengasuh anak-anak.<br /> <br /> Kalau yang dishare oleh bu Elly, setidaknya ada 4 tujuan pengasuhan, yaitu mendidik anak agar memenuhi karakteristik berikut:<br /> <br /> Anak yang soleh<br /> Calon pasangan yang baik<br /> Calon ayah/ibu yang baik<br /> Profesional<br /> Semua itu intinya adalah agar anak kita dapat bermanfaat bagi umat. Oia, khusus untuk anak laki-laki, tujuannya bertambah:<br /> <br /> Pendidik istri dan anak<br /> Pengayom keluarga<br /> Haa, siapa bilang punya anak laki-laki lebih gampang hayooo???? *ketawa puas*<br /> <br /> Sejujurnya, rada tertampar juga dengan tujuan pengasuhan ini. Selama ini saya lebih fokus di nomer 4 saja, dengan memperhatikan pendidikan, kesehatan, pemilihan sekolah, dsb. Padahal mendidik anak yang sukses secara profesional hanya bagian kecil dari kesuksesan individu. Tujuan nomer 2-3 malah sering dilupakan. Coba ngacung yang waktu kecil diajarin masak dan ngurus rumah oleh ibunya, saya sih ga pernah sama sekali, hehee….<br /> <br /> Terakhir, bu Elly menjelaskan mengenai Peran dan Fungsi Ayah<br /> <br /> Menurut beliau, anak Indonesia banyak yang fatherless. Padahal anak yang fatherless cenderung menjadi nakal, agresif, terjerumus narkoba dan seks bebas (anak cowo) atau depresi dan seks bebas (anak cewe). Oleh karena itu, yuk kita kembalikan dan kuatkan fungsi ayah dalam pengasuhan.<br /> <br /> Riset membuktikan, kalau anak cewe kurang mendapatkan sentuhan pengasuhan dari ayahnya, dia akan merasa tidak memiliki harga diri, dan mencari pujian dari laki-laki lain (pacar, pergaulan, dll). Sebaliknya, anak cowo yang kurang mendapatkan sentuhan ayah akan lebih banyak terpengaruh ibu, dan pada akhirnya otaknya cenderung jadi kekanan-kananan, alias ke perempuan2an. Hiii….<br /> <br /> Selanjutnya Bu Elly membagikan beberapa kiat pengasuhan. Disini udah mulai cape nyatet niih, jadi dibikin poin-poin aja yaa….:<br /> <br /> Anak perlu validasi atau disebut 3P (Penerimaan, Penghargaan dan Pujian). Jangan sampai anak hanya disebut kalau berbuat salah saja, tapi saat ibunya salah atau anak berbuat baik tidak mendapatkan penghargaan.<br /> <br /> Sebelum memberikan anak segala sesuatu (mainan, ipad, tontonan, aktivitas, dll) perlu diingat agar kita selalu memperlakukan anak secara patut. Patut disini adalah secara usia, kepribadian, agama dan nilai sosial. Misal, kita memberikan ipad yang isinya games anak mengenai matematika (tambah kurang) di usia balita. Ini tidak sesuai dengan perkembangan otak anak yang di umur 0-6 tahun hanya bisa menangkap hal-hal yang bersifat konkrit.<br /> <br /> Pendidik yang baik adalah yang bisa menempatkan diri 2-3 tahun diatas anak yang dididik.<br /> <br /> Kita tidak bisa melindungi anak terus, makanya bekali dari rumah, khususnya kemampuan R (Reason) dan W (Why). Jelaskan alasan ke anak, mengapa ia dilarang begini begitu. Misal anak dilarang melihat pornografi karena bisa menyebabkan kerusakan otak. Jelaskan otak bagian mana yang rusak, dan dampaknya apa. Selanjutnya ajari anak dengan roleplay, hingga jika saat di luar rumah ia menemukan hal-hal yang sudah ia ketahui keburukannya, ia bisa melawannya.<br /> <br />Sebagai penutup, Bu Elly meminta agar semua peserta seminar men-share hasil seminar ini, setidaknya kepada:<br /> <br /> Saudara kandung, adik dan kakak kita yang memiliki anak.<br /> Orangtua teman-teman sekolah anak kita.<br /> Orangtua dari teman main anak di sekitar rumah.<br /> Intinya, supaya kita bisa saling menguatkan dengan lingkungan sekitar. Kenapa? Karena kita ga mungkin ngunci anak-anak kita di rumah dan ga boleh main sama anak lain. Jadi kita share ilmu yang kita punya supaya orangtua dari teman dan saudara anak-anak kita punya pengetahuan dan kepedulian yang sama. Yuk ah, kita terus belajar menjadi orangtua….</span>Imantoko Riyantohttp://www.blogger.com/profile/16813318585907729554noreply@blogger.com