Di Jalan-Nya KIta Bermesra

Tak mudah menghadapi Fir'aun. Kekuasaannya mutlak, perbendaharaannya kaya, dan kerajaannya luas. Ia punya punggawa nan setia, juga pasukan yang kuat dan taat buta. Apalagi setelah kerejaannya bertubi, kemakmuran rakyatnya berlimpah, dan pembudakan Bani Israil makin kokoh, penyakit sombong Fir'aun memuncak. Dia mengaku tuhan. Dia menyangka Nil mengalir di bawah kakinya, atas kuasanya. Dia merasa memiliki hidup dan mati seluruh rakyatnya.

Tak mudah menyampaikan kebenaran kepada Fir'aun. Sungguh taj mudah. Terlebih bagi Musa yang -tak bisa tidak - punya beban terhutang budi pada keluarga Fir'aun. Keluarga tempatnya tumbuh, keluarga yang merawat dan mendidiknya. Apalagi dibanding Fir'aun yang fasih, anggun, dan gagah, penampilan Musa tampak kacau dan gagap. Satu lagi; dia pernah membunuh penduduk di negeri Sang Fir'aun.
Tak mudah menghadapi Fir'aun, terlebih bagi seorang Musa.


Ketika beban kerasulan diamanahkan padanya, ia mengadu merasa tak mampu. "Lisanku gagap lagi kelu," desahnya. "Aku takut mereka akan mendustakanku."
Ya bagaimana dia akan menyampaikan kebenaran, sementara bicara bukanlah sesuatu yang mudah baginya? Bagaimana dia akan percaya, padahal menyusun kata adalah kemusykilan yang memberatkannya? "Dan aku memiliki dosa atas mereka," katanya bertambah keluh kesah. "Aku takut mereka akan membunuhku."

Tapi Allah azza wa jalla telah memilihnya. Dan Allah tak salah pilih. Dan Allah tak salah tunjuk. Musa memang telah menjalani perannya dalam takdir yang tak mudah iji sejak sang ibu melahirkan dan melarungnya di sungai Nil. Tentu salah satunya bermakna untuk menguatkan hati Rasul terakhir Muhammad saw dan menjadi pelajran berharga bagi kita. Dan kini, di saat Musa mengeluhkan ketakberdayaannya, Allah pun menguatkan hatinya dan mengokohkan tekadnya.

Allah mengaruniakan pada Musa mu'jizat dan bukti kebenaran. Tongkat yang dilemparnya berubah menjadi makhluk menakutkan namun agung. Tangannya diangkat dan cahaya putih menyilaukan bersinar menerangi semesta di sekitarnya. Tapi dengan itu pun, Musa masih merasa goyah. Dia masih merasa tak utuh. Dia meminta satu hal lagi.
"Dan Harun saudaraku," pintanya, "Jadikanlah ia pendamping yang menguatkanku."

Allah mengabulkannya. Musa dan Harun bermesra di jalan-Nya. Memimpin kaum yang sulit ditata dan mengalahkan Fir'aun yang perkasa. Mereka bersama dalam suka dan duka. Mereka seia sekata sejak menghadapi Fir'aun dalam perdebatan dan pertarungan, membebaskan Bani Israil dari perbudakan, hingga mereka berhijrah dan menyaksikan tenggelamnya sang tiran. Juga bersama menghadapi saat-saat sulit ketika bani Israil semakin rewel, menyembah patung lembu, dan membangkangi Allah. Mereka bermesra di jalan-Nya saling menguatkan untuk meurubuhkan kezhaliman. Saling menguatkan untuk menegakkan kebenaran