Hari itu dia telah berjanji pada al Qassam. Dia berwudhu dan mengenakan
pakaian paling bagus yang dimilikinya. Hari itu dia bertolak menuju tempat
yang paing penting dalam hidupnya. Dia tahu bahwa itu adalah waktu terakhir
bagi dirinya. Maka diapun ingin tampil selayaknya orang yang datang memenuhi
janji. Dia ingin keluar dan mempersiapkan segala perbekalan. Dan Allah ingin
mengangkatnya menuju kehidupan baru dan ditetapkan mendapatkan syahadah.
Begitulah rangkuman sekilas tentang hikayat hidup asy Syahid Burhan Husni
Hasan Hanani, pejuang al Qassam asal kota Beit Furaik dekat Nablus. Kisah
perlombaan menuju surga. Kisah yang diriwayatkan oleh darah-darah para
pemuda yang mengusung panji, sumpah dan revolusi menuju kemenangan serta
Nama Burhan sangat dikenal oleh kawan-kawan dan orang-orang yang
mengaguminya. Mereka sangat banyak. Barangkali karena ketenangan wataknya,
kegesitan geraknya, keindahan hatinya dan banyak diamnya lah yang
menjadikannya dicintai banyak orang, memiliki daya tarik yang luar biasa di
antara kerabat dan rekan-rekannya. Siapapun yang mengenalnya membaca dalam
matanya sifat-sifat seorang pemimpin besar, meski usianya belum genap 19
tahun saat menemui syahadah.
Pejuang al Qassam ini tumbuh dalam obsesi dan cita-cita mulia. Dia mahir
dalam berbagai aktivitas olah raga, tennis meja, bola voli, sepak bola,
renang, berkuda dan memenuhi hidupnya dengan berbagai aktivitas yang
bermanfaat.
Kegandrungan Burhan untuk menggapai syahadah bukanlah karena dia mencintai
kematian. Namun, sebagaimana yang diungkapkan rekan-rekannya, dia sangat
berobsesi pada kehidupan yang terbit di masa mendatang yang cerah,
pencapaian ilmu dan melanjutkan di perguruan tinggi islam di Palestina -
Universitas Nasional al Najah – yang telah mengorbitkan para syuhada’ dan
pemimpin pejuang perlawanan serta kader-kader masyarakat.
Beberapa kali Burhan telah dicalonkan menggapai syahadah sebelum akhirnya
hal ini benar-benar terjadi. Namun kehendak Allah menginginkan dia menemui
syahadah di bawah panji al Qassam dan bersama-sama para pahlawannya. Orang
yang mengenalnya mengatakan, “Dia adalah seorang heroik yang gagah berani
dan tidak pernah gentar.” Yang lain mengatakan, “Burhan adalah nama yang
senantiasa didengung-dengungkan dalam perlawanan sehari-hari dan dalam
bentrokan di medan tempur yang disaksikan Beit Furaik setiap kali pasukan
penjajah Zionis Israel memasukinya.”
Dia melanjutkan, “Setiap kali kami mendengar ada korban syahid di daerah ini
semua pasti menyangka itu adalah burhan. Dia tidak pernah menjauhkan dirinya
dari bidikan senjara musuh. Dia menganggap keimanan, kekuatan aqidah dan
komitmen pada kebenaran lebih kuat daripada menghindar dari hadapan senjata,
yang bisa jadi akan mengenainya sehingga mengirimnya ke surga atau meleset
tidak mengenai dirinya sehingga dia bida tetap di medan jihad.
Cita-cita menggapai syahadah telah dimulai Burhan sejak menjadi pelajar di
SMU dengan menjadi anggota gerakan Fatah dan menjadi pendiri gerakan pemuda
pelajar di sekolah-sekolah di daerahnya. Pada bulan-bulan terakhir Burhan
membuat hidupnya lebih komitmen dengan masjid. Hal itu sengaja dia lakukan
agar segala aktivitas perjuang jihad dan kebenaran yang diusungnya
benar-banar ditujukan di jalan Allah (fii sabilillah).
Salah seorang rekan aktivisnya di masjid menuturkan, “Nampak jelas perubahan
yang terjadi padanya pada masa-masa terakhir. Meski semua tahu dan menjadi
saksi akan aklaq baiknya dan kejujuran loyalitasnya pada perjuangan. Namun
belakangan dia sangat religius, lebih banyak menghabiskan waktu luangnya di
masjid untuk beriktikaf dengan shalat dan membaca al Qur’an sampai-sampai
aktivitas dan kehidupannya telah berubah menjadi ibadah dan kezuhudan
permanen. Dia sangat komitmen dengan qiyamul lail dan shalat berjama’ah,
terutama shalat fajar.
Kehidupan Burhan lebih banyak dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang
membangkitkan keimanan dan cinta jihad. Terlebih oleh kesyahidan rekan-rekan
seperjuangannya. Semua orang yang menyaksikan Burhan pada hari kesyahidan
rekannya, pasti memprediksikan bahwa Burhan yang akan menggapai syahadah
berikutnya. “Saat seorang rekan kami menemui syahadah, saya melihat di kedua
mata Burhan ada sumpah yang mengatakan seakan tidak ada kehidupan setelah
itu. Ekspresi ini kemudian dia terjemahkan dalam ungkapan lisannya dengan
menyampaikan orasi di hadapan gerakan pemuda dan pelajar yang mengutip
ayat-ayat jihad dan syahadah. Semua hurup yang keluar dari mulutnya keluar
dengan suara jujur dan dengan lisan aqidah yang telah bergolak di dalam
darahnya mahma gunung berapi,” ungkap salah seorang rekannya.
Hari-hari menjelang Ramadhan 2002 Burhan melihat inilah saatnya untuk
merealisasikan cita-citanya untuk menggapai derajat syahadah. Maka dia pun
langsung bergabung dengan para pejuang HAMAS yang sama-sama merindukan
syahadah. Tidak ada maksud lain bergabungnya Burhan dengan gerakan HAMAS
kecuali karena ketamakan dan obsesinya menggapai surga. Seakan dia
mengejawantahkan sikap seorang sahabat nabi yang menyampaikan keinginannya
untuk berjihad bersama pasukan kaum muslimin kepada Rasulullah saw karena
ketamakannya pada surga, dia mengatakan, “Bahwasanya saya mengikutimu untuk hanya melempar panah di sini – seraya menunjuk pada lehernya.”
Maka sejak itu Burhan merahasiakan program barunya tanpa menjelaskan kepada
siapa saja yang dicintainya. Dia mengatakan, “Jika Ramadhan telah lewat
sedangkan saya masih hidup, sungguh celakalah Burhan. Saya harus berlebaran
di surga.” Dan cita-cita itupun terealisasi dalam kesyahidannya.
Hari itu, 5 Ramadhan 1423 atau 10 November 2002, Burhan bertemu dengan
utusan Brigade al Qassam sebelum shalat subuh di masjid desa. Utusan al
Qassam itu adalah asy Syahid Muhammad Lutfi, seorang mahasiswa ekonomi di
Universitas Nasional al Najah. Keduanya belum pernah saling mengenal
sebelumnya. Hanya kerinduan menggapai syahadah dan seruan jihad dari brigade
al Qassam lah yang mengumpulkan hati kedua orang yang haus dengan pertemuan surga ini. Itulah yang mempertemukan Muhmmad dan Burhan.
Barangkali keduanya menangis dalam shalatnya, bukan karena dunia, namun
karena ingin segera melanjutkan perjalanan ke alam abadi seraya
mengumandangkan munajatnya, “Aku bersegera kepada-Mu wahai Rabbi, agar
Engkau meridhai.” Benar-benar menjadi saat-saat yang diharapkan, hijrah
menuju Allah, Rasul-Nya dan surga.
Setelah menyelesaikan shalat subuh berjama’ah, keduanya duduk berdampingan.
Mengingat kembali kehidupan keras di bawah penjajahan dan apa yang telah
disediakan Allah swt kepada para syuhada’. Keduanya duduk bersama setelah
shalat subuh kemudian membaca do’a rabithah (pengikat) guna menyatukan hati
keduanya.
Setelah birbincang untuk mengakrabkan diri, Burhan kembali ke rumahnya dan
beristirahat hingga pukul 8 pagi kemudian bangun. Selanjutnya mandi dan
berpakaian dengan pakaian yang paling bagus, berdandan rapi dengan
menggunakan wewangian. Setelah itu dia pamit kepada kedua orang tuanya yang
menyangka anaknya akan pergi ke sekolah.
Hari itu, rekan-rekan sekolahnya kehilangan Burhan. Mereka heran, tidak
biasanya dia membolos sekolah. Mereka tahu, Burhan bukanlah tipa remaja yang
gampang pura-pura sakit dan suka bolos. Jam sekolah telah usai, namun Burhan
belum muncul juga. Rekan-rekannya juga tidak bertemua saat shalat dzuhur di
masjid. Mereka mengatakan, barangkali dia akan datang ashar. Namun Burhan
tidak juga hadir hingga waktu masuk maghrib kemudian isya’. Sampai akhirnya
radio Israel mengumumkan sebuah jeep militer Israel menabrak mobil yang
dikendarai dua remaja Palestina dan ketika serdadu Israel meminta kedua
pengendaranya turun langsung terjadi ledakan dahsyat. Militer Israel tidak
mau menyebutkan berapa jumlah korban dan identitas keduanya. Sampai kemudian Brigade al Qassam mengeluarkan pernyataan dengan geram bahwa kedua syahid adalah Burhan Hanani dan Muhammad Abu Haith. Keduanya gugur dalam pernjalanan aksi syahid di kota Haifa, namun taqdir Allah berkehendak lain
sehingga keduanya gugur pada 5 Ramadhan 1423. “Barang siapa yang berjihad di
jalan Kami, pasti Kami tujukan menuju jalan Kami.”
sumber : http://benmamun.wordpress.com