Mukhayam Survival
Sebuah Catatan Keci
Waktu menunjukkan pukul 16.00. Beberapa akh telah berkumpul di depan masjid Baitul Muslim tempat kami melakukan shalat Asar berjamaah sebelum bertolak ke Bandar Lampung. "Jangan lupa berdoa akh," pintaku kepada beberapa teman sebelum kami menaiki mobil APV milik DPD PKS Lampung Timur. Mobil meluncur perlahan. Di belakang, mobil kepanduan yang khusus mengangkut perlengkapan juga merayap perlahan. Masih ada beberapa teman yang akan ikut bersama kami. Setelah 30 menit berjalan kami tiba di rumah saudara kami yang telah menunggu. Sejenak kami menaikkkan perlengkapan ke mobil Kepanduan.
Untuk sampai Bandar Lampung, biasanya kami dapat tempuh selama dua jam perjalanan. Namun, jalan yang banyak berlubang memaksa kami harus menempuhnya selama hampir tiga jam. Beberapa saat sebelum kami sampai di DPW PKS Lampung, kami mampir ke rumah makan dan menambah perbekalan tepat disisi rel kereta api.
Pukul 20.10 WIB. Satu persatu kami melakukan registrasi. Terdengar di dalam gedung GSG riuh rendah suara dan pekikan takbir dari para peserta yang telah lebih dahulu datang dari seluruh wilayah Lampung.
Panitia memberikan selembar kertas kontrak kegiatan kepada masing-masing peserta untuk di tanda tangani. Setelah itu kami mendapatkan beberapa hal yang harus kami lakukan selama kegiatan. Sambil menunggu teman-teman dari Lampung Utara yang belum juga hadir, panitia memutarkan beberapa video untuk kami. Baru sekitar pukul 22.00 WIB, teman-teman dari Lampung Utara tiba di DPW. Lalu kami pun mulai diarahkan ke mobil yang akan mengangkut kami ke lokasi mukhayam.
--
Udara malam yang dingin tak begitu kami rasakan karena kami harus berdesakan di truk tua yang sebagian dindingnya berlubang. Kami agak tertinggal dibelakang. Selain mendapat jatah pemberangkatan yang terakhir, sopir truk yang membawa kami juga cukup sabar. Tiap kali ada jalan berlubang atau ada 'polisi tidur' sang sopir menginjak pedal rem beberapa kali hingga mobil nyaris berhenti namun truk sederhana itu tak mampu menyembunyikan suara 'gedubrak'nya.
Setelah meraung-raung sekitar satu jam, akhirnya kami tiba di lokasi kegiatan. Lega rasanya, asap hitam yang keluar dari knalpot saat jalan menanjak tidak lagi menyelimuti kami lagi. Lubang telinga kami juga terasa lebih longgar.
Kami turun satu persatu secara bergantian. Sebagian peserta yang lain sibuk menurunkan tas-tas ransel yang sengaja ditumpuk di bagian depan bak mobil. Saya mencoba mencari-cari tas hitam yang sejak awal ditumpuk dibagian bawah. Sempat terpikir, remuk dah makanan ringan yang disiapin istri. Setelah beberapa saat memeriksa tas-tas yang bertumpuk akhirnya kutemukan juga. Maklum tidak ada penerangan di sekitar lokasi, hanya sorot lampu baterai yang dibawa peserta mukhoyam yang sesaat menyapu tumpukan tas dan aneka perlengkapan yang memudahkan saya menemukan tas yang saya dapatkan dari meminjam salah satu akh beberapa saat sebelum berangkat.
Setelah memberikan beberapa pengarahan, panitia mempersilakan kami untuk membuat bifak diperkebunan kopi coklat tak jauh dari lapangan kecil yang nantinya kami jadikan tempat untuk berbagai macam latihan selama kegiatan mukhayam. Tim kami terdiri atas sembilan orang. Kami sibuk mencari tempat yang cocok untuk beristirahat malam ini. "Disini aja akh," seru salah satu dari rekan kami. Lalu kami mengeluarkan pelengkapan dan tak lama kemudian bifak sederhana yang beratap tiga ponco dan beralas terpal tenda berhasil kami berdirikan. Lumayan untuk merebahkan badan. Tepat tengah malam kami semua mulai terlelap.
Dingin udara membangunkan kami. Kami saling membangunkan. Masih ada beberapa waktu bagi kami untuk melakukan shalat malam. Awalnya saya tidak tahu persis dimana bisa mendapatkan air untuk berwudhu namun saya mencoba untuk menyusuri wilayah sekitar. Disamping mushola kecil yang penuh dengan kotoran kelelawar saya mendapatkan kran yang masih mengeluarkan air walau harus menunggu beberapa saat untuk bisa memenuhi kedua telapak tangan yang saya satukan. Setelah selesai shalat shubuh, akh Nurkolis Ibrahim menyalakan kompor yang telah kami persiapkan walaupun pada akhirnya kompor beserta gasnya tidak banyak kami gunakan. Beberapa diantara kami ada yang membuat minuman untuk menghangatkan badan namun saya lebih memilih air dingin untuk dinikmati. Entah kenapa sejak dari awal pemberangkatan suasana gerah terus saya rasakan.
Pohon-pohon hijau tinggi menjulang semakin nampak jelas seiring dengan terangnya langit. Kicauan burung, sederet kabut putih di atas perbukitan yang curam diiring sayup suara nasyid di base camp panitia menambah suasa mukhayam di hari pertama mulai hidup. Sambil menikmati jajanan yang sedikit remuk dibeberapa bagiannya kami mulai mengenakan seragam kepanduan lengkap slayer, topi rimba, ikat pinggang, sepatu dan kaos kaki.
"Priit..priit..priit," beberapa kali suara peluit panitia terdengar. Kami berhamburan menuju tanah lapang. Dengan sigap Akh Susilo yang kami tunjuk sebagai ketua regu menyiapkan kami. Ada 15 regu, dan kami adalah regu ke 15. Pagi ini kami melakukan senam Taebo (afwan kalo salah), senam yang memadukan kebugaran dengan gerakan-gerakan seni beladiri Asia. Setelah hampir 30 menit melakukan kebugaran, panitia memberikan sepotong kue dan sebungkus teh manis untuk bekal sarapan kami. Usai sarapan kami mendapatkan materi Pola Hidup Sehat yang disampaikan salah satu peserta. Dan setelah shalat dhuha acara dibuka oleh Ketua DPW PKS Lampung Ust. Aziz Gufron Fuadi.
Dihari pertama, panitia sengaja membekali kami dengan berbagai pengetahuan tentang bertahan hidup di alam bebas dari pagi hingga sore karena mukhayam kami kali ini adalah Survival.
Bersambung ke bagian 2.