Mengemis Pada Pengemis

Baru saja suara merdu murattal mengalun dari speaker komputer jinjingku, nampak seseorang menghampiri halaman rumah orangtuaku yang agak luas.
"Assalamu'alaikum," ia membuka ucapan dengan salam yang terdengar begitu nyaman.


Tak lama kemudian selarik do'a ia ucapkan. Mulai dari kelancaran rejeki, kesehatan dan sebagainya. Lalu tanpa sungkan ia meminta uang.
Kupandangi wajah lelaki setengah baya itu. Kulitnya hitam, pakaiannya kusam walaupun tidak ada bekas jahitan. Jenggotnya lebat dan panjang, tak kalah dengan mereka yang sering dicap sebagai ekstrimis teroris sekalipun.
Ia enggan memandangku, bahkan ketika aku mencoba menatapnya ia lebih dalam menunduk.


"Bapak," aku kini yang mencoba menyapanya setelah memberikan selembar uang kertas padanya. "Tolong do'akan saya mendapatkan syahid. Kekayaan dan kesehatan memang saya inginkan, tapi do'akan kami sekeluarga agar bisa mati syahid."
Laki-laki itu mengangguk kecil, tapi sorot matanya datar. Mudeng nggak Bapak ini ya, bisik hati kecilku. Setelah beberapa saat aku meminta didoakan ini dan itu lelaki itu meninggalkan rumah.


Ya Allah, apakah benar Bapak tadi adalah orang yang begitu membutuhkan uluran dari orang lain. Setelah sekian tahun aku tidak mendapati mereka yang mengetuk pintu demi pintu demi mendapat uluran tangan sesama, engkau memperlihatkan padaku satu dari hamba-Mu yang kekurangan.


Semoga pintaku pada-Mu, Engkau kabulkan. Amin.


Batanghari, 27 Ramadhan 1432 H.